DUA

Segara memutuskan untuk tidak bertanya soal asap-asap yang ternyata betulan Pamela telan. Ia beralih menanyakan hal lain. “Ada smooking room di setiap ruang kerja masing-masing divisi, kenapa repot-repot datang ke sini?”

Tidak seperti Pamela yang sudah mengisap rokoknya berkali-kali, Segara masih enggan menyalakan miliknya. Benda berwarna putih itu hanya dia mainkan di sela-sela jari diputar-putar, sesekali disentil lalu kembali dia biarkan terdiam seperti semula.

“Kamu sendiri ngapain di sini? Di ruangan kamu yang private itu, kamu malah bisa leluasa mau ngapain aja.” Pamela melirik Segara sekilas. Nampak olehnya ekspresi datar di wajah Segara yang tidak berubah sama sekali.

“Pengap. Aku pusing lihat berkas-berkas di atas meja.” Segara terkekeh.

Pamela hanya mengangguk. Berusaha memaklumi keadaan Segara yang sekarang. Laki-laki itu awalnya hanya menghabiskan waktu untuk mengurus putri semata wayangnya, Mikhaela. Dan sekarang, tiba-tiba saja dia diberi amanah untuk mengurus perusahaan sebesar ini. Wajar jika lelaki itu merasa sedikit tertekan.

“Mikha apa kabar?” tanya Pamela lagi. Tiba-tiba dia teringat pada putri semata wayang Segara yang baru berusia 4 tahun itu. Sudah lama sekali rasanya dia tidak bertemu dengan bocah menggemaskan itu. Terakhir kali mungkin 2 bulan yang lalu, saat dia dan ayahnya datang ke rumah sakit untuk menjenguk Damian.

“She’s good. Nggak pernah rewel walaupun aku sering pulang telat akhir-akhir ini.”

“Kamu butuh pengasuh buat Mikha, nggak?” tawar Pamela tiba-tiba, membuat Segara yang semula menatap lurus ke depan, pada jajaran gedung pencakar langit di seberang mereka, menoleh.

“Aku masih bisa handle.”

Jawaban itu lantas membuat Pamela tergelak. Bodoh memang dia menawarkan bantuan kepada Segara. Dia lupa, bahwa ada satu prinsip hidup yang selalu lelaki itu pegang teguh sedari dulu; selagi bisa dikerjakan sendiri, jangan menyusahkan orang lain.

“Tapi, Mel,”

“Kenapa?”

Hening beberapa saat. Pamela dan Segara saling pandang, sibuk menerka maksud dari tatapan masing-masing. Kontak mata mereka baru terputus saat Segara tiba-tiba mengalihkan pandangannya setelah menghela napas.

Dahi Pamela berkerut, heran sebab tidak biasanya Segara bersikap seperti ini. Segara yang dia kenal selalu mampu mengatakan apapun yang ada di kepalanya secara tegas, tanpa ragu. Tapi kali ini, laki-laki itu terlihat banyak berpikir.

“Heh! Kenapa?” tagih Pamela sambil memukul pelan bahu Segara.

“Nothing “ Segara masih menatap lurus ke depan.

“Nggak jelas banget, deh.” Pamela mendumal. Diliriknya jam di pergelangan tangan kirinya, kemudian gantian dia yang menghela napas. Sudah jam 1 kurang 2 menit. Kenapa waktu terasa cepat sekali berlalu saat dirinya sedang bersama dengan Segara? Seolah semesta memang tidak mengijinkannya untuk berlama-lama menikmati momen berdua dengan laki-laki yang sudah mengisi hatinya sejak bertahun-tahun lamanya itu.

“Aku harus balik kerja. See you, salam buat Mikha.” Pamela mematikan rokoknya yang sisa setengah, membiarkan puntungnya di atas beton pembatas lalu menepuk punggung Segara pelan sebelum berjalan menjauhi laki-laki itu.

Belum sampai kakinya di depan pintu, Segara tiba-tiba memanggil namanya, membuatnya membalikkan badan cepat.

“Jangan keseringan ngerokok, nggak sehat.” Kata laki-laki itu.

Pamela hanya tersenyum sekilas. Ketika ia berbalik untuk melanjutkan langkah, senyumnya seketika pudar. Ada pedih yang merayapi dadanya, membuatnya sesak seakan asap rokok yang dia hisap bermenit-menit lalu baru berefek terhadap paru-parunya sekarang.

Seharusnya dia senang Segara memperingatinya tentang bahaya merokok. Tapi mengingat fakta bahwa lelaki itu peduli padanya hanya sebatas karena mereka berteman, membuat hatinya terasa ngilu. Cinta tak terbalasnya benar-benar menyiksa, dan Pamela masih tidak memiliki keberanian untuk menyatakan perasaannya.

Bodoh! Pamela mengutuk dirinya sendiri—untuk apapun yang sudah dan belum sempat dia lakukan. Langkahnya semakin lebar, menuruni tangga secara terburu-buru sambil berusaha mengusir segala hal yang mengganggu pikirannya.

...****************...

Pukul setengah sembilan malam. Segara masih sibuk dengan berkas-berkas di atas meja. Beberapa menit yang lalu, asisten rumah tangga yang dia titipi untuk menjaga Mikha menelepon, mengabarkan bahwa bocah itu baru saja tertidur. Ada perasaan tidak enak saat Segara lagi-lagi harus membiarkan putri semata wayangnya itu tidur tanpa dirinya. Padahal selama 4 tahun, Segara tidak pernah absen dalam memantau setiap tumbuh kembang sang putri.

Setelah membubuhkan tanda tangan di berkas kontrak terakhir, Segara menutup map berwarna hitam itu dan mulai merapikan satu persatu berkas yang berserakan di atas meja. Gerakan tangannya kemudian terhenti sewaktu matanya tidak sengaja melihat selembar foto yang terselip di antara berkas-berkas yang sedang dia bereskan.

Itu adalah foto mendiang istrinya—Karenina Seruni Halim—yang telah tewas dalam sebuah kecelakaan beruntun 4 tahun lalu, ketika usia Mikha baru menginjak 2 bulan.

Kehilangan seseorang yang disayang untuk selamanya memang selalu meninggalkan bekas luka yang sulit untuk disembuhkan. Begitu juga dengan Segara. Kehilangan Karenina membuatnya seperti kehilangan separuh jiwa. Ia mungkin sudah bertindak nekat dengan menyusul sang istri tercinta kalau saja pikiran warasnya tidak membawanya kembali untuk mengingat nasib Mikha.

“Mikha masih terlalu kecil untuk menjadi yatim piatu. Kamu boleh jadi kehilangan seorang istri, tapi Mikha telah kehilangan seorang ibu yang bahkan wajahnya belum sempat diabadikan dalam memori. Jangan menambah luka baru untuk Mikha.”

Itu adalah kalimat yang Segara ucapkan kepada dirinya sendiri saat sedang terpuruk. Kalimat yang pertama kali ia ucapkan saat hampir saja menghabisi nyawanya sendiri dengan melompat dari jembatan penyeberangan yang sepi.

Waktu itu jam 2 dini hari. Ia menyelinap keluar dari rumah dengan dalih ingin joging dan menitipkan Mikha kepada ibunya, Margaretha. Namun entah bagaimana, dia malah berakhir di atas jembatan penyeberangan dengan isi kepala yang ribut menyuruhnya untuk segera melompat.

Nasib baik pikiran warasnya masih bekerja. Kalau tidak, entah bagaimana nasib Mikha sekarang.

“Kamu bahagia di sana, Sayang?” tanyanya pada sosok Karenina yang tampak tersenyum manis di dalam foto. Mata kecilnya tampak ikut tersenyum saat sudut-sudut bibirnya terangkat ke atas. Cantik. Entah apa ada padanan kata yang lebih tepar untuk menggambarkan sosok Karenina selain kata cantik.

“Mikha tumbuh jadi anak yang cantik dan cerdas. Minggu lalu, dua mulai merengek untuk dibelikan sepeda, tapi aku nggak kasih karena khawatir dia akan jatuh sewaktu main tanpa pengawasan aku.” Ia terkekeh. Mengingat wajah lucu Mikha yang ngambek seharian karena dia menolak membelikan bocah itu sepeda roda 4.

“Dia anteng, tapi kalau udah ngambek, ampun deh ... Sebelas duabelas banget sama kamu, susah dibujuknya.” Adunya sambil terkekeh pelan. Segara selalu berusaha bersikap tegar saat mengajak Karenina mengobrol. Tapi pada akhirnya, senyum palsu itu tetap luntur juga. Ia tidak bisa berbohong bahwa luka atas kepergian Karenina masih begitu basah—dan dia butuh lebih banyak waktu untuk merawatnya.

“Maafin aku, Ren. Maaf karena aku gagal lindungin kamu.” Ia melirih, memegangi dadanya yang kembali terasa sesak.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Zenun

Zenun

Ada duda anak satu nih

2023-04-11

1

Dewi Payang

Dewi Payang

Mmm, rupanya Pamela punya rasa terpendam😊

2023-03-02

5

Dewi Payang

Dewi Payang

ternyata si bos udah punya putri.

2023-03-02

1

lihat semua
Episodes
1 SATU
2 DUA
3 TIGA
4 EMPAT
5 LIMA
6 ENAM
7 TUJUH
8 DELAPAN
9 SEMBILAN
10 SEPULUH
11 SEBELAS
12 DUA BELAS
13 TIGA BELAS
14 EMPAT BELAS
15 LIMA BELAS
16 ENAM BELAS
17 TUJUH BELAS
18 DELAPAN BELAS
19 SEMBILAN BELAS
20 DUA PULUH
21 DUA PULUH SATU
22 DUA PULUH DUA
23 DUA PULUH TIGA
24 DUA PULUH EMPAT
25 DUA PULUH LIMA
26 DUA PULUH ENAM
27 DUA PULUH TUJUH
28 DUA PULUH DELAPAN
29 DUA PULUH SEMBILAN
30 TIGA PULUH
31 TIGA PULUH SATU
32 TIGA PULUH DUA
33 TIGA PULUH TIGA
34 TIGA PULUH EMPAT
35 TIGA PULUH LIMA
36 TIGA PULUH ENAM
37 TIGA PULUH TUJUH
38 TIGA PULUH DELAPAN
39 TIGA PULUH SEMBILAN
40 EMPAT PULUH
41 EMPAT PULUH SATU
42 EMPAT PULUH DUA
43 EMPAT PULUH TIGA
44 EMPAT PULUH EMPAT
45 EMPAT PULUH LIMA
46 EMPAT PULUH ENAM
47 EMPAT PULUH TUJUH
48 EMPAT PULUH DELAPAN
49 EMPAT PULUH SEMBILAN
50 LIMA PULUH
51 LIMA PULUH SATU
52 LIMA PULUH DUA
53 LIMA PULUH TIGA
54 LIMA PULUH EMPAT
55 LIMA PULUH ENAM
56 LIMA PULUH TUJUH
57 LIMA PULUH DELAPAN
58 LIMA PULUH SEMBILAN
59 ENAM PULUH
60 ENAM PULUH SATU
61 ENAM PULUH DUA
62 ENAM PULUH TIGA
63 ENAM PULUH EMPAT
64 ENAM PULUH LIMA
65 ENAM PULUH ENAM
66 ENAM PULUH TUJUH
67 ENAM PULUH DELAPAN
68 ENAM PULUH SEMBILAN
69 TUJUH PULUH
70 TUJUH PULUH SATU
71 TUJUH PULUH DUA
72 TUJUH PULUH TIGA
73 TUJUH PULUH EMPAT
74 TUJUH PULUH LIMA
75 TUJUH PULUH ENAM
76 TUJUH PULUH TUJUH
77 TUJUH PULUH DELAPAN
78 TUJUH PULUH SEMBILAN
79 DELAPAN PULUH
80 DELAPAN PULUH SATU
81 DELAPAN PULUH DUA
82 DELAPAN PULUH TIGA
Episodes

Updated 82 Episodes

1
SATU
2
DUA
3
TIGA
4
EMPAT
5
LIMA
6
ENAM
7
TUJUH
8
DELAPAN
9
SEMBILAN
10
SEPULUH
11
SEBELAS
12
DUA BELAS
13
TIGA BELAS
14
EMPAT BELAS
15
LIMA BELAS
16
ENAM BELAS
17
TUJUH BELAS
18
DELAPAN BELAS
19
SEMBILAN BELAS
20
DUA PULUH
21
DUA PULUH SATU
22
DUA PULUH DUA
23
DUA PULUH TIGA
24
DUA PULUH EMPAT
25
DUA PULUH LIMA
26
DUA PULUH ENAM
27
DUA PULUH TUJUH
28
DUA PULUH DELAPAN
29
DUA PULUH SEMBILAN
30
TIGA PULUH
31
TIGA PULUH SATU
32
TIGA PULUH DUA
33
TIGA PULUH TIGA
34
TIGA PULUH EMPAT
35
TIGA PULUH LIMA
36
TIGA PULUH ENAM
37
TIGA PULUH TUJUH
38
TIGA PULUH DELAPAN
39
TIGA PULUH SEMBILAN
40
EMPAT PULUH
41
EMPAT PULUH SATU
42
EMPAT PULUH DUA
43
EMPAT PULUH TIGA
44
EMPAT PULUH EMPAT
45
EMPAT PULUH LIMA
46
EMPAT PULUH ENAM
47
EMPAT PULUH TUJUH
48
EMPAT PULUH DELAPAN
49
EMPAT PULUH SEMBILAN
50
LIMA PULUH
51
LIMA PULUH SATU
52
LIMA PULUH DUA
53
LIMA PULUH TIGA
54
LIMA PULUH EMPAT
55
LIMA PULUH ENAM
56
LIMA PULUH TUJUH
57
LIMA PULUH DELAPAN
58
LIMA PULUH SEMBILAN
59
ENAM PULUH
60
ENAM PULUH SATU
61
ENAM PULUH DUA
62
ENAM PULUH TIGA
63
ENAM PULUH EMPAT
64
ENAM PULUH LIMA
65
ENAM PULUH ENAM
66
ENAM PULUH TUJUH
67
ENAM PULUH DELAPAN
68
ENAM PULUH SEMBILAN
69
TUJUH PULUH
70
TUJUH PULUH SATU
71
TUJUH PULUH DUA
72
TUJUH PULUH TIGA
73
TUJUH PULUH EMPAT
74
TUJUH PULUH LIMA
75
TUJUH PULUH ENAM
76
TUJUH PULUH TUJUH
77
TUJUH PULUH DELAPAN
78
TUJUH PULUH SEMBILAN
79
DELAPAN PULUH
80
DELAPAN PULUH SATU
81
DELAPAN PULUH DUA
82
DELAPAN PULUH TIGA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!