"Bagaimana kabar, Mbak?" Rara meletakkan tas berisi makanan di atas meja, di antar mereka berdua. Suara jam besuk kali itu lebih sepi dari biasanya.
Seharusnya Rara gak usah bertanya, karena kurusnya tubuh dan tirusnya wajah Sari sudah menjelaskan bagaimana keadaan wanita itu di dalam sana.
Sudah seminggu dia tidak berkunjung, dia harus mencari keadaan yang tepat untuk mengunjungi Sari. Maka hari ini adalah waktu yang tepat. Setelah keberangkatan Ken, Tamara juga ikut pergi. Jadi ruang kosong dan Rara bisa mencuri waktu untuk menjenguk Sari. "Jaga rumah baik-baik!" Hanya itu perintahnya pada Rara sebelum pergi.
Lalu bergegas Rara mengerjakan pekerjaan rumahnya. Dia harus bergegas, sebelum Tamara kembali, dia harus sudah berada di rumah. Miko sengaja dititipkan nya di rumah bude, dekat rumah mereka yang lama.
"Kau bisa lihat sendiri, Mbak berharap lebih baik aku mati saja!" Serunya terdengar putus asa. Tatapan menatap kosong ke arah Rara. Seolah harapan dan juga kebahagiaan tidak ada lagi tersisa baginya.
"Mbak yang sabar ya. Aku akan berusaha mendapatkan pengacara yang handal, Mbak Sari pasti akan bebas dari sini," ucap Rara mencoba menghibur hati Sari. Padahal dia sendiri belum tahu dimana mendapatkan pengacara handal. Tidak sampai disitu masalahnya, kalau pun dia berhasil menemukan nya, dia juga tidak punya uang untuk membayar jasa pengacara itu nantinya.
"Benar, Ra? Kau bisa mengeluarkan Mbak? Dari mana uang buat bayar jasa pengacara?" Tanya Sari sempat bersemangat tapi ketika ingat kalau Rara juga tidak punya, maka dia pun kembali bersedih.
"Mbak tenang aja. Aku kan udah kerja, di rumah artis. Gajinya banyak, Mbak."
Sepanjang ****** pulang, Rara terus berpikir kemana dia bisa mendapatkan bantuan. Apa yang harus dia lakukan untuk mengeluarkan kakaknya.
Ojek online yang membawanya pulang sudah berhenti di depan rumah. Rara pun memberikan uang berwarna biru sekaligus helm pada kang ojek seraya mengucapkan terima kasih.
Di tatapnya rumah itu. Tampak menjulang tinggi. Seandainya dia punya rumah sebesar ini, maka akan dia jual dan hasilnya bisa beli rumah yang lebih kecil dan sisanya untuk mengeluarkan Sari dari penjara.
Huufffh.... Terdengar helaan napas gadis itu yang berat kala membuka gerbang. Hari ini, satpam rumah mereka memang sedang izin tidak masuk. Ingin menghadiri pesta pernikahan Abangnya di kampung, jadi kunci dan gembok gerbang memang dibawa Rara.
Setelah masuk ke dalam rumah, bergegas Rara masuk ke kamarnya lewat pintu samping karena kamarnya memang ada di lantai satu, ruangan sebelah kiri.
Diliriknya jam di atas meja di samping ranjang, sudah pukul dua siang. Dia harus segera membersihkan kamar majikannya karena tadi belum sempat dia bersihkan karena sudah menggebu-gebu ingin bertemu dengan Sari. Sebelum keluar, Rara mematut penampilannya di cermin. Sebenarnya dia risih dengan seragam yang tampak kekecilan itu di tubuhnya, tapi dia tidak punya pilihan selain memakainya sampai seragam barunya yang katanya sedang dipesan Tamara sampai.
Dengan langkah gontai Rara berjalan menaiki satu persatu anak tangga, dengan alat vacuum cleaner.
Ckrek...
"Astaga...," pekik Rara sontak menjatuhkan semua benda yang ada di tangannya, sibuk menutup mulutnya yang menganga, bola matanya membulat kala melihat pemandangan mengerikan di hadapannya ini.
"Rara!" Seru Tamara tak kalah kagetnya. Bola matanya juga seolah ingin melompat keluar kala melihat sosok Rara yang ada di depannya.
"Nyonya, tubuh Anda," ucap Rara dengan suara tercekat.
Sadar akan ketelanjangan, Tamara segera menarik selimut yang ada di dekat kakinya.
"Kamu bilang di rumah ini gak ada orang, tapi dia?" Pekik pria yang juga tidak jauh berbeda dengan Tamara, tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya. Spontan dia menutup miliknya yang masih mengacung dengan kedua telapak tangannya.
"Aku... Aku juga gak tahu. Aku lupa kalau udah punya pelayan," jawab Tamara menatap pemuda itu, lalu beralih kembali pada Rara.
"Bodoh! Segera urus itu!" Hardik pemuda itu kembali yang tampaknya punya power untuk memerintah Tamara.
Hanya dengan handuk melilit di tubuhnya, Tamara menarik Rara keluar dari kamar itu. Terlihat wajahnya begitu pucat, dan tentu saja sangat ketakutan.
"Kau... Kau... Melihat semuanya?" tanya Tamara ragu-ragu.
"Apa Nona tidak lihat aku punya mata, dan aku sudah berdiri di depan kalian saat sedang saling menindih!" jawab Rara ceplas-ceplos. Dia tidak menyangka kalau majikannya itu sudah berselingkuh di belakang suaminya. Parahnya, Tamara bermain api di ranjang mereka, tempatnya bersama suaminya berbagi peluh kasih.
Dia paling benci melihat wanita yang berselingkuh, mengingatkannya pada... pada ibunya yang juga meninggalkan mereka demi ikut dengan pria lain.
"Ssssttt.... kecilkan suaramu," bisik Tamara dengan meletakkan telunjuknya di bibir Rara.
"Kenapa Anda melakukan itu, Nona? Padahal tuan Ken baik dan sangat perhatian pada Anda. Rumah tangga kalian juga terlihat sangat bahagia. Namun, Anda tega sekali mengotorinya dengan perselingkuhan!"
Tamara ingin sekali menampar wajah Rara atau menjahit bibir gadis itu karena sudah bicara terlalu banyak. Namun, dia urungkan niatnya. Selain karena masih butuh tenaga Rara yang dirasanya sudah pas mengurus rumah dan keperluan rumah tangganya, kini Rara juga sudah memegang rahasianya.
"Aku mohon, jangan hakimi aku. Ra, kau gak akan cerita dengan Ken, kan? Aku... Aku akan memberikan mu uang yang banyak, asal kau tutup mulut!" pinta Tamara dengan suara lembut membujuk Rara untuk berada di pihaknya.
"Anda tenang saja. Aku gak akan bilang apapun pada Tuan Ken, karena itu urusan rumah tangga kalian. Hanya saja sebagai sesama wanita, aku mengutuk perbuatan Anda, Nona. Aku akan diam, asal Anda janji, akan pisah dari pria yang memiliki tato anjing di dekat pusatnya itu," jawab Rara memberikan penawaran.
Kembali bola mata Tamara membulat sempurna. Rara berarti banyak melihat mereka di dalam kamar tadi, terbukti, dia bahkan sampai tahu ada tato anjing di tubuh Jon.
"Iya... Aku janji. Tapi kau juga harus pegang janjimu. Ini hanya akan jadi rahasia kita berdua," jawabnya cepat. Tamara begitu saja membuat persetujuan atas permintaan Rara, yang terpenting dia bisa aman.
"Aku janji, Non."
***
"Bagaimana?" serbu Jon kala Tamara sudah membuka pintu kamar dan segera masuk. Pria itu sudah tampak memakai semua pakaiannya dan bersiap untuk pergi.
"Aku sudah mengancamnya. Dia tidak akan buka mulut, kau jangan takut, Sayang," ucap Tamara melingkarkan kedua tangannya di pinggang pria itu.
"Aku kan sudah bilang tadi, sebaiknya kita main di hotel atau apartemen ku aja. Kau memaksa ingin main di ranjang ini!" hardik pria itu mencoba melepaskan pelukan Tamara, tapi gadis itu justru mengeratkan pelukannya lagi.
"Aku minta maaf. Tapi kita sudah biasa 'kan main di sini. Kau tahu, ketika bercinta di ranjang ini, aku mendapatkan sensasi yang luar biasa. Ada kepuasan yang aku rasakan, seolah suamiku bisa melihatku disetubuhi olehmu, dan itu membuat gairahku semakin terbakar!"
*
*
*
Mampir dong, please.... makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Khairul Azam
ada kelainan ini si tam tam ini, gak apalah klo rara menyambut rasa nya si ken
2024-10-18
0
Yanti Damay
tamara sakit jiwa
2023-05-02
0
fifid dwi ariani
trus sehat
2023-04-07
0