Miana segera menghubungi Parlan Lewat sambungan telepon.
"Parlan... Kamu tadi kenapa langsung datang ketika aku telepon. Padahal aku sedang tidak bisa berfikir dengan baik" Suara serak Miana terdengar dari seberang telepon milik Parlan.
"Saya sudah melihat semuanya nyonya. Tuan Tiyo tidak pantas menyakiti anda. Anda terlalu baik" Parlan mengutarakan isi hatinya.
"Tapi, bagaimana kalau Tiyo tau kamu tadi mengantarkan aku pulang? " Miana merasa khawatir.
"Nyonya tenang saja, Tuan tidak mengetahui" Parlan sebisa mungkin bersikap normal. Inilah yang disukai oleh Miana dari dalam diri Parlan. Seorang sopir yang sudah seperti kakak laki-lakinya. Selalu melindungi Miana. Karena Parlan adalah anak dari sopir sang ayah. Sebenarnya ayah Miana, Agung Sandika sudah menyuruh Parlan untuk bekerja di perusahaan, namun iya menolak karena lebih memilih menjadi sopir pribadi Miana.
"Nyonya tidak apa-apa? " Parlan menanyakan keadaan Miana.
"Kamu tenang saja, aku baik-baik saja" Miana menarik nafas dalam meringankan beban di fikirannya.
"Sebenarnya sudah beberapa minggu yang lalu saya memberitahu nyonya, tapi anda tidak menghiraukan. Dan anda lebih percaya kepada tuan Tiyo daripada saya" Parlan mengatakan penyesalannya, juga untuk penyesalan atas kebodohan Miana.
"Sudahlah... Kamu paham kan bagaimana aku" Miana pun terdengar begitu merasa bodoh.
"Kamu awasi saja mereka. Aku akan tetap berpura-pura tidak tahu apa-apa" Kini Miana mulai bisa berkata dengan suara jelasnya.
"Sebenarnya tuan Tiyo menyuap saya sebagai uang tutup mulut nyonya, dan uang itu masih ada. Saya tidak menyentuhnya sama sekali" Parlan melanjutkan obrolannya.
"Bisa ngga jangan panggil nyonya. Kamu sedari dulu selalu sulit dibilangi" Miana merasa kesal atas panggilan sopirnya tersebut. Mereka sudah bersama sejak kecil, namun Parlan masih juga menjaga jarak, tak seperti Miana yang sudah menganggap Parlan sebagai saudaranya sendiri. Dan orang tuanya tak mempermasalahkan itu. Lain halnya dengan Atika. Yang selalu pemilih dalam mencari teman.
"Jangan mengurusi hal sepele nyonya. Bagaimana pun juga, saya ini hanya seorang sopir" Parlan pun tetap merendah walaupun sudah dianggap saudara.
"Terserahmulah..." Seperti biasa, Miana pun terdengar menyerah dengan sikap dingin dan keras kepala sopirnya.
"Jangan terlalu difikirkan, saya akan membantu nyonya. Tuan sudah keluar, saya matikan dulu" Tanpa menunggu persetujuan dari Miana, panggilan pun terputus.
"Dasar... Parlan... Tapi, mau kemana lagi Tiyo? Ini sudah benar-benar larut. Dan si Parlan juga belum istirahat" Gumamnya sendiri sembari meletakkan ponselnya. Miana merasa lelah sekaligus rasa kantuk tiba-tiba menyerang.
"Kita kembali ke hotel! " Sambil membukakan pintu mobil, Parlan mendengar suara Tiyo. Setelah keduanya masuk, Parlan pun juga masuk ke kursi kemudi. Melajukan mobilnya dengan perlahan. Dan tak menunggu waktu lama, mereka telah kembali ke hotel.
"Kamu duluan ya sayang, aku mau urus si Parlan terlebih dahulu" Bisik Tiyo didekat telinga Tika.
"Oke" Tika pun keluar dari mobil dan menunggu Tiyo. Setelah dirasa Tika menutup mobilnya dengan rapat, Tiyo kembali mengatakan kepada Parlan.
"Ini ada sedikit uang untuk kamu. Rahasiakan apa yang kamu lihat. Dan lagi, anggap semua ini tidak pernah terjadi" Sebuah amplop coklat dengan isi yang lumayan tebal di letakkan oleh Tiyo disamping Parlan. Tak ada jawaban dari Parlan karena Tiyo langsung keluar tanpa menunggu jawaban. Setelah dua orang itu berjalan masuk melewati lobby hotel, Parlan menginjak gas. Iya kembali ke tempatnya sendiri. Sebuah apartment yang tak terlalu jauh dari sana yang selama ini menjadi tempat tinggalnya.
Pagi telah menjelang, setelah melaksanakan kewajibannya, Miana segera menghampiri kedua putrinya. Dara dan Jelita. Dipandangnya dalam-dalam gadis gadis yang masih berusia 7 dan 9 tahun itu. Tak terasa air matanya menetes. Dan disaat yang bersamaan, seorang ART mendatangi Miana dengan membawa ponselnya.
"Maaf nyonya, ini tuan Tiyo mencari anda" Dengan menunduk ART tersebut memberikan ponsel kepada Miana.
"Terimakasih" Dengan mengambil ponsel dari tangan ART didepannya, Miana berucap.
"Keluarlah! " Miana memerintahkan pelayan tersebut untuk keluar kamar karena tak ingin ada yang mendengar pembicaraannya.
"Baik nyonya, saya permisi" Art itupun segera berlalu. Miana menarik nafas dalam-dalam, membuat sikapnya senormal mungkin. Iya tak ingin Tiyo tahu jika dirinya sudah mengetahui segalanya. Dengan perlahan, Miana memencet nomor dan memulai panggilan dengan suaminya.
"Selamat pagi sayang..." Suara Tiyo menggelegar bagaikan petir yang menghantam hati Miana.
"Masih bisa membual juga dia" Gumam Miada dalam hati.
"Hmmm, pagi juga. Bagaimana perjalananmu? " Miana memulai pertanyaan. Apakah suaminya akan berkata dengan apa adanya, atau malah akan menutupi semuanya.
"Lancar sayang. Ini aku baru saja sampai dan mencari tempat istirahat. Anak-anak sudah bangun? " Miana merasa muak dengan apa yang dikatakan oleh suaminya. Hatinya merasakan sebuah kegetiran yang teramat dalam mengetahui kenyataan jika suami yang sangat iya percaya bisa melakukan hal serendah itu. Dan rela berbohong demi menutupi boroknya.
"Ini masih pada tidur" Miana merasa malas, bercampur dengan rasa sakit hatinya, iya mencoba menjawab dengan baik pertanyaan suaminya.
"Aku... Aku mau nyiapin perlengkapan anak-anak dulu ya, nanti teleponlah lagi" Miana tak ingin meneruskan percakapan dengan suami brengseknya itu.
"Oke sayang... Aku menunggu kabarmu. Jangan lupa sarapan. I love you" Kata yang terucap dari mulut Tiyo dan terderang di seberang telepon itu terasa sangat memenuhi kepala Miana. Hatinya terasa mual ketika mendengar kata-kata manis dari Tiyo.
"Hmmm..." Hanya itu jawaban Miana. Akhirnya sambungan telepon berakhir, Miana merebahkan tubuhnya di sofa dengan air mata yang langsung terjatuh karena sejak tadi iya memaksakan air mata itu kembali. Lebih tepatnya, Miana membendung air mata agar Tiyo tidak curiga.
"Sungguh, serigala berbulu domba" Gumam Miana sembari mengusap air matanya.
Di sisi lain, Tika yang sejak tadi memperhatikan Tito menelpon istrinya merasa kesal. Iya segera berjalan ke arah jendela dan menatap keluar. Karena kesal, bibir Tika manyun beberapa Centi meter ke depan. Dan hal tersebut di sadari oleh Tiyo. Tiyo pun segera menghampiri kekasih gelapnya yang kini sudah menjadi terang saat Miana mengetahui semuanya.
"Jangan marah, aku tidak bermaksud menyakitimu" Ucap Tiyo sambil memeluk Tika dari belakang dan melingkarkan kedua tangannya ke perut Tika.
"Tapi kamu terlalu mesra saat menelpon Miana. Mana sanggup aku lihat kamu bermesraan dengan wanita lain? " Atika yang sedang cemburu mengungkapkan perasaannya.
"Jangan cemburu, dihati aku cuma ada kamu" Tiyo mulai merayu kembali, dan semua itu membuat Tika mabuk kepayang. Dengan sigap Tiyo mengangkat Tika dalam gendongannya, lalu berjalan menuju ke atas ranjang. Dengan perlahan menurunkan wanita itu. Dan mereka yang sedang dibutakan oleh cinta, melakukan kembali sebuah kesalahan yang tak seharusnya mereka lakukan
Sedangkan di rumah, Miana membuka pesan, ada beberapa teks, foto dan video yang terkirim. Dan disaat membuka videonya, Miana menutup mulutnya karena terkejut.
Hayoo readerku tercintaah, jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Like dan coment dari reader begitu berarti untuk mengetahui kualitas dari novel ini. Jangan lupa yaa, tinggalkan jejak.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Sumarni Tina
ceritanya pendek sekali
2023-05-29
2