KAK SHARA

"Ini gambar siapa?" Tanya Diftha seraya menunjuk ke gambar yang masih diwarnai oleh Gizta.

Sudah satu bulan terakhir, gerakan motorik Gizta mulai ada perkembangan. Jika sebelumnya Gizta begitu kesulitan memegang pensil atau benda-benda lain, sekarang Gizta mulai bisa menggambar dan menulis lagi. Mungkin semuanya pengaruh dari terapi yang rutin dilakukan oleh Shara.

Ya, sebelum bertemu Shara, Gizta sebenarnya juga sudah mengikuti terapi di beberapa tempat. Namun perkembangan Gizta tak pernah signifikan seperti saat ini. Entah apa yang membuatnya berbeda, satu hal yang pasti Gizta terlihat begitu nyaman saat bersama Shara, seolah dua gadis itu adalah kakak beradik.

"A--bang!"

"Giz--"

"Ta!" Gizta terlihat menggerakkan tangannya sembari menunjuk satu persatu dari gambar yang ia buat.

"Kak--"

"Cha---Ra-" lanjut Gizta lagi sembari menunjuk ke gambar paling kanan dari gambarnya. Diftha sontak mengulas senyum.

"Bajunya Kak Shara cantik!" Puji Diftha kemudian, sekalipun gambar Gizta masih berbentuk garis tak beraturan. Namun Diftha terap harus menberikan apresiasi karena ini termasuk perkembangan luar biasa pada kondisi Gizta saat ini.

"Baju--"

"Giz---Ta?" Gizta menatap pada Diftha seolah memberikan isyarat agar Diftha juga mengomentari gambar baju yang dikenakan Gizta yang sebenarnya serupa dengan yang dikenakan oleh gambar Kak Shara tadi.

"Cantik juga!"

"Seperti Gizta!" Ujar Diftha, sebelum kemudian pria itu mengecup kening Gizta.

"Kak---"

"Cha--Ra?" Tanya Gizta lagi.

"Cantik," jawab Diftha singkat sembari mengulas senyum.

"Abang--"

"Suka--Kak--"

"Cha---Ra?" Pertanyaan spontan dari Gizta sontak langsung membuat Diftha terdiam.

"Ci--yee! Ci--yee!"

"Masih disini dan belum ganti baju?" Teguran Shara menyentak sekaligus membuyarkan lamunan Diftha. Pria itu lalu menatap pada Shara yang sepertinya sudah selesai berpamitan pada Gizta.

"Sebentar lagi," jawab Diftha sedikit tergagap. Diftha lalu memperhatikan Shara yang sudah menuju ke motornya yang terparkir di samping motir Diftha.

"Masih gerimis. Pakai raincoat, Sha!" Ujar Diftha pada Shara yang sudah mengenakan helmnya.

"Tidak terlalu deras."

"Tidak akan basah," ujar Shara yakin.

"Tetap akan basah!" Ucap Diftha tegas sembari menghampiri Shara. Pria itu juga sudah menatap Shara dengan tajam.

"Baiklah!" Shara akhirnya tak jadi naik ke atas motornya dan terlebih dahulu membuka jok untuk mengambil raincoat yang selalu ia letakkan di sana.

Ya, sekarang memang sedang musim hujan dan Shara harus selalu membawa raincoat di dalam jok motornya. Ibuk akan mengomel kalau Shara hujan-hujanan. Sama seperti Diftha!

"Sendirinya tadi hujan-hujanan dan tidak pakai raincoat, tapi menyuruh-nyuruh orang memakai raincoat sampai mendelik-delik begitu!" Omel Shara selanjutnya sembari gadis itu memakai raincoat-nya.

"Sedang menyindir seseorang?" Tanya Diftha yang sejak tadiemangasoh berdiri di dekat Shara, seolah sedang menjadi pengawas Shara yang tengah memakai raincoat.

"Sedikit," jawab Shara sembari terkikik. Shara menaikkan ritsleting raincoat-nya dengan cepat, lalu memakai tudung kepalanya juga, sebelum lanjut memakai helm.

"Apa rasanya enak, naik motor sambil hujan-hujanan begitu?" Tanya Shara selanjutnya seraya mengendikkan dagu ke arah tubuh Diftha yang masih setengah basah.

"Rasanya dingin," jawab Diftha sambil berekspresi seperti orang menggigil.

"Langsung mandi air hangat kalau begitu!" Pesan Shara yang sekarang sudah menyalakan mesin motornya. Namun berulang kali mencoba, mesin motor Shara malah tak kunjung menyala dan hanya berbunyi seperti orang yang sedang sakit tenggorokan.

"Accu habis?" Tanya Diftha menerka-nerka yang langsung membuat Shara menggeleng dengan ragu.

"Entahlah!"

"Tapi bensinnya masih full," ujar Shara beralasan yang tentu saja langsung membuat Diftha berdecak sekaligus geleng-geleng kepala.

"Accu dan bensin beda jalur, Non Shara!"

"Coba!" Diftha sudah berpindah posisi dan mencoba untuk menekan starter. Namun mesin masih tak mau menyala juga.

"Hmmmmh! Memang habis accu-nya!" Gumam Diftha yang kemudian beralih ke engkol di samping kiri motor. Hanya satu kali sentakan, dan mesin motor Shara sudah langsung menyala.

"Besok ke bengkel dan ganti accu!" Pesan Diftha sembari menepuk bagian belakang jok motor Shara.

"Kalau tidak ganti kenapa? Nanti aku minta tolong kamu saja untuk menyalakan mesinnya," seloroh Shara yang langsung membuat Diftha kembali berdecak.

"Ya kalau aku sedang di rumah! Kalau aku belum pulang? Mau minta tolong Mbak Ida?" Cerocos Diftha yang malah membuat Shara terkekeh.

"Aku tunggu sampai kau pulang kalau begitu!" Gumam Shara sembari memundurkan motornya sedikit, sebelum memutar balik.

"Hati-hati, jangan ngebut karena jalanan licin, dan kalau hujannya deras lagi berteduh dulu dan jangan nekat," pesan Diftha panjang lebar sebelum Shara benar-benar pergi.

"Aku perlu mencatat semua pesanmu?"

"Ya! Catat di kepala!" Jawab Diftha seraya menunjuk kening Shara memakai telunjuknya.

"Baiklah! Bye!" Pamit Shara akhirnya seraya menarik gas, dan melajukan motornya meninggalkan rumah Diftha.

Diftha terus menatap padaotor Shara yang akhirnya menghilang di ujung jalan kompleks. Diftha lalu tersenyum dan geleng-geleng kepala, sebelum lanjut masuk ke dalam rumah.

Sebaiknya Diftha segera mandi air hangat karena badan Diftha sudah sedikit menggigil.

****

"Baru pulang, Sha?" Sapa Bu Maria saat Shara baru melepaskan raincoat-nya di teras rumah.

"Iya, Buk!"

"Tadi perawatnya Gizta pulang cepat karena ada hal urgent. Jadi Shara menemani Gizta dulu sampai Diftha pulang," jelas Shara yang sudah selesai melepaskan raincoat-nya. Gadis itu lalu ganti melepas sepatunya, dan mengangin-anginkan alas kaki tersebut di rak sepatu paling atas.

"Gizta sudah banyak kemajuan?" Tanya Bu Maria lagi sembari mengikuti Shara yang sudah masuk ke dalam rumah.

Sejak menjadi terapis untuk Gizta, Shara memang sering menceritakan apapun tentang gadis itu pada sang Ibuk. Jadilah Bu Maria juga ikut-ikutan antusias mengikuti perkembangan Gizta dari waktu ke waktu.

"Sudah semakin pinter anaknya!" Shara sudah mendaratkan bokongnya di kursi ruang tamu. Rumah Shara memang yak terlalu besar. Hanya ada dua kamar tidur serta ruangan lain yang luasnya terbatas. Namun meskipun begitu, rumah sederhana ini menyimpan banyak kenangan untuk keluarga Shara yang selalu harmonis.

"Tapi kata Diftha, Gizta memang anak yang pintar sebelum kecelakaan naas itu menimpanya," lanjut Shara lagi sembari menerawang. Membayangkan andai Gizta tak mengalami kecelakaan buruk itu, mungkin sekarang gadis itu sudah kuliah dan menikmati masa remaja seperti gadis-gadis seusianya.

"Pasti ada rencana indah Tuhan untuk Gizta, Shara!"

"Dan kenapa Tuhan memberikan cobaan yang begitu berat untuk Gizta? Tak lain dan tak bukan adalah agar Gizta tumbuh menjadi pribadi yang kuat," tutur Bu Maria panjang lebar yang langsung membuat Shara mengangguk setuju.

"Gizta memang gadis yang kuat, Buk!" Tukas Shara sembari manggut-manggut.

"Ngomong-ngomong, Kak Kia jadi pulang bulan ini?" Tanya Shara selanjutnya mengganti topik pembicaraan.

"Masih belum pasti."

"Katanya Kia juga sedang mengusahakan agar dia dipindahtugaskan kesini," ujar Bu Maria.

"Padahal tinggal pakai ini! Kak Kia kan punya banyak," seloroh Shara kemudian seraya menggesekkan jari telunjuk dan ibu jari, memberikan isyarat tentang uang. Bu Maria hanya geleng-geleng kepala dan tak berkomentar apa-apa lagi.

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Terpopuler

Comments

keke global

keke global

oh i see.. beda keyakinan

2023-03-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!