Rekah Hati
Semua tak lagi sama.
Hetty dan Kendranata tidak lagi berada di alur terpisah, satu alur tekad di pelataran parkir pemakaman telah mempertemukan garis takdir yang tercerai berai.
Menerbangkan sayap patah Hetty ke dalam dekapan Kendranata yang membangkitkan kubangan kenangan Pranata—satu-satunya nama yang tersemat rapi di jantung hati Hetty. Si janda tanpa pernikahan, berwajah tirus tak berseri, tinggi semampai dan rambut bergelombang lurus. Cantik dengan riasan natural yang pas di wajahnya yang ayu.
Kendranata tergagap, dalam hati keinginan untuk kabur itu datang menyergapnya bagai lalat yang tertangkap lem perekat. Jerat itu menahannya terang-terangan tanpa celah di hadapan bocah yang belum genap dua tahun.
Sebutan ‘papa’ mampir dari anak kembarannya sendiri yang sudah wafat, Pranata.
Kendranata mengerjapkan mata. Makian menggema di relung hati. Sebab dari segenap rahasia yang keluarganya sembunyikan, keberadaannya memang dijauhkan dari bekas-bekas kekasih kembarannya demi kemudahan perjalanan hidup.
Tidak banyak yang mengetahuinya baik Rastanty Adena kekasih aslinya atau Hetty ‘the brilian mistake’ Pranata semasa kuliah.
Kendranata menghela napas dan bibirnya melepas senyum lemah, ia menunduk dengan badan kaku menatap bocah kecil yang baru sanggup berjalan tak kurang dari dua bulan lalu.
“Pa... pa... Papa...” Suaranya lucu, terbelit-belit lidah yang belajar mengeja bahasa baru yang dipelajari dari ibunya yang kerap membagikan kisah-kisah ayah kandungnya dari barang fisik ataupun video.
“Halo, jagoan.” ucap Kendranata.
Hetty ternganga, dadanya bergerak naik turun, napasnya tidak teratur atas kedatangan seseorang yang tak pernah ia prediksikan dalam hidupnya yang sudah mati suri akan cinta.
Hetty meriuhkan fakta di benaknya, bertanya-tanya benarkah bahwa dia adalah kembaran Pranata. Atau reinkarnasinya?
“Pa... Pa...” Bramasta mengulurkan tangannya ke atas, minta gendong.
Kendranata mengangkat tangannya yang lemas di sisi tubuh, mengelus kepala anak kembarannya dengan Hetty yang bernama Bramasta Putra Pamungkas.
“Ini dia jagoan papa Pranata.” Kendranata membungkuk seraya mengangkat tubuh mungil Bramasta. Ia mendudukkan Bramasta di atas sedan merah, memunggungi Hetty yang tidak tahu harus pingsan atau menjerit-jerit sampai Kendranata menduga Hetty terserang obstreperous batin yang tak karuan.
Kendranata mengamati wajah keponakannya. Sebagian di wajahnya plek dirinya. Yakin ia orang-orang akan menganggap Bramasta anaknya jika tak tahu menahu kebenaran anak itu.
Mirip sekali.
Kendranata berdecak seraya menggelengkan kepala, mengusir prahara yang menggodok pikirannya yang tak sekali pun memimpikan hari ini akan terjadi. Padahal niatnya ke pemakaman hanya membuntuti Dominic dan Rastanty.
Di luar perkiraan siapa pun. Bunga kesukaan Pranata yang diundang Dominic telah membangkitkan awal mula kerunyaman. Tetapi kenapa juga ia membuntuti pasutri itu setelah berkelahi di rumah Rastanty kemarin?
Seandainya aku tahu Hetty ikut di sini, nggak mungkin aku mampir.
Pipinya di sentuh tangan mungil Bramasta yang bertingkah layaknya bocah yang menyukai apa yang ia suka lengkap dengan tingkah polos ala kadarnya.
Harus gimana sekarang! Kabur dari sini? Terus Hetty ke Surakarta cari aku dan ketemu ibu? Masalah besar.
Kendranata memejamkan matanya, di saat nyaris bersamaan Hetty melingkarkan lengannya ke pinggangnya dari belakang.
“Aku pernah mengenal seseorang sepertimu, Nata.” ucap Hetty dengan kepala yang bersandar di punggung yang sama nyamannya dengan punggung Pranata.
“Kami berbeda!” Kendranata balas dengan suara datar. Dihadapkan pada situasi ini. Kendranata tidak bisa salah langkah, ibunya yang baru bertemu dengan Rastanty sekali saja masih mengalami stress berlebih. Apalagi Hetty dan cucunya, bisa-bisa berakhir buruk pada kesehatannya.
Kendranata tidak ingin itu terjadi, setidaknya sebelum ibunya memberi stempel yakin bahwa ia unggul dalam segala-galanya dan pertemuan ini seakan-akan memiliki pedang bermata dua. Maju salah, mundur salah. Kendranata terjebak.
“Dan satu lagi, tak akan pernah sama!” lanjutnya serius sembari menyingkirkan tangan Hetty perlahan-lahan dari pinggangnya meski tatapannya tetap melihat kelucuan Bramasta.
”Tetapi untuk bocah ini, paling tidak saya bisa meluangkan waktu untuk bertemu. Setiap weekend saya kemari.”
Tak apa tangannya di lepas, sudah untung Kendranata tidak mengusirnya atau membentaknya hingga menimbulkan trauma baginya atau Bramasta.
Hetty memutar tubuhnya sedikit dan memandangi wajah Kendranata.
“Kamu serius, Nata? Kamu mau menerima Bramasta, a...” Hetty batal mengucapkan anakmu dan mengalihkan perhatiannya pada putranya. Matanya berair, dadanya sesak. Sepenggal kisahnya dengan Pranata menari-nari di benaknya sekarang.
Hetty membuang pandangannya ke tanah, memandangi sepatunya dan Kendranata yang berbeda. Flatshoes miliknya sudah lusuh sementara meski Kendranata memakai sneaker hitam, sepatunya tampak resik dan baru.
“Terima kasih sudah mau meluangkan waktumu untuk Bramasta, Nata.” ucapnya gugup. Debar jantungnya tidak bisa ia kendalikan. Resah menderanya seperti angin siang hari. “Kami harus pulang, permisi.”
Hetty menggendong anaknya terburu-buru seolah ada sesuatu yang menghantuinya tiba-tiba, akan tetapi rengekan bocah yang menginginkan di gendong ayahnya membuatnya panik.
Sementara itu, Kendranata yang melihat Hetty kepayahan memilih meluluhkan sebagai egonya untuk meredakan tangis Bramasta yang tiba-tiba menyeruput bagai mesin gergaji mesin.
”Ada siapa di mobilmu?” tanya Kendranata, canggung tangannya mulai menepuk-nepuk punggung Bramasta, berusaha menenangkan.
”Mama, sopir.”
Kendranata mengangguk. “Saya antar kalian pulang, suruh mereka jalan terlebih dahulu!”
Hetty menghela napas kecil, ia tahu, sama seperti Kendranata keputusannya memiliki pedang bermata dua. Klise. Tidak bisa memikirkan alasan lain, ia menghampiri ibu dan sopir keluarganya yang menanti dengan cemas.
“Bagaimana sayang?” tanya Mira—Ibu Hetty—sembari memegang tangan anaknya yang gemetar.
“Aku takut, Ma. Gimana kalo pertemuan ini malah membuat keluarganya menculik Bramasta. Dia kembaran Pranata!” katanya gugup seraya menoleh. Kendranata masuk ke dalam mobil, mengajak Bramasta bermain stir mobil.
Mira menahan diri untuk tetap terlihat tenang, meski egonya terlalu tinggi untuk mengakuinya. Sepak terjang keluarga Pranata tidak pernah terlepas dari ingatannya.
“Terus sekarang apa itu maksudnya?” tanya Mira, sedan merah itu menyala. Ikut menghidupkan nyala kenang di hati Hetty.
“Bramasta nggak mau lepas dari Nata, Ma. Dia mau antar kita pulang. Pak Yadi suruh duluan, kami ngikut dari belakang.” ucap Hetty tergesa-gesa seraya berjalan.
Mira membuang napas kasar dan masuk ke mobil. ”Kita pulang, Pak! Sekalian tolong awasi sedan merah dari spion.”
Yadi mengangguk, terang-terangan tanpa bisa dia cegah ia berkata. ”Untung masih nginjak tanah, Bu. Kalo melayang sedikit saja aku bakal pingsan. Mirip banget dengan mas Pranata.” Ia geleng-geleng kepala sambil menghidupkan starter mobil.
*
*
Ini kisah Kendranata dan Hetty, serta sekelumit kenangan dari Pranata. Hope you'd find joy in reading this. Happy reading dear reader.
Love,
Skavivi Selfish. 💚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Elisanoor
bikin nagih karya Sist Vivi, pdhl lagi nonton drama korea tapi pengen baca novel2 Sist Vivi 😅
2024-01-07
0
may
Melayang dikit🤣🤣🤣
2023-12-12
0
anonim
wah bakal seru neehh kisah Kendranata
2023-09-20
0