Tatapan tajam Tamara seolah menguliti tubuh Rara. Dia sudah berpakaian rapi, bahkan kemejanya untuk kuliah lah yang dia pakai. Walaupun kemeja itu dia beli dari barang bekas, tapi masih bagus dan layak pakai.
"Maaf, Bu. Saya...," ucapnya tersenyum kaku.
Rara memang sering melihat Tamara di layar kaca, wanita itu selalu pasang wajah senyum, santun dan cantik, jauh dari gosip apa lagi kesan sombong. Namun, hal itu tampaknya hanya sajian di layar kaca, karena aslinya, Tamara memang sombong. Lihat saja bagaimana cara dia menatap jijik pada Rara dan juga Markonah.
Sebenarnya, Tamara tanpa sengaja bertemu dengan Bu RT ketika pulang beberapa hari lalu, dan tidak sengaja mengatakan membutuhkan pembantu.
Pelayannya yang lama sudah kabur bersama kekasihnya, bahkan membawa sejumlah uang cash yang ada di lemarinya.
"Jadi, Mbak Tamara butuh asisten rumah tangga?" tanya Bu RT memahami kesusahan di hati Tamara yang mengeluh karena belum mendapatkan pelayan baru.
"Benar, Bu. Siapa tahu ibu ada tahu, bisa suruh datang ke rumah saya, tapi saya butuh cepat ya Bu. Soalnya rumah udah berantakan gak diurus selama seminggu ini," jawabnya mencoba ramah.
Memang tidak mudah mendapat pekerjaan di komplek elit seperti itu walau hanya sekedar pembantu. Biasanya mereka akan menghubungi agen penyalur pembantu, yang bisa dipercaya. Namun, kali ini Tamara jera menghubungi pihak penyalur, karena terbukti pelayan yang mereka rekomendasikan ternyata pencuri. Jadi, wanita itu memutuskan untuk bertanya pada tetangganya saja. Bisa dilihat, setiap pagi saat dia berangkat kerja, banyak para pelayan di komplek itu yang berkerumun pada gerobak tukang sayur, dan orangnya itu-itu saja, tidak ada yang jahat dan tidak setia.
"Baik'lah Mbak, nanti saya tanyakan pada pelayan saya, si Markonah ya," jawab Bu RT.
"Kamu udah pernah bekerja sebagai pelayan sebelumnya?" tanya Tamara sinis. Dia tidak mau mempekerjakan seorang amatiran, karena bagi Tamara, dia sangat memperhatikan kebersihan dan keteraturan rumahnya. Terlebih dia mau pembantu yang juga bisa melayani kebutuhan suaminya yang sedikit bicara dan sangat keras.
"Maaf, Bu. Belum, tapi saya biasa bersih-bersih di rumah, pernah juga bantu kakak saya bekerja di rumah majikannya dulu," sambar Rara. Dia tidak boleh kehilangan pekerjaan ini. Markonah sudah mengatakan berapa gaji yang akan di dapat, dan itu lebih dari cukup untuknya dan juga Miko.
"Tapi... kamu jujur'kan? Begini ya," ucap Tamara yang sedikit tidak enak hati karena pertanyaan yang terlalu spontan. "Sebelumnya, saya punya pelayan, dan pada akhirnya dia kabur membawa uang saya. Jadi, kamu pasti paham, kalau saya harus lebih teliti dan selektif memilih pelayan," lanjut Tamara.
Rara mencoba tersenyum. "Iya, Bu. Gak papa. Insyaallah, saya jujur, dan akan menjaga kepercayaan ibu," jawab Rara dengan lembut.
Tamara mengangguk. Kemudian dia ingat ada yang mengganggu pikirannya. "Terus itu, kamu jangan panggil saya Ibu, ketuaan buat saya. Panggil Nyonya, atau Non saja," jawabnya memberi pilihan.
"Baik, Non," jawab Rara memilih jawaban itu. Lagi pula dia tahu itu yang diinginkan Tamara, terbukti seutas senyum membingkai bibirnya.
"Baik'lah kalau begitu, aku menerima mu bekerja di sini. Sembari waktu berjalan, aku akan menuliskan beberapa peraturan dan apa saja pekerjaan mu. Apa yang boleh dan tidak kau lakukan di sini. Gajimu setiap bulan tiga juta rupiah selama masa uji coba," lanjut Tamara.
Wajah Rara berubah cerah. Dia tidak menyangka kalau gajinya hampir senilai umr di kota ini. Padahal tadi Markonah mengatakan kalau gajinya berkisar dia sampai dua setengah juga sebulan, nyatanya dia menadapat lebih.
"Wah, selamat Ra. Kamu beruntung punya majikan baik seperti Non Tamara," timpal Markonah ikut senang. Tamara yang mendengar pujian Markonah semakin melambung. Setidaknya, dia tidak perlu mengundang wartawan dan melakukan tindakan amal guna mengangkat citranya sebagai artis berakhlak yang baik.
"Ada lagi yang mau kamu tanya'kan?"
"Maaf, Non, saya boleh minta sesuatu sama Nona. Maaf kalau saya terkesan ngelunjak," jawab Rara sedikit gugup, meremas jemarinya.
Tamara tampak memicingkan mata, menatap ke arah Rara, ada rasa tidak senang di sana. Namun, dia memilih ingin mendengarkan terlebih dulu apa permintaan gadis itu. "Katakan!" serunya dengan dagu terangkat.
"Mmm.. Non, boleh'kah, saya membawa anak saya untuk tinggal di sini?" tanya Rara masih gugup.
"Anak?" pekik Tamara. Dia tadi hanya menanyakan perihal nama dan juga asal Rara, lupa bertanya perihal status gadis itu.
Rara menoleh pada Markonah dengan ketakutan. Mengakui Miko sebagai puteranya adalah gagasan Markonah, agar diizinkan, karena ada pembantu di komplek itu yang juga membawa anaknya untuk bekerja.
Dengan lemah Rara mengangguk.
Untuk sesaat Tamara memandang ke arah Rara. Dari kacamata dia bisa menilai kalau Rara masih sangat belia untuk punya anak. "Kau sudah punya anak? Lalu kalau kau bekerja dan tinggal di sini, bagaimana dengan suamimu?"
Glek!
Susah sekali untuk menelan salivanya. "Sudah berpisah, Non." Akhirnya Rara bisa kembali menemukan lidahnya, sembari meminta maaf karena sudah berbohong pada Tamara.
Lama Tamara diam. Berganti mengamati Rara dan juga Markonah. Tentu saja dia tidak mau menerima wanita yang sudah punya anak dan sekaligus membawa anaknya untuk tinggal di rumahnya ini. Selain karena tidak suka rumah berantakan dan bising, gaduh oleh suara anak-anak, pada dasarnya, Tamara memang tidak menyukai anak-anak!
Namun, kalau dia tidak menerima Rara, dia yang akan kerepotan mengurus keperluan Kenzio, suaminya. Dua Minggu tidak punya pembantu, lihat saja sudah rumahnya sudah seperti kapal pecah, berantakan dimana-mana. Selain itu dia juga jadi tidak leluasa untuk berpesta lewat tengah malam bersama teman-temannya, karena harus pulang guna menyiapkan keperluan suaminya keesokan harinya.
Begitulah, susah susah gampang mencari pelayan, terlebih yang pas di hati sang majikan. Merasa tidak punya pilihan lain, akhirnya Tamara memutuskan untuk menerimanya.
"Baiklah, dengan satu syarat. Anakmu hanya boleh berkeliaran di dapur dan juga taman belakang. Jangan sekalipun masuk ke ruang tengah, apalagi rumah tamu. Aku gak mau dengar suara berisik, menangis atau pun kegaduhan apapun di dapur. Kalau bisa selama aku dan suami ada di rumah, jangan anakmu kurung saja di dapur!" serunya tajam.
Kali ini, Rara yang saling adu pandang dengan Markonah seolah meminta pendapat dari sahabatnya itu. Lalu setelah Markonah mengangguk Rara pun mengungkapkan persetujuannya atas syarat yang diberikan oleh Tamara.
"Baiklah kalau begitu. Kau boleh pulang dan besok pagi kau sudah harus masuk kerja, kalau bisa pukul 06.00 pagi kau sudah ada di sini karena aku pasti akan sangat membutuhkan bantuanmu," lanjut Tamara.
Rara kembali hanya bisa mengangguk sopan sebagai jawabannya. Dia bersyukur karena akhirnya mendapatkan pekerjaan itu. Tidak lama, setelah Tamara menjelaskan apa saja yang menjadi tugas pokoknya, Rara dan Markonah pamit pulang.
Tepat saat di pintu ke luar, mereka berpapasan dengan Kenzio yang baru pulang, dan untuk persekian detik, tatapan Rara dan calon majikan terkunci dalam satu titik lurus yang akan mendatangkan banyak cerita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
rosida sitohang
mantap
2023-05-02
0
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-04-07
0
Hasrie Bakrie
Mending duitmu di curi Tamara, daripada lakimu yg dicuri ee
2023-03-29
0