Kopi

Jegrek!

"Papah, saya masuk."

"Masuklah."

Anastasia nampak gelisah sembari memasuki kamar ayahnya. Ia merunduk, dan dengan pucat menawarkan kopi yang sudah dia aduk dengan rata tersebut.

"Papah, ini nah kopi. Saya buatkan tadi."

Ayah Anastasia terlihat sibuk di meja kerjanya. Ia nampak memegang sebuah buku usang. Setelah ia meliriki Anastasia mendekat, buku itu sigap disembunyikannya.

"Pa-papah sibuk, ya?"

Ayah Anastasia hanya mendiami sapaan putrinya. Tak lama kemudian, ia menyadari aroma kopi hitam panas mulai merasuki hidungnya.

"Kamu? Bikin kopi?"

"A-ah iya. Tadi Ana minta diajarin Mamah."

Ayah Anastasia perlahan mengernyit. Ia melihat tangan putrinya yang sedikit kotor terkena bubuk kopi. Wajahnya berubah masam, dan ia pun menolak kopi buatan putrinya itu.

"Apa aku membesarkan kamu untuk menjadi pembantu?"

"A-apa?"

"Sepertinya memang sia-sia aku bawa kamu ke perguruan tinggi. Tidak ada gunanya sama sekali mendidik anak yang tidak tahu seberapa berhargnya dirinya."

"Ma-maksud Papah?"

"Aku membesarkanmu untuk menjadi seseorang yang berharga diri tinggi. Tidak patut bagi seorang gadis berkasta sepertimu membuat kopi untuk memuaskan orang tuanya."

"Papah!-"

"Keluarlah. Aku tidak butuh kopimu itu."

"............."

"Aku hanya butuh prestasi dan kesuskesanmu. Tidak lebih dari itu. Tunjukkan saja padaku siapa dirimu di puncak nanti. Tak butuh embel-embel yang tidak berguna seperti itu. Keluar."

"............."

Anastasia sepertinya ingin menangis. Wajahnya berubah pahit, dan ia menutup mulut serapat-rapatnya. Berusaha menahan emosi dan ego, sembari menjawab dengan terpaksa,

"....., baik, saya keluar dulu."

...***...

Jegrek!

Anastasia menutup pintu, sembari membawa kopi buatannya. Nampak Asep yang bersembunyi dibalik pot besar keluar dari persembunyiannya.

"Lho Non?! Kok sudah keluar?! Baru masuk loh padahal!"

"Gak bekerja."

"A-ah....."

"Caramu gak bekerja. Aku bahkan gak bisa bertahan tiga menit di kamarnya."

"Aduh, kek mana ya Non, susah memang kalau mau bujuk orang tua yang keras pake cara yang lembut kek gitu."

"Nggak, emang Ayah saya aja yang pribadinya terlalu kaku. Hal-hal sederhana seperti ini sudah transparan di matanya."

"Ma-maksudnya, Non?"

"Sudahlah. Ini kopi kamu aja yang minum. Aku mau balik kerja."

"A-ah makasih sebelumnya Non, tapi saya mau nanya boleh?"

"Nanya apa?"

"Soal Mas Rizky tadi siang."

"Ke-kenapa nanya soal dia?!"

"Ah, kayaknya saya kenal dia deh, Non."

"Ha? Kamu kenal dia? Dari mana? Dia juga tahu kamu?"

"Ah ndak juga sih, Non. Saya tahu gara-gara pernah liat mukanya kayak di mana gitu. Nona sendiri tahu dia darimana?"

"Ah, dia pernah ngalahin aku kompetisi karya tulis ilmiah di internet. Aku mulai kenal dia dari situ."

"Karya apa? Ilmiah?"

"Iya, cuma itu yang mau kamu tanya?"

"Ah, sebenarnya ada lagi Non. Tapi di lain waktu aja."

"Oke, aku balik kerja dulu. Awasin pagar. Kalau Leo datang lagi, segera kabarin saya."

"Ah siap, Non!"

Anastasia tersenyum manis, lalu pergi meninggalkan Asep di tempat. Asep menyeruput kopi buatan Anastasia, dan senyum seringai mekar di wajahnya.

"Huhuy pahitnya pang, buseeet."

...***...

Di kamar Anastasia, nampak ia menyalakan lampu, dan mulai membuka laptopnya. Ia mengikat rambut hitam panjangnya, memasang kacamatanya, lalu bekerja hingga larut malam, berusaha meredakan amarahnya.

Empat jam kemudian, akhirnya Anastasia berdiri dari kursinya, menyempatkan diri untuk meregangkan tubuhnya. Ia melihat ke layar HP-nya yang masih hitam, dan mencoba menyentuhnya.

Ia membuka Watsap ganda miliknya, dan melihat ke arah foto profilku. Ia tersenyum sejenak, lalu melepas kacamatanya. Ia tersenyum manis, dan mulai bergumam.

"Kamu beneran datan, dengan nyali sebesar itu. Luar biasa."

Ia pun tak sengaja melirik ke arah cermin, dan sadar akan rambutnya yang mulai berantakan. Ia pun sedikit terkejut, dan sigap menyisir rambutnya. Pelan-pelan wajahnya memerah, teringat akan pertemuan kami tadi siang.

"Ah tapi, tadi siang aku baik aja kan ya sama dia? Aku udah cantik aja kan dilihat? Jadi malu."

Seketika ia teringat kata-kata pedis yang ia lemparkan padaku tadi siang.

"Sepertinya mas urungin aja niatnya. Melamar kerja disini cuma mau buang-buang waktu aja. Toh juga nggak bakalan saya terima."

"Asep! Seret orang ini keluar! Nggak sopan!"

Doeng!

Berhasil mengingat, Anastasia pun segera melotot, dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia pun tertegun, dan sepertinya menyesal akan perkataannya padaku tadi siang.

"A-astaga!! Aku lupa minta maaf!!"

Jegrek!

Anastasia segera membuka HP-nya, dan segera meneleponku.

"Astaga, Rizky!! Argh!! Angkat please!!"

...***...

Di bengkel temen, nampak saya sudah sibuk menambal ban motor pelanggan. Hendra, teman saya yang punya bengkel, kelihatan tidak nyaman melihat saya yang masih saja sibuk larut malam membantunya di tempat kerja sampingannya.

"Masih sibuk aja kau, Ki?"

"Hm? Kelihatannya gimana, Hen?"

"Haduh, jadi nggak enak, Ki. Baru pulang dari Samarinda masa' langsung main bantu-bantu kerjaan orang aja. Harusnya kamu itu istirahat."

"Santai Bro, santai. Orang lagian saya ini juga salah satu orang yang bangun bengkel ini sama kamu, dan juga Dimas."

"Haah iya itu nah, tau pang. Tapi tetep aja Ki, ndak enak rasanya."

"Yaudah, kek mana kalau saya ambil kerjaan yang ringan-ringan aja. Orang kan niatnya juga sekalian bantuin kamu yang lebih sibuk di gereja."

"Haduh, Ki. Makasih banyak loh."

"Santai Hen, santai."

...***...

Tinut!

Senjata saya berbunyi kencang. Saya yang masih sibuk berinteraksi nampak merasa terganggu dengan suaranya. Saya pun mengangkat HP, dan memeriksa siapa yang menelepon.

"Sorry, ada yang nelpon."

"Aman Ki. Aku bulik duluan yah."

"Iya. Balik dah."

Jeglek!

Hendra pun keluar dari bengkel, dan menutup pintu belakang. Saya pun menunggunya keluar dari bengkel terlebih dulu, lalu mengangkat telepon.

"Halo, waalaikumsalaam. Kenapa?"

"A-ah, assalamualaikum, Rizky."

"Iya, kenapa?"

"A-aku mau minta maaf perihal salah paham tadi siang. Aku sudah nggak sopan sama kamu."

"Sudah kumaafin kan, tadi siang?"

"A-ah.."

"Kenapa belum tidur? Biasanya jam segini sudah tidur?"

"A-ah..., ma-maaf."

Gadis ini benar-benar merasa bersalah. Dari suaranya saja saya sudah tahu. Ia kelelahan. Nampaknya ia masih belum tenang semenjak kemunculan saya tadi siang.

"Udahan minta maafnya. Istirahat."

"Ah iya."

"Yaudah, aku tutup telepo-"

"A-anu, soal pertemuan kita nanti.."

Hm? Ia sudah memutuskan? Menarik. Biasanya kalau Anastasia yang kutahu, ia selalu saja menungguku untuk berinisiatif melakukan sesuatu. Apa ia mulai menunjukkan dirinya yang asli?

...***...

"Kenapa? Sudah ada jadwal? Kamu ada waktu?"

"A-ah, iya. Kamu bisa datang?"

"Tergantung waktu dan tempat."

"Ka-kalau besok gimana?"

"Tempatnya?"

"Kalau tempat gimana kalau kamu yang pilih?"

"Hm? Aku?"

"I-iya!"

Tempat kencan ya? Setahu saya di Balikpapan lumayan ada banyak tempat untuk berkencan, meskipun tidak banyak. Seingatku Bapak dan Mamak ketika masih muda sering pergi ke pantai untuk berkencan.

"Oke, ketemuan di Pantai Melawai gimana?"

"Pa-pantai?"

"Ah, terlalu cepat ya? Kalau gitu mendingan kamu yang pilih."

"A-ah! Ma-maksudku bukan begitu.."

"Aku tak punya tempat berkelas apapun untuk dikunjungi di Balikpapan. Sebaiknya kita lakukan sesuai standarmu dulu."

".........."

Seketika Anastasia terdiam. Ia yang kini terdiam di kamarnya, merunduk tenang dengan eskpresi kosong, mencoba untuk merenungkan perkataanku. Tak lama kemudian, ia mengangkat kepalanya, dan menatap cermin untuk kesekian kalinya. Perlahan, wajahnya mulai menerbitkan senyum percaya diri dan menjawab,

"....... baiklah. Kalau gitu besok aku kirimin alamatnya."

"Oke."

"Ka-kalau gitu makasih. Aku tutup teleponnya ya. Besok kukabarin. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalaam."

Truk!

HP saya sudah berhenti mengeluarkan suara. Saya yang masih berkeringat karena sibuk bekerja sepertinya mulai kembali merasa gugup. Entah sudah berapa lama jantung ini tidak berolahraga. Apa ini sebuah progress yang bagus?

Namun, tetap saja hati ini berharap. Semoga besok semua akan lancar.

"Ayo, Rizky. Semangat," ujar semangat saya dari dalam hati.

^^^Bersambung...^^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!