Do'a Mamak

"Rizky mau kencan hari ini. Tolong do'a nya ya," ujar saya santai mengungkap hubungan cinta yang tidak romantis ini ke Ibu saya.

Ctang!

Yoga, Adikku yang polos ini sepertinya syok. Mulut dan kedua matanya terbuka lebar. Tubuhnya terhenti sejenak, sampai sendok makan jatuh dari tangan kanannya.

"Ki-kirain putus?"

"Awalnya Abang juga kira begitu. Tapi ternyata Anastasia masih mau melanjutkan."

"Ba-bagus dong, Bang."

"Iya."

Sedang Mamak yang masih menumis sayur di depan kompor hanya terdiam, menyimak dengan serius. Wajahnya nampak kosong tak peduli. Namun tak lama kemudian, ia pun tiba-tiba mematikan kompor dan akhirnya ikut duduk di depan kami yang tengah sarapan pagi.

"Kamu yakin mau sama dia? Anak itu?"

"Mamak sudah tahu, ya? Tahu darimana?"

Mamak ragu menjawab. Ia hanya menatap wajahku penuh kekhawatiran, dan mengelak pertanyaanku dengan nasihatnya.

"Jangan pikirin mamak tahu dari mana. Pikirkan niatmu yang sembarangan mau ngusik keluarga orang."

Yoga nampak bingung dengan percakapan kami berdua. Namun ia tidak berniat memotong pembicaraan, ia hanya simak mendengarkan debgan serius selagi melanjutkan makannya.

"Rizky. Kamu tahu kan dia dari mana asalnya?"

"Iya. Ternyata Mamak bener, dia anaknya Pak Aning."

"Terus kamu masih mau nekat nikahin dia?"

"Ndak boleh, kah?"

"........"

Mamak berhenti menatap saya tajam. Ia hanya terdiam menyerah, lalu mulai menyalakan kipas dan menghadapkannya ke arah saya dan Yoga.

Ctak! Jegreeek!

"Haah.. Memang benar cinta itu bisa buat orang jadi pengototan. Tapi Mamak ndak nyangka kamu juga bisa jadi korbannya."

"Mamak ndak usah khawatir. Sisanya Rizky akan usahalan sendiri. Do'a nya aja Rizky minta dari Mamak."

"Haah gampang aja itu."

...***...

Sekitaran jam setengah tujuh, saya dan Yoga mulai berangkat menuju sekolahnya. Di jalan, tepat di depan bengkelnya, terlihat Hendra melambaikan tangan dan berteriak,

"Ki! Rizky ganteng! Sini dulu!"

Brrrrrrrrrrm!

"Bang! Itu nah, Bang Hendra manggil abang!"

"Iya, Abang denger."

Ctang!

Saya menghentikan motor. Pelan-pelan saya turun, dan Yoga pun ikut menyapa Hendra yang masih sibuk dengan sapu lidi di kedua tangannya.

"Bang Hendra! Apa kabar?"

"Wih, sudah lama eh, nggak liat Yoga!"

"Sibuk sekolah, Bang! Oh iya katanya Abangku mulai kerja di bengkel ya?"

"Ah, ndak itu. Cuma kerja sampingan aja. Abangmu itu lebih cocok jadi...."

"Hm? Lebih cocok jadi?"

"Jadi..."

"Jadi apa, Bang Hen?"

Hendra menurunkan sapu lidinya, dan mulai berpikir keras. Tak lama, dua kata lucu muncul dari dalam mulutnya.

"Kayaknya, Rizky cocok jadi presiden deh."

"Hah? Apa bang? Presiden?"

"Eh-? I-iya? Nggak yakin juga sih, cuman kayak cocok aja."

"Hah? Cocok dari mana? Abangku yang kaku macam batu begini?"

Mendengar adikku mulai menyimpangkan topik, saya mulai mengusap-usap kepalanya kasar. Ia pun sedikit tertawa, dan saya pun mulai bertanya apa maksud Hendra menghentikan kami di jalan.

"Cocok pala bapak kau cocok, Hen. Udahlah kenapa berhentiin kita berdua di jalan, hah? Ndak liat kita lagi sibuk? Kamu juga Yoga, main nyambung aja kamu ya."

"Hahaha! Bercanda aja aku Bang!"

"Mulut dijaga ya."

"Haduh, baru juga digosipin, Ki."

"Gosip-gosipannya nanti aja. Kenapa tiba-tiba kamu jadi begal begini?"

"Haha! Hari ini gak usah turun ke bengkel ya, Ki. Ada tawaran pekerjaan lebih bagus."

"Baru sehari kerja, Hen."

"Aish! Yang benar aja! Masa' manusia kayak kamu kerjanya di bengkel sih nggak jelas banget! Cek senjatamu! Nanti aku kirimin formulirnya! Awas ya!"

"Maksa banget."

"HEH! TAWARAN DARI ORANG ITU REJEKI! JANGAN DITOLAK BEGITU!!"

"Ah, yaudah, nanti kucek. Santai."

...***...

Setelah dibegal di jalan, kami pun sampai di sekolah Yoga. Kali ini, bedanya adalah Yoga yang membawa motor sedangkan saya sibuk mengisi formulir pekerjaan dari Hendra barusan.

"Eh! Itu Yoga!"

"Tumben dia nggak sendirian, eh-?! Dia dateng sama siapa?"

"Gak tau, ah."

Teman-teman Yoga mulai menggosipi dirinya. Bukan karena ia datang bersama saya, tapi karena abangnya tiba-tiba jadi guru dadakan di sekolahnya.

Ctang!

"Yaudah bang, Yoga pergi sekolah dulu, Assa-"

"Oke, kasih abang Tour."

"A-apa?"

...***...

Dua jam kemudian, saya sudah sampai di ruang kepala sekolah. Tak lama, beliau membuka pintu, menyapa saya dengan baik, dan mulai mempersilahkan saya masuk.

"Wah, beneran kamu ternyata, Ki. Ayo masuk."

"Sudah lama, Bu Ther."

Kami berdua duduk, dan seorang staff sudah menyajikan kami berdua teh hangat untuk di minum.

"Ibu tahu dari mana saya balik ke sini? Dari Hendra ya, Bu?"

"Mana bisa. Anak itu kalau saya tanya apa-apa tentang kamu pasti jawabannya ngelantur."

"...., oh. Kalau begitu Pak Anjas ya."

"Nah, itu tahu."

Karena tegangnya udara, wajah saya mulai berkeringat. Untuk mendinginkan suasana, saya pun mencoba menyeruput teh hangat yang sudah disajikan. Pelan-pelan, Bu Theresia mengeluarkan sebuah formulir dari laci mejanya.

Sreeet..

"Ini, formulir tenaga kerja sementara di sekolah ini. Tolong isi, ya?"

"Kalau saya menolak?"

"Yo gapapa. Toh asal kamu tahu saya nggak asal nawarin orang-orang kerjaan gratis."

"Ibu tahu ya alasan saya kembali ke sini?"

"...., anggap aja saya tidak tahu."

Pasti ada sesuatu. Entah ini ulah Bapak atau Mamak. Tiba-tiba mereka menyeretku kembali ke Bu Theresia, pasti ada aja alasan mereka khawatir akan sesuatu.

Bisa jadi mereka khawatir saya akan dipakai orang lain yang tidak bisa dipercaya.

"Semenjak orang-orang Rodensha ditangkap, kota ini memang sudah damai. Kamu pun sudah bisa bebas pergi ke mana saja. Tapi tetap, nggak ada jaminan sama sekali buat kamu betul-betul bebas di luar sana."

"....... Ibu bener."

"Kalau ada orang jahat di luar sana tahu siapa kamu, kamu bisa apa?"

"Melawan?"

"Kalau ia punya posisi tinggi? Apa rencanamu?"

"......., kembali ke sini."

"Haaah.. Jadi paham kan? Kenapa saya suruh kamu langsung bertugas di sini?"

"Bertugas ya? Sudah lama rasanya."

"Rizky."

"Iya, Bu?"

"Saya kira awalnya kamu kembali karena benar-benar ada kejadian buruk. Tapi ternyata cuma mau minang seorang gadis."

"Bu Ther pun kaget?"

"Iyalah! Siapa sangka anak kaku 'cam robot kayak kamu tiba-tiba jatuh cinta sama cewek! Sudah! Kerja sana! Isi jadwal!"

"Siap."

...***...

Grooooo!

Akhirnya saya sampai di ruang guru. Ada beberapa guru-guru tetap mulai menatapi saya dengan tatapan tajam. Pertanda tidak suka, tentu saja.

Di papan jadwal, jangan harap nama saya sudah muncul. Sejujurnya, tugas saya di sini hanya mengisi jam-jam pelajaran yang tidak ada gurunya, atau mengisi salah satu jadwal pelajaran yang bertabrakan.

"A-anu, permisi pak. Pegawai baru ya?"

Ups, seorang staff wanita bercadar memanggil saya dengan suara yang malu. Pelan-pelan ia gugup memberikan saya bet, dan mencoba mengarahkan saya ke meja guru yang kosong.

"Ha-hari ini ada rapat, mohon bantuannya hadir di aula satu ya."

"Kayak kenal, suaranya. Oke, makasih."

Sekejap wanita itu pergi, ada lagi seorang guru laki-laki yang cukup ganteng menghampiri saya untuk mengajak perang.

"Oh, salam kenal ya pak."

"Ah, iya."

"Haha, eh tapi ngomong-ngomong, berhasil masuk sini, pakai jasanya siapa, pak?"

"Hah?"

"Orang dalamnya siapa ya kira-kira? Biasanya sih Pak Gede. Haha."

"Pak Gede siapa?"

"Atau beneran rekrutan Bu Ther? Curiga nih."

"Saya cuma guru pengganti aja. Bapak gak usah mikir macam-macam."

"Oh? Yaudah kalau begitu. Ditunggu hari terakhirnya ya."

"Haah, santai."

".........."

Laki-laki itu tanpa berbasa-basi mulai berjalan menjauh, dengan wajah pujungannya terpampang jelas mengejek.

Siapa laki-laki itu? Dari bordiran bajunya sih namanya Tomo S. Mungkin kalau dilihat di papan jadwal ada namanya.

Ah, ketemu. Tomo Sutanto, guru fisika.

"Ah, pegawai tetap baru ya. Pantas sikapnya macam bajing terbang. Sudah merasa paling tinggi."

Tanpa berlama-lama berdiri, saya sigap mencari jadwal yang kosong. Ada beberapa jadwal yang kosong di jam pertama. Nampak ada Bahasa Indonesia dan IPS.

"Kenapa sistemnya berantakan banget begini? Ya ampun."

Tak lama kemudian, lagi-lagi seorang pegawai wanita datang menghampiri saya. Namun kali ini, nampak saya mengenal wajahnya.

"Lho-?!"

"Ah, Mba yang di bis kemarin."

"Mas juga pegawai sipil baru?!"

"Ah bukan. Saya cuma jadi guru pengganti aja di sini."

"Oh! Kalau saya memang ada pindah tugas dari Samarinda. Mohon bantuannya ke depan ya."

"Aman."

"Ngomong-ngomong, namanya Rizky ya, Mas?"

"Tau dari penjaga bis kemarin ya?"

"Iya, habisnya pada teriak, siapa coba yang nggak dengar?"

"Oh begitu. Kalau Mba-nya?"

"Saya Kamsinah, mas. Panggil aja Sinah."

"Sip. Semangat kerjanya, Mba. Eh, Bu."

Bu Sinah meninggalkan saya dengan senyuman sambutan. Nampak ia sudah siap dengan beberapa buku referensi guru di kedua tangannya, memastikan bahwa ia siap mengajar.

Sedang saya yang baru aja diculik ke sini, nampaknya tidak ada sama sekali buku di tangan. Karena itu saya akhirnya memilih pelajaran yang tidak terlalu ribet buat diajari.

Tapi tetap aja, saya harus tahu materi umum yang standar di sekolah ini bagaimana. Mau nggak mau saya harus ke perpustakaan dulu. Mencari beberapa buku cetak murid dan menandai materi-materi penting.

...***...

30 menit kemudian, di kelas Yoga.

"Asik! Jam kosong lagi! Yoga! Ayok mabar Emel!"

"Aih aku ndak dulu, mau kerjain tugasnya Bu Dinda."

"Halaah! Nanti aja bisa kali, bejir!"

"Aih, tugas lebih cepat selesai, mabar juga lebih cepat selesai, Joy!"

"Haaah, ngebosenin banget kau, Yogaaaa!"

"Ndak uruuuus.."

Yoga nampak sibuk dengan bukunya. Ia sibuk mengerjakan soal, namun nampak ia tidak bisa berkonsentrasi karena seluruh kelasnya ricuh bermain ketimbang belajar. Wajar, namanya jam kosong.

Dung! Tak! Dung! Tak!

"Awas Joy! Bawa sini! Bawa sini!"

Gradak!

"Cindy! Masa kan, tadi sore-"

"Bantuin aku Coy! Buff-ku di rusuh Coy! Coy!"

Yoga yang sangat terganggu tidak bisa tenang mengerjakan tugas, menutup kedua telinganya kesal, dan mulai berteriak marah-marah.

"Aih, ribut betul anak-anak ini nah! Gimana mau kerjain tugas susah bet-! WOOYY DIAAAM!!"

Dung! Tak! Dung! Tak! Dung Tak!

"Apasih kamu Yoga?! Sibuk betul ngur-"

"AKU MAU KERJAIN TUGAS!! MUSIKMU KECILIN!"

"Ih! Suka-suka aku lah! Jam kosong juga!"

"UGHHK! DIAM LU SEMUA ANAK-ANAK AN-"

B R A A A A K ! !

Sebuah kursi sigap terlempar ke dalam kelas. Sesaat Yoga berubah ekspresi, menatap saya yang tiba dengan heroik beraksi menyelamatkan kelas.

"Selamat pagi, semua duduk. Guru baru nih boss, senggol dong."

"??????"

^^^Bersambung...^^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!