"Astaghfirullahaladzim" Hanya kata itu yang mampu Miana ucapkan. Dari pertama kali matanya melihat suami dan kakaknya turun dari mobil lalu memasuki lobby hotel. Hingga berdiri di depan petugas resepsionis lalu masuk ke dalam lift. Atika dan Tiyo selalu bergandengan tangan dan terlihat sangat mesra. Dan video terakhir, menampilkan kemesraan kedua manusia serakah tak berperasaan itu di dalam kamar.
"Semakin aku mencari tahu, maka akan semakin merasakan sakit. Dan ini... Kenapa di dalam kamar hotel berbintang ada cctv nya. Apa mereka gila memasang kamera di dalam kamar" Miana tak habis fikir. Tiba-tiba ponselnya berdering kembali. Segera dibukannya.
"Semua yang anda minta sudah kami lakukan. Dan mohon pengertiannya, kami tidak ingin semua ini diketahui oleh siapapun. Senang bekerjasama dengan anda nyonya Miana" Begitulah pesan yang dibaca oleh Miana.
'Oke... Aku selalu butuh informasi tentang suamiku. Tolong kabari aku jika mereka kembali ke sana. Dan nanti jika mereka sudah chek out, tolong beritahu aku' Miana membalas pesan tersebut. 'Siap nyonya Miana' Setelah itu Miana meletakkan ponselnya. Hatinya masih berdenyut nyeri teringat kedua manusia yang sangat dekat dengannya ternyata begitu jahat. Memang benar kata pepatah 'Orang yang paling membuatmu sakit dan kecewa, adalah orang yang paling dekat denganmu' dan Miana saat ini sedang mengalaminya sendiri.
"Kalau bukan karena anak-anak aku tidak mungkin masih bertahan. Kalian bisa melakukan apapun yang kalian mau. Tapi aku juga membuat kalian merasakan semua, impas dengan semua kelakuan kalian" Miana bertekat untuk diam, supaya semua terlihat baik-baik saja.
'Nyonya Miana, saya harus ke tempat anda atau bagaimana? ' Parlan mengutarakan maksudnya setelah panggilannya terhubung dengan Miana.
"Tidak perlu Parlan, nanti kalau kamu kesini, Tiyo akan curiga" jawaban Miana terdengar lesu.
"Apa terjadi sesuatu nyonya? " Tanya Parlan.
"Nanti saja aku ceritakan. Aku masih ingin sendiri" Setelahnya panggilanpun berakhir. Miana meletakan ponselnya di saping tubuhnya. Tiba-tiba bayangan Tiyo dan Tika kembali menari-nari di atas benaknya. Bayangan dua penjahat hati yang hampir saja membuat Miana tumbang. Dengan segera Miana membaringkan tubuhnya. Tanpa aba-aba air matanya kembali menetes. Tak mampu dibendung lagi. Sungguh menyesakkan semua kenyataan yang harus iya alami saat ini. Dan semua bayangan atas Tiyo dan Tika semakin jelas memprovokasi hati dan fikirannya.
"Mamaa..." Suara panggilan dari 2 gadis kecil di depan pintu seakan tak terdengar oleh Miana. Iya asik menonton bayangan suami dan saudara kandungnya di didalam benak bersama luka yang semakin menganga.
"Mama... Mama kenapa? " Suara Dara tiba-tiba saja membuyarkan angan Miana.
"Ehh.. Sayang... Dara Jelita, kalian sudah lama disini? " Dengan cepat Miana mengusap air matanya.
"Mama kok nangis? " Dara kembali bertanya.
"Iya nih Ra, Ta, tadi mama habis lihat drama. Kisahnya menyentuh sekali. Malah kebawa sampai ke alam nyata" Tutur Miana.
"Pasti kisahnya sedih banget ya mah, sampai nangis mama. Kasihan ya" Kini Jelita mulai bersuara.
"Memangnya kisahnya tentang apa ma? " Jelita mengulangi bicaranya.
"Ehmm.. Anu. Jadi gini ceritanya. Ada 2 gadis, papanya sebentar lagi akan meninggalkan mereka. Papanya tergoda sama perempuan lain" Sebenarnya, Miana hanya menceritakan apa yang saat ini iya alami.
"Berarti papanya gadis di drama itu sama perempuan lain itu jahat ya ma. Sampai bisa bikin mama kesayangan Dara dan Jelita menangis" Jelita dengan polos mengucapkan kembali apa yang dikatakan oleh Miana. Dan Miana mengangguk sambil tersenyum.
"Kalau sampai kisah itu benar-benar jadi kenyataan. Pasti kasihan dua gadis itu" Jelita kembali mengoceh. Sedangkan Dara hanya mendengarkan.
"Kenapa kasihan ta? " Dara yang tadi terdiam kini ikut bersuara.
"Kalau papa sama mama dua gadia itu berpisah, dua gadia itu akan sedih. Kalau ikut mamanya, dia ngga akan punya papa lagi. Kalau ikut papanya, nanti akan ada ibu tiri"
"Ihh, serem... Aku ngga mau ikut ibu tiri. Kalau di dalam kisah bawang merah bawang putih, ibu tiri itu jahat" Sambung Dara.
"Mengerikan ya kak" Jelita pun berkata sambil bergidik ngeri. Dan semua itu membuat hati Miana merasa getir. Tidak membohongi anak adalah pilihan Miana sedari dulu. Iya tak ingin hanya dengan kebohongan hanya akan menyelamatkannya sementara, namun di akhir, iya hatus menangung bebannya.
"Oh iya, tadi Dara sama Jelita kesini ada apa? " Tanya Miana berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Supaya rasakitnya sedikit berkurang.
"Ini mah, kita pengen sekolah di antar sama om Parlan. Bisa kan? " Tanya Jelita.
"Tapi sayang, om Parlan sedang nganter papa. Gimana kalau diantar sama yang lain saja? " Tanya Miana sembari membujuk.
"Maah, Dara sama Jelita kangen sama adek Devan. Kita pengen ketemu sama adek gemes..." Kini Dara mencoba menjelaskan apa yang di inginkannya.
"Hmmm... Gimana kalau Dara sama Jelita hubungi papa dulu. Nanti kalau bisa sepulang sekolah biar om Parlan yang jemput" Miana tak kuasa menolak keinginan kedua putrinya.
"Horeee... Makasih mama" Kedua gadis polos itu bersorak kegirangan. Masih belum mengerti tentang keadaan hati wanita di depannya yang begitu terluka.
"Dara ke kamar dulu ya mah" Dengan segera mereka keluar kamar Miana. Dan begitu pintu tertutup, air mata Miana kembali berderai.
"Maafkan mama sayang..." Hingga akhirnya, pagi ini Miana kembali menangis.
"Sayang... Kamu minggir dulu sebentar ya. Dara menelpon" Ucap Tiyo disaat tahu ada panggilan video dari putrinya. Dan dengan cemberut, Atika pun turun dari ranjang dan berjalan ke arah sofa. Tiyo dengan segera mengangkat panggilan tersebut
"Halo sayang, putri papa tercinta" Begitu panggilan Video telah terhubung, Dara dan Jelita terlihat sumringah.
"Papaa..." Panggil mereka berdua dengan penuh semangat.
"Iya... Kalian sudah bangun. Tadi papa telepon, kata mama kalian masih tidur" Ucap Tiyo.
"Pah, boleh ngga om Parlan pulang dan mengantar kita ke sekolah. Kita ingin sekali di antar sama om Parlan" Ucap salah satu gadia itu kepada ayahnya dengan penuh harap. Dan Tiyo pun terlihat berfikir.
"Kalau Parlan kembali, Miana pasti akan curiga kalau aku tidak sedang berada di luar kota. Apa sebaiknya aku berbohong lagi saja? " Gumam Tiyo dalam hati.
"Sayang, Dara, Jelita... Om Parlan sedang bekerja dan saat ini ada di luar kota. Bagaimana kalau lain waktu saja di antar sama Om Parlannya" Kini Tiyo kembali berbohong agar kelakuan busuknya tidak ketahuan.
"Yahh.. Papa kok gitu. Kan kita pengen di antar sama om Parlan. Kita kangen sama adek gemes. Apa ngga bisa om Parlan di suruh pulang dulu? " Kedua anak itu terlihat murung. Hingga akhirnya sebuah suara membuat mereka menjatuhkan ponselnya, dan akhirnya mati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments