Asmara Dua Keyakinan
[Hai, aku jadinya akan datang ke rumah sore nanti. Maaf mengabari mendadak] -Shara-
Diftha mengulas senyum tipis setelah membaca pesan dari Shara yang masuk ke ponselnya. Segera pria itu mengetikkan pesan balasan.
[Tidak jadi libur?] -Diftha-
Pesan terkirim!
[Tidak! Progress perkembangan Gizta sudah semakin bagus. Jadi sebaiknya aku tak bolos dan semakin rutin datang.] -Shara-
Diftha baru saja akan mengetik pesan balasan, saat pesan dari Shara kembali masuk le ponselnya.
[Dan jangan lupa untuk menaikkan bayaranku] -Shara-
Diftha refleks tertawa kecil setelah membaca pesan lanjutan dari Shara. Pria itu geleng-geleng kepala, lalu lanjut mengetikkan pesan balasan.
[Berapa?] -Diftha-
[Hanya bercanda! Serius sekali, Pak Diftha] -Shara-
Diftha kembali mengulas senyum, lalu pria itu mengetikkan pesan balasan pada Shara.
[Nanti aku berikan bonus] -Diftha-
Pesan terkirim!
Diftha lalu menunggu sekitar sepuluh menit, namun tak ada pesan balasan lagi dari Shara.
Oh, mungkin gadis itu memang sedang sibuk.
Diftha akhirnya ganti melihat arlojinya yang sudah menunjukkan jam makan siang. Segera pria itu membereskan pekerjaannya, lalu beranjak dari kursi.
Diftha baru membuka pintu ruang kerjanya, saat seseorang sudah berdiri tepat di depan pintu ruang kerja Diftha. Seseorang yang sudah setahun terakhir tak pernah lagi Diftha jumpai. Seseorang yang pernah menjadi atasan Diftha....
"Pak Angga!" Sapa Diftha canggung. Diftha lalu sedikit mengedarkan pandangannya ke sekeliling Angga seolah sedang mencari keberadaan seseorang.
Astaga!
Itu bahkan hanya sebuah masalalu dan Diftha sudah melupakannya.
Atau masih berusaha untuk melupakannya lebih tepatnya!
"Aku datang sendiri karena Reina sedang mengalami morningsickness," ujar Angga yang entah sedang pamer pada Diftha tentang Reina yang akhirnya hamil. Atau Angga menang hanya sekedar memberitahu Diftha.
Ya, Diftha memang sempat mendengar dari Pak Robert, kalau Reina-lah yang akhirnya menjadi asisten pribadi Angga setelah Diftha resign dari kantor utama perusahaan Hadinata satu tahun yang lalu.
Kenapa juga, tak sejak dulu Angga meminta Reina menjadi asisten sekaligus sekretarisnya?
"Selamat kalau begitu, Pak Angga! Tak lama lagi anda akan segera menjadi seorang ayah," ucap Diftha akhirnya seraya mengulurkan tangannya pada Angga.
Angga juga langsung menerima jabat tangan Diftha dan mantan atasan Diftha itupun juga tampak bahagia.
"Ngomong-ngomong, apa kau akan pergi makan siang? Aku kemari karena ingin bicara sesuatu padamu dan mungkin kita bisa membahasnya sembari makan siang," ujar Angga selanjutnya menyampaikan tujuannya datang ke kantor cabang ini dan menemui Diftha.
"Tentu saja, Pak Angga!"
"Mari!" Ajak Diftha kemudian, dan dua pria itupun segera menuju ke lift.
****
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, saat Diftha tiba di rumah dengan kondisi lumayan basah.
Ya, Diftha baru saja menerobos hujan karena tadi Diftha pikir jarak rumah sudah dekat dan Diftha juga sedikit malas untuk mengeluarkan raincoat dari dalam jok motor.
"Wow! Mandi hujan memang menyenangkan, ya!" Komentar sebuah suara yang langsung membuat Diftha menoleh ke arah gadis yang kini berkacak pinggang tersebut. Diftha lalu tertawa renyah.
"Tadi hujannya tidak terlalu deras, Sha!" ujar Diftha beralasan.
"Benarkah? Hujan dimana itu?" Tanya Shara sembari berlalu dan meninggalkan Diftha. Gadis itu malah masuk ke dalam rumah entah mau mengambil apa.
Tak berselang lama, Shara sudah keluar lagi sembari membawa sebuah handuk. Shara lalu mengangsurkan handuk tersebut pada Diftha.
"Mbak Ida kemana? Sedang menidurkan Gizta?" Tanya Diftha yang langsung mengeringkan rambut dan kepalanya memakai handuk yang tadi diberikan oleh Shara.
"Mbak Ida pamit pulang cepat saat aku baru datang tadi. Aku belum memberitahumu, ya?" Shara memeriksa ponselnya, lalu men-scroll layar beberapa saat.
"Ya ampun! Aku lupa!"
"Tadi aku pikir aku sudah mengirimkan pesan padamu, ternyata masuk ke draft!" Kikik Shara kemudian seraya menunjukkan layar ponselnya pada yang hanya geleng-geleng kepala.
"Lalu Gizta mana?" Tanya Diftha yang sudah sekesai mengeringkan rambut dan kepalanya.
"Gizta di dalam sedang menonton televisi dan tak mau diganggu."
"Dia punya me time sekarang," jelas Shara sembari membentuk tanda kutip memakai jarinya saat menyebut kata me time.
"Pasti kau yang mengajari," tebak Diftha sembari menanggalkan kemejanya yang basah kuyup. Namun Diftha tak langsung bertelanjang dada karena nyatanya pria itu masih mengenakan kaos dalaman.
"Aku memang mengajari Gizta banyak hal! Dan gadis itu sudah semakin pandai sekarang," jawab Shara yang malah pamer.
"Kau tidak ada niatan memanggilkan guru home schooling untuk Gizta?" Tanya Shara selanjutnya.
"Kenapa bukan kau saja yang sekalian menjadi guru home schooling Gizta? Gizta sudah sangat akrab denganmu, disamping dia akrab dengan Mbak Ida," Jawab Diftha yang malah menawarkan pekerjaan sampingan untuk Shara.
"Emmmm. Bisa saja!"
"Tapi tentu bayarannya berbeda," tukas Shara kemudian yang langsung membuat Diftha kembali tertawa renyah.
"Bisa diatur kalau yang itu!"
"Tapi aku malah terkesan mata duitan, ya! Karena kerap membahas gaji saat bertemu denganmu," ujar Shara kemudian menilai dirinya sendiri. Gadis itu juga sudah tertawa kecil entah maksudnya sedang menertawakan dirinya sendiri atau malah menertawakan Diftha.
"Bukan mata duitan! Tapi pekerja keras," ujar Diftha mengoreksi penilaian Shara pada dirinya sendiri.
"Sejujurnya, aku salut dengan pekerjaan yang kau lakoni itu. Kau bisa sabar menjadi seorang terapis-"
"Aku bekerja dari hati." Shara meletakkan satu tangannya di depan dada.
"Dan sejak dulu, impianku memang menjadi seseorang yang bisa bermanfaat untuk orang lain."
"Syukurlah, sekarang Tuhan memberikan aku jalan untuk bisa melakukan terapi pada anak istimewa seperti Gizta," tutur Shara panjang lebar yang cara bicaranya benar-benar terasa menyejukkan. Persis seperti yang dikatakan oleh Shara, kalau gadis itu memanglah bekerja dengan hati selama ini.
"Oh, hujan akhirnya reda," ujar Shara kemudian yang langsung membuat Diftha menoleh ke taman kecil di depan teras.
"Jadi, kau tadi sebenarnya sedang menunggu hujan?" Tanya Diftha yang baru sadar.
"Ya!"
"Memangnya kau pikir aku sedang menunggumu?"
"Pede sekali!" Cibir Shara yang langsung membuat Diftha tergelak.
"Aku akan berpamitan pada Gizta!" Ucap Shara kemudian seraya berlalu dari hadapan Diftha. Gadis itu sudah langsung menghilang ke dalam rumah.
Diftha yang masih berdiri di teras, hanya geleng-geleng kepala sembari tersenyum, mengingat momen saat pertemuannya kembali dengan Shara, sebulan setelah dirinya pindah ke kota ini.
Ya, tak terasa setahun sudah Diftha dan Gizta pindah dan menetap di kota ini. Dan berkat terapi dari Shara serta arahan dari dokter spesialis, kemampuan Gizta sekarang sudah semakin berkembang pesat.
.
.
.
Hai!
Kita bertemu Diftha lagi di sini.
Ini mungkin pertama kali aku mengangkat tema tentang "agama dan keyakinan" di karyaku.
Tapi nanti ke depannya aku akan memposisikan diri se-netral mungkin karena tema ini memang sensitif.
Terima kasih yang masih setia mengikuti karya-karyaku.
Jangan lupa like 😊💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
keke global
ini yang ditunggu.. sama kisah Abang Lel
2023-03-04
0