3 Bulan sebelumnya,
"Tolong, Pak. Lepaskan Mbak saya," ucap Ratna, yang biasa dipanggil Rara, gadis 19 tahun, mahasiswa cantik mengandalkan beasiswa. Air matanya sejak tadi tidak hentinya berderai kala dua orang polisi menyerbu masuk ke dalam rumahnya untuk membawa kakaknya ke kantor polisi, karena mendapat laporan dari majikannya bahwa wanita itu sudah mencoba melakukan pembunuhan.
"Tolong, Pak. Mbak saya gak bersalah, lepaskan, Pak," kembali Rara memohon tapi tetap saja pria tinggi tegap dengan seragam sangarnya itu menarik paksa Sari untuk ikut bersama mereka.
Miko, keponakan juga terus memegang ujung baju ibunya, tidak mengizinkan sang ibu dibawa darinya. Kini bocah lima tahun itu menangis sesunggukkan dalam pelukan Rara, melihat kepergian ibunya dari sisi mereka.
Kesedihan Rara seolah tidak ada putusnya. Baru seminggu lalu dia kehilangan ayahnya, satu-satunya orang tua yang mereka punya, dan kini kakak nya juga harus menderita dibalik penjara.
Rara mencoba menghubungi beberapa temannya yang mungkin bisa membantu, atau memberi saran, apa yang harus dia lakukan agar bisa membebaskan Sari dari penjara. Namun, tidak satupun dari mereka memberikan kepastian, hanya mengatakan sabar dan akan mencoba menghubungi sanak saudara mereka yang pengacara.
Rara tahu, dia tidak mungkin berpangku tangan. Dia dan Miko butuh makan. Belum lagi rumah yang mereka tempati sudah akan diambil oleh pemiliknya. Saat ayahnya masih hidup dan menjalani perawatan di rumah sakit, mereka sepakat menjual ruang petak kecil itu guna pengobatan sang ayah, dan memohon pada pemilik rumah untuk memberikan mereka tenggang waktu mencari kontrakan.
Kini semua sia-sia. Rumah, satu-satunya harta yang mereka miliki sudah terjual demi pengobatan sang ayah selama enam bulan lamanya di rumah sakit, tapi tetap, yang Maha Kuasa berkehendak lain, memanggil ayahnya.
Baru saja memikirkan perihal tempat tinggal dan mencari pekerjaan, wanita pemilik rumah sudah datang mengingatkan dirinya untuk segera mengosongkan rumah itu.
"Saya kasih waktu tiga hari untuk mengosongkan rumah ini!" ujar wanita bertubuh gemuk itu sebelum meninggalkan rumah Rara.
Selepas kepergian si pemilik rumah, Rara hanya bisa duduk termangu memikirkan langkah selanjutnya. Sudah jelas dia tidak akan bisa melanjutkan kuliahnya. Dia harus bekerja untuknya dan Miko, serta berjuang untuk membebaskan kakaknya.
Rara sadar, akan sangat sulit mencari pekerjaan di ibukota ini, terlebih hanya mengandalkan ijazah SMA.
"Apa yang harus aku lakukan Tuhan? Kemana aku akan mencari kerja dalam tiga hari ini?" batinnya dengan tatapan kosong, menatap anak-anak kecil bermain di halaman rumahnya.
Miko sudah mau bermain, walau tidak ada keceriaan seperti dulu.
"Kenapa melamun? Bagaimana perkembangan kasus Sari? Bude percaya kakak kamu itu gak bersalah. Dasar aja majikannya itu yang gila. Bisa saja suaminya yang justru menggoda Sari," ucap Bude Yati, tetangga sebelah rumah yang sangat baik pada mereka.
Seminggu setelah kepergian Sari, wanita itu sering kali mengantarkan makanan untuknya dan juga Miko.
"Eh, iya Bude. Makasih udah baik sama kita, udah percaya Mbak Sari itu orang baik," jawab Rara menghapus air matanya. Setiap ada yang membahas Sari, Rara pasti akan sedih dan tidak bisa menahan laju air matanya.
"Tadi Bude dengar, yang punya rumah datang, jadi gimana rencana mu selanjutnya?"
Belum sempat menjawab, Markonah yang juga tetangga sekaligus teman sekolah Rara sewaktu sekolah dasar dulu datang ke rumahnya.
"Konah, kamu ke sini," sapa Rara mencoba tersenyum.
"Iya, aku ke sini mau menawarkan kerjaan. Kemarin malam kamu chat tanyain kerjakan, Toh? Aku ada, kalau kamu mau, tapi ya itu, cuma jadi ART, alias babu rumah tangga orang kaya," terang Markonah dengan aksen nyablaknya.
"Wah, kebetulan' kan, Ra. Saran Bude kamu terima aja. Semua pekerjaan itu halal. Baik itu kantoran atau pun pelayan, yang penting kita bisa melakukan dengan ikhlas, biar uangnya juga halal," ucap Bude memberi nasehat.
Benar kata mereka, Rara tidak punya pilihan lain. Dia harus bekerja, dan kalau harus menjadi pelayan, kenapa tidak? Toh, itu pekerjaan halal, terhormat. Kakaknya juga pelayan, walaupun mendapatkan majikan yang salah. Namun, Rara yakin, tidak semua majikan itu jahat.
"Gimana, Ra? beliau butuh cepat. Kalau kamu gak mau, aku kasih ke orang lain. Soalnya harus hari ini aku bawa orang. Enak loh bekerja di komplek perumahan elit, gajinya besar, dapat fasilitas tepat tinggal layak. Apa lagi rumah tempatmu bekerja nanti ini, hanya berisi dua orang, suami istri yang belum punya anak. Mereka juga jarang di rumah, jadi kamu gak akan sibuk. Coba, kurang enak apa. Mau gak?" papar Markonah tetap mendesak Rara untuk memberi jawaban.
Rara diam sejenak. Mengingat dia mendapat tempat tinggal, Rara setuju. Sebenarnya hati kecilnya takut kalau apa yang menimpa Sari juga akan terkena padanya. Namun, dia tidak punya pilihan lain, selain menerima tawaran ini.
"Aku mau, Konah, tapi apa boleh aku bawa Miko? Aku gak mungkin meninggalkannya sendiri, lagi pula harus ku bawa kemana dia?" tanya Rara berharap.
"Kalau itu sebaiknya kau omongkan saja sama mereka. Kalau mau, bersiap'lah. Aku akan membawamu ke sana," ucap Markonah lagi.
"Sudah, Ra. Kamu pergi saja. Biar Bude yang jaga Miko sementara waktu. Mudah-mudahan, majikanmu mau mengizinkanmu membawa Miko," sambar Bude.
Merasa mendapat dukungan, Rara akhirnya mantap ingin ikut dengan Markonah menemui calon majikannya.
***
Rumah berlantai dua itu memang sangat luas dengan taman yang begitu indah, dan kata Markonah, kebun itu sudah ada yang mengurus, ahli tanaman yang dipekerjakan oleh si pemilik rumah.
"Siang, Pak Komar. Aku ada janji sama Bu Tamara, mau mengantar pelayan barunya," ucap Markonah tersenyum genit. Sahabat Rara yang sudah lama menjanda itu tersenyum genit pada sang satpam yang membukakan pintu setelah mereka menelan bel tadi.
"Oh, silakan masuk, Konah. Makin cantik aja kamu," balas si satpam jelalatan, memperhatikan bagian dada Markonah yang membusung tinggi. Kadang Rara berpikir, apakah sahabatnya itu tidak lelah membawa 'gunung' sebesar itu, terlebih dia memakai pakaian yang ketat.
Keduanya segera masuk, dan menunggu dengan sopan di ruang tamu, setelah Komar memberitahukan pada Tamara kedatangan mereka.
Setelah 10 menit berlalu, barulah pemilik rumah datang. Sosok cantik dan anggun yang sering Rara lihat warna Wiri di televisi.
Saat di perjalanan tadi, Markonah memang sudah memberitahukan padanya, bahwa calon majikannya adalah artis terkenal.
"Pokoknya, kalau kamu diterima bekerja di sana, Kamu beruntung banget, Ra. Majikanmu artis, kamu pasti bangga bekerja sama dia." Begitulah Markonah menyampaikan secara berapi-api.
"Selamat siang, jadi siapa diantara kalian yang akan menjadi pelayan di rumah saya?"
*
*
*
Mampir gais
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
rosida sitohang
semangat
2023-05-02
0
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-04-07
0
GeL
Makasih kak
2023-03-29
0