"Yahh.. Papa kok gitu. Kan kita pengen di antar sama om Parlan. Kita kangen sama adek gemes. Apa ngga bisa om Parlan di suruh pulang dulu? " Kedua anak itu terlihat murung. Hingga akhirnya sebuah suara membuat mereka menjatuhkan ponselnya, dan akhirnya mati.
"Mamaaaa... Tolong.. Mama.. Papa... Bibi toloong" Kedua gadis itu berloncatan di atas ranjang layaknya naik trampolin. Tak lama kemudian beberapa pelayan rumah datang. Beserta Miana yang berada di paling belakang.
"Mamaa... Tolong kita! " Dara menjerit sedangkan Jelita hanya mampu menangis.
"Dara... Jangan bergerak. Tetaplah disana supaya aman! " Miana merasa gugup dan bingung. Pasalnya iya tak tahu dari mana datangnya seekor ular berbisa di dalam kamar anak-anaknya.
"Mama.. Kita takut. Tolong" Suara kedua bocah itu merendah. Sedangkan ular itu terus merayap untuk mendekat ke arah ranjang.
"Cepat, lakukan sesuatu! " Miana yang merasa anak-anaknya terancam, segera menyuruh mereka yang berada di sana melakukan sesuatu. Hingga akhirnya, iya sendiri harus bertindak.
Di Kamar 901, Hotel Megah Lestari.
"Kenapa? Sudah dimatikan? " Atika mendekat dan menanyai Tiyo.
"Ngga tahu kenapa, tiba-tiba mati" Jawab Tiyo sambil memandang layar ponselnya yang masih menyala.
"Palingan mereka marah, ngambek gara-gara hal sepele" Atika berkata dengan sewot.
"Lagian kenapa sih kok ngga nyuruh si Parlan pulang aja, Biar mereka seneng. Kan ngga sulit nyuruh si Parlan kembali" Nada ketus yang diucapkan oleh Tika membuat Tiyo menoleh tajam ke arahnya.
"Kamu mau Miana curiga. Aku bilang kalau ada pekerjaan ke luar kota" Suara dingin Tiyo mampu membungkam Tika.
"Ooh... Ya maaf. Kan aku ngga tahu sayang kamu kamu beralasan seperti itu" Kini Atika kembali merayu Tiyo.
Di Rumah
Di ambilnya tongkat yang berada di belakang pintu. Dengan segera Miana memukul binatang melata itu dengan keras. Hingga akhirnya ular itu mati mengenaskan dengan kepala yang sudah hancur tak berbentuk lagi.
"Mamaa..." Dara dan Jelita langsung berlari memeluk Miana. Tangis mereka pecah dalam pelukan sang malaikat yang selalu melindunginya, yaitu sang Ibu.
"Sudah sayang, sekarang kalian aman. Tidak ada lagi bahaya. Ular itu sudah mati" Miana mencoba menenagkan anak-anaknya.
"Tolong, buang bangkai ular itu. Sebelumnya hancurkan dulu untuk memastikan jika dia benar-benar mati" Begitu Miana selesai bicara, seorang satpam datang dengan membawa peralatan untuk membuang ular itu. Miana keluar sambil menggendong Jelita dan menggandeng Dara. Membawa kedua putri tersayang ke kamarnya.
"Mama... Kenapa ad aular di kamar kita. Kan bibi selalu membersihkan kamar" Pertanyaan Dara membuat Miana bingung. Pasalnya iya juga tak tahu dari mana asal usul ular berbisa tadi berasal. Dengan segera iya memanggil seseorang.
"Tolong kesini ya pak! " Panggilan pun berakhir dan Miana meletakkan ponselnya kembali. Tak berselang lama, seseorang datang.
"Nyonya" Panggil lelaki paruh baya yang kini sudah berada di depan pintu kamarnya.
"Sudah di buang tadi ularnya? " Miana bertanya.
"Sudah nyonya, saya sudah membakarnya" Jawab Tukang kebun petugas kebersihan.
"Oke... Terimakasih" Setelahnya lelaki itu undur diri.
"Sayang, kalian dengar kan. Sekarang keadaan sudah aman. Kita lihat ke kamar kalian dulu ya" Ajak Miana ke ke dua putrinya. Namun kedua gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Kita lihat bersama-sama. Kalau misalnya masih ada apa-apa, mama yang akan melindungi kalian seperti tadi" Miana terus membujuk putrinya. Hingga akhirnya, Miana mampu menenangkan hati anak-anaknya.
Ragu-ragu untuk melangkah masuk kedalam kamarnya sendiri. Dara dan Jelita melongokkan kepala ke dalam kamar. Memastikan jika kamar mereka aman. Miana tersenyum melihat keraguan di hati kedua putrinya.
"Sudah aman... Ayuk kita masuk! " Miana menarik kedua lengan kecil yang begitu bersih tanpa noda itu.
"Ma, aku masih takut. Nanti kalau ularnya masuk lagi bagaimana? " Jelita masih ragu untuk melangkah. "Baiklah, mama akan memeriksa untuk kalian. Tunggulah sebenatr disini dan jangan kemana-mana! " Miana kembali masuk ke dalam kamar anak-anaknya. Namun iya tidak lupa membawa tongkat yang iya gunakan tadi.
Beberapa saat berlalu. Setelah memeriksa dan memastikan bahwa sudah tidak ada bahaya yang mengancam anak-anaknya. Miana kembali keluar. Namun sebelumnya iya sudah mengembalikan tongkat yang iya pegang ke tempat semula. Yaitu di belakang pintu.
"Dara, Lita... Masuklah sayang. Tidak ada apa-apa disini. Keadaan sudah aman" Miana kembali memanggil kedua anaknya.
"Bener ya ma, sudah aman" Keraguan masih hinggap di benak kedua gadis lugu itu.
"Mama sudah pastikan sayang. Keadaan sudah aman" Miana tersenyum. Dan akhirnya kedua putrinya sudah masuk kr kamar mereka.
"Sudah jam 6 kurang. Kalian harus segera bersiap untuk ke sekolah. Buku-buku sudah dipersiapkan semuanya kan? " Miana bertanya kepada anak-anaknya. Dan mereka berdua mengangguk.
"Tadi papa bilang gimana nak? " Miana ingin tahu bagaimana respon suaminya saat tahu jika anak-anaknya membutuhkan sesuatu.
"Papa bilang kalau om Parlan sedang bekerja. Dan kita disuruh nganter sopir yang lain" Jelita menjawab dengan bibir yang di manyunkan. Dalam hati Miana bertambah hancur disaat tahu jika suaminya lebih mementingkan wanita lain daripada dirinya dan anak-anak.
"Oh, ya sudah sayang. Hari ini mama akan antar kalian sekolah. Terus nanti sepulang sekolah kita jenguk dedek gemes ke tempatnya. Bagaimana? " Demi membuat anak-anaknya tidak merasa lecewa, Miana mengajak mereka untuk menuruti apa yang anak-anaknya inginkan.
"Horeee.. Hore..." Riuh sorak gembira terdengar jelas dari bibir kecil dua gadis yang tak tahu apa-apa itu. Gadis yang sebentar lagi kemungkinan besar akan kehilangan kebahagiaan yanh berupa sosok ayah kandungnya. Membayangkan saja membuat Miana bergidik ngeri. Hampir saja air matanya menetes. Namun iya memaksa air mata itu berhenti. Kebahagiaan putrinya adalah nomor satu.
"Mama, nanti kita bawa apa ke rumah dedek gemes? " Jelita yang begitu antusias merencanakan membawakan sesuatu untuk Devan. Anak dari Parlan yang sudah menjadi Piatu. Karena saat melahirkan, istri Parlan tidak dapat di selamatkan. Kehilangan banyak darah adalah cara istri Parlan kembali ke sang Ilahi. Menghadap disaat berjihad untuk melahirkan seorang putra tampan. Insya Allah syurgalah tempatnya. Dan kini, Devan diurus oleh seorang baby sitter.
"Nanti sepulang sekolah kita sama-sama cari oleh-oleh untuk dedek gemes ya" Miana dengan bersemangat pula mengatakan hal tersebut.
"Oke maa, siaap" Kedua bocah itu kembali dalam rasa bahagia. Dan getir yang dirasakan oleh Miana saat memandang kedua putrinya semakin terasa.
"Bagaimana mungkin mas Tiyo mampu menyakiti ke dua putrinya sendiri. Sedangkan mereka tidak tahu apa-apa. Semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian nak... Aamiin" Miana menutup matanya menghilangkan perih di dada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments