Dipta Cuek

Di kursi paling belakang kini seorang gadis terlihat begitu sibuk dengan pikirannya sendiri tanpa memperhatikan pembelajaran di depannya. Bahkan kini ia sampai mengerutkan kening nya seolah yang tengah dipikirkannya kali ini begitu serius, hal besar seperti bagaimana menaklukkan dunia.

Sahabat nya yang melihat hal tersebut kini bahkan mengerutkan kening nya bingung melihat tingkah Vanya yang tidak seperti biasanya.

“Lo kenapa sih Van?” tanya Eva pada sahabat nya itu sambil mengerutkan kening nya bingung. Namun Vanya yang di tanya malah hanya diam saja, terlalu fokus pada pemikirannya sendiri sampai ia tak menyadari ucapan sahabat nya itu.

“Lavanya.” Eva memanggil gadis tersebut sambil menepuk pundak nya. Vanya yang terlalu terkejut dengan itu sontak saja membuat nya yang langsung terbangun dari kursi nya dengan terburu-buru sambil melihat ke sekeliling.

Namun kini mata seluruh penghuni kelas malah menatap ke arahnya, karena suara dari kursi yang terdorong dengan keras yang ditimbulkan oleh gadis itu. Vanya menoleh ke sekeliling sambil menampilkan deretan gigi putih nya. Eva yang menjadi pelaku kini hanya mengerjapkan matanya beberapa kali sambil menyengir dengan labar.

“Mau ngapain kamu Lavanya? Jangan buat masalah di jam pelajaran saya ya, kamu,” ucap guru yang kali ini mengejar di kelas Vanya. Vanya yang mendengar ucapan tersebut sontak menggelengkan kepalanya.

“Eh nggak kok Bu, ini tadi ada kecoa aja,” ucap Vanya yang kini sudah kembali duduk di kursinya lagi.

Guru yang mengajar di kelas nya kini hanya menggelengkan kepalanya lalu melanjutkan mengajar nya. Vanya kini sudah menatap tajam kearah sahabat nya itu.

“Sialan lo, Va,” sungut Vanya dengan kekesalannya pada Eva. Kedua temannya yang lain yang kini hanya menggeleng melihat tingkah gadis di depannya itu.

“Lagian lo gue panggil gak dengar,” jawab Eve dengan cengirannya yang kini dibalas dengan decakan kesal oleh Vanya.

“Apaan?” tanya Vanya dengan kekesalannya pada Eva.

“Lagi kenapa? Sok mikir keras gitu? Muka lo tuh gak cocok buat berpikir keras gitu,” ejek Eva yang kini langsung mendapatkan toyoran di kepalanya.

“Lagi mikir aja, cara biar gue bisa menjabat sebagai DPR gimana,” jawab Vanya yang kini malah membuat sahabat nya itu hanya bergidik ngeri mendengar jawaban dari Vanya yang memang di luar nalar.

Namun begitu lah Vanya. Gadis tersebut memang begitu tertutup. Ia bukanlah orang yang mudah terbuka pada siapapun. Dan kini hanya bisa ia percaya hanya lah Dipta. Bagi Vanya, kekasih nya itu adalah rumah ternyamannya.

“Bodo lah bodoh, terserah lo bego,” sungut Eva dengan kekesalannya karena mendengar jawaban sahabat nya itu. Vanya yang mendengar nya hanya menyengir saja.

*

Seharian ini Vanya benar-benar merasa tak tenang. Ia masih saja memikirkan tentang Dipta yang seharian  ini tak ada muncul di depannya. Dipta yang biasanya tak pernah absen untuk mengunjunginya Vanya saat istirahat kini laki-laki tersebut malah tak menemuinya.

Tak tahan lagi jika harus terus saling berdiam diri seperti dengan Dipta, Vanya akhirnya memutuskan untuk menemui Dipta di jam istirahat kedua di kelas nya. Vanya, menyusuri koridor IPA dengan berusaha menutup telinganya, saat ia mendengar banyak sekali ucapan menghina ke kepadanya.

Padahal jarak kelas mereka tidak lah jauh karena ia juga merupakan anak IPA namun entah mengapa rasanya menuju kelas Dipta begitu jauh intuk nya.

Saat sampai di kelas Dipta, Vanya langsung menyembulkan kepalanya pada pintu sambil melihat kelas tersebut mencari keberadaan kekasih nya. Hingga ia dapat melihat kekasih nya yang tengah membaca buku nya dengan begitu serius.

Melihat keberadaan kekasihnya, Vanya menegak kan tubuhnya.

“Permisi,” ucap Vanya sekedar sopan santun. Meskipun biasanya ia tak memiliki sopan santun dan asal masuk saja, untuk sekarang ia harus melakukannya karena ia kini ingin membujuk kekasih nya itu.

“Dipta,” sapa Vanya sambil duduk di samping Dipta yang membuat Dipta langsung menoleh ke arah Vanya dengan menaikkan sebelah alisnya. Tatapannya kini tampak begitu datar pada Vanya. Melihat hal tersebut Vanya menghembuskan nafasnya sambil menatap Dipta dengan wajah nya yang dibuat seimiut mungkin.

“Dipta. Maaf ya,” ucap Vanya masih berusaha untuk membujuk Dipta.

Dipta menghembuskan nafasnya kasar saat melihat tingkah Vanya. Wajah yang biasanya begitu sangar itu kini malah terlihat begitu menggemaskan. Bagaimana Dipta mereka tak gemas melihat nya.

“Masih marah?” tanya Vanya pada Dipta sambil menarik-narik kain lengan baju Dipta untuk membujuk laki-laki tersebut akan memaafkannya.

“Engga kesel doang,” ucap Dipta dengan kekesalannya yang membuat Vanya kini menatap lurus pada kekasih nya itu.

“Aku salah, maaf ya. Aku kemarin gak ke tempat balapan kok. Aku cuma nonton streaming. Aku kesel aja kemarin ke kamu, udah gak bolehin aku nonton ke tempat nya langsung malah ganggu aku waktu lagi streaming,” sungut Vanya mengungkapkan kekesalannya pada Dipta.

Dipta yang mendengar permintaan maaf yang diselipkan sebuah pembelaan itu hanya menghela nafasnya. Menghadapi Vanya sepertinya memang hanya Dipta yang mengatasi nya. Tingkat kesabaran yang setipis tisu di bagi dua terkena air tidak disarankan untuk melakukannya.

“Sekedar bales dan ngasih tau kalau kamu lagi streaming bisa kan? Gak butuh waktu satu menit Lavanya,” uca Dipta pada kekasih nya itu. Vanya menghembuskan nafasnya tahu jika ia salah kini akhirnya ia hanya menunduk dan tidak melakukan pembelaan lagi.

“Aku tuh kemarin khawatir sama kamu, aku takut kamu nekat tetap ke sana. Aku juga mau cerita ke kamu, tapi ngeliat sikap kamu kemarin, mood aku jadi ilang buat cerita,” papar Dipta dengan kekesalannya. Mengungkapkan nya pada Vanya berharap Vanya bisa mengerti dan tidak lagi mengulanginya.

“Maaf udah bikin kamu khawatir. Gak lagi-lagi deh aku ngabaikan kamu kayak gitu,” mohon Vanya sambil menggenggam tangan Dipta. Dipta menghembuskan nafasnya kasar.

“Jadi kemarin kamu mau cerita apa?” tanya Vanya dengan tatapannya yang kini begitu lurus menatap Dipta.

“Cuma mau cerita kegiatan osis dan kegiatan classmeet setelah ujian nanti,” jawab Dipta yang nada suara nya kini sudah berubah lembut lagi yang menandakan jika laki-laki tersebut sudah memaafkannya.

Dipta memang begitu sabar menghadapi Vanya. Tak hanya sabar, laki-laki tersebut bahkan juga mau menerima Vanya dengan segala sikap buruk nya.

“Emang ujian kapan?” tanya Vanya. Vanya jelas tak mengetahuinya. Yang ia pikirkan hanyalah bersenang-senang. Untuk hal seperti itu ia tak mau memikirkannya. Vanya memang terlalu memanjakan otak nya itu, hingga otak kecil nya itu tak pernah diajak untuk berpikir keras.

“Mangkanya jangan main mulu. Dua bulan lagi tuh udah mau ujian. Minal sekarang mulai belajar biar peringkat kamu tuh bagus,” ucap Dipta sambil menyentil hidup Vanya dengan gemas sedangkan yang menjadi korban hanya menyengir.

“Nanti deh aku belajar nya tuh sistem SKS,” ucap Vanya yang hanya membuat Dipta menggelengkan kepalanya.

“Sistem kebut semalam? Ya mana cukup waktu nya,” sahut Dipta tak habis pikir dengan gadis nya itu.

“Gak papa, juga ada kamu,” ucap Vanya dengan cengiranna.

Dan waktu istirahat kali ini hanya Vanya habiskan di kelas Dipta walah ia tak jaran ia mendapatkan tatapan sinis dari teman Dipta namun ia sama sekali tidak peduli dengan itu.

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!