Tania sudah berulang kali membaca kontrak yang dia bawa pulang. Dia masih curiga ini semua hanya sebuah penipuan. Apalagi untuk kartu nama sendiri bisa dibuat sesuka hati. Namun, tak mungkin pria itu berani meminta Tania ke perusahaannya langsung jika memang seorang penipu.
"Pusing," gumam Tania sembari mengacak rambutnya. Dia takkan menyerah begitu saja atau main setuju. Dia akan melakukan pengintaian lebih dulu. Dia perlu tahu tentang perusahaan atau agensi itu dengan sangat jelas.
"Jangan ragukan skill stalk seorang perempuan," gumamnya sembari tersenyum bangga. Dia memulai pengintaiannya lewat media sosial yang tercantum di sana. Namun, sayang sekali tak ada postingan apa-apa mengenai ibu pengganti. Hanya soal pemberangkatan para TKW dan agensi tersebut memang sudah berhasil memberangkatkan beberapa orang.
"Ah, ragu-ragu nih jadinya." Tania meletakan ponselnya. Dia memilih berbaring di atas ranjangnya yang tak begitu besar. Dia menatap langit-langit, mencoba memantapkan hati soal apa yang perlu dia putuskan sekarang. Apa dia perlu menerimanya dengan begitu saja tanpa mencari tahu lebih jauh? Mungkin dia takkan keberatan jika gajinya memang setara dan dia bisa benar-benar membayar semua biaya kuliah sang adik. Namun, bagaimana jika sebaliknya?
"Gimana cara tanya orang yang udah pernah kerja di sini ya?"
Sementara Tania masih diselimuti bingung, Andra juga merasakan hal yang sama. Bukan karena dia tak menemukan solusi dari permasalahannya. Dia hanya takut pak Tanu tak kunjung menemukan kandidat ibu pengganti. Dia pikir segalanya akan berjalan lancar. Ternyata tidak. Dia lupa, pekerjaan sebagai ibu pengganti terdengar tak masuk akal. Apalagi, di Indonesia sendiri jarang ada praktik semacam ini.
Suara ketukan di pintu membuat Andra segera mempersilakan orang itu untuk masuk. Dia kemudian mengerutkan dahi saat pasiennya kembali masuk dengan sebuah buku tabungan di tangan.
"Mungkin ini bisa sedikit bantu pak dokter. Saya gak enak kalo misalkan semua biayanya ditanggung pak dokter."
Andra tersenyum. Sebenarnya dia sama sekali tak keberatan. Dia punya kebiasaan berbagi dan sebagai dokter, tentu dia sangat peduli terhadap pasiennya. Dia tak pernah mempermasalahkan administrasi dan mengedepankan pelayanan yang baik. "Bapak simpan saja uangnya. Untuk anak bapak nanti."
"Biayanya pasti mahal, kan, dok? Ini buat bantu-bantu."
"Gapapa, pak. Uangnya simpan saja untuk biaya anak bapak ke depannya. Saya ikhlas," ujar Andra diakhiri senyumnya. Dia tak terlalu menginginkan uang, dia ingin pasiennya bahagia dan mendapat pelayanan terbaik. Dia harap pak Tanu akan menemukan kandidatnya segera. Jadi, dia bisa secepatnya membantu pasangan itu untuk mendapatkan keturunan.
...***...
Tania datang langsung ke perusahaan yang dimaksud oleh pria tua itu. Dia datang dengan penyamaran agar tak ketahuan. "Ini tempatnya?"
Tania menatap sebuah gedung bercat putih. Tak terlalu besar. Namun, dengan jendela yang cukup besar, terlihat sekali orang di dalamnya berlalu lalang dengan sibuk. Dia lantas menyembunyikan diri di sebuah tanaman yang ada agar tak ketahuan.
"Bu ...." panggil Tania dengan suara setengah berbisik. Namun, saat tak kunjung terdengar, Tania menarik tangan ibu itu dan membuatnya terkejut.
Tania hanya menunjukan senyum tanpa dosa setelah membuat orang lain terkejut. "Maaf, bu. Soalnya tadi ibu lurus terus."
"Kamu ... Perampok ya?" Ibu itu memeluk tas yang dia bawa. Tentu ini membuat Tania panik dan menyangkal keras. Bisa jadi masalah jika ibu itu tiba-tiba berteriak dan dirinya jadi sasaran amukan masa.
"Bukan, bu, sumpah. Saya cuma mau tanya soal agensi 'Kasih Ibu' Ibu mau ke sana 'kan?" tanya Tania dengan hati-hati. Dia sungguh takut ibu itu merasa tersinggung hingga berakhir dirinya tak dapat informasi apa-apa.
Ibu itu menutup mulut tak percaya. "Kamu mau masuk sana? Masih muda harusnya cari kerja yang lain."
"Saya cuma mau tanya aja."
"Untuk TKW, agensi ini udah sukses ngeberangkatin banyak orang. Bahkan, karena itu banyak yang pake jasa mereka." Ibu itu meminta Tania untuk lebih mendekat. Dia kemudian bicara dengan nada yang lebih rendah. "Kalo soal ibu pengganti itu ... juga sama, agensi ini udah terpercaya. Di desa ibu udah banyak yang kerja jadi itu dan langsung punya rumah, kendaraan, sama buka usaha."
Mendengar hal tersebut, siapa yang tak tergiur. Siapa pun pasti tergiur. Apalagi, Tania sudah membaca berkali-kali isi kontraknya. Terdapat banyak jaminan termasuk asuransi dan biaya lain. Bahkan, soal biaya persalinan dan lain-lain termasuk pemulihan pun ditanggung.
"Tapi resikonya emang gede banget. Belum lagi kalo misalkan meninggal gimana? Tapi emang asuransinya juga cukup."
"Makasih, bu." Tania kembali memakai kacamata hitamnya, berjalan begitu saja hingga membuat ibu tersebut menggeleng tak mengerti. Dia kemudian mempercepat langkah sembari memukul pelan dahinya karena Tania membuat dirinya terlambat.
Pengintaian Tania sudah selesai. Dia merasa wawancara singkat tadi cukup menjadi jawaban. Dia pikir, sepertinya dia akan menimang dulu keputusannya untuk setuju. Apalagi, dia perlu mengandung anak orang lain. 9 bulan bukanlah waktu yang singkat.
Tania berteriak saat seseorang bertabrakan dengannya. Segera dia menutup mata dan siap merasakan sakit dari peraduan antara punggungnya dengan aspal. Namun, sudah beberapa detik berlalu dan tubuhnya tak kunjung mencapai tanah. Perlahan dia membuka mata dan terkejut saat wajah yang dia lihat pertama kali adalah wajah Andra.
Sama-sama terkejut, membuat Andra segera melepas tangannya dan membuat Tania benar-benar menyentuh tanah.
Tania mengaduh sembari mengusap pinggangnya yang terasa nyeri. Ternyata Andra masih sama seperti saat mereka berpacaran. Pria yang tak peka dan tak pernah mau inisiatif. "Bisa-bisanya dilepasin."
"Maaf maaf." Andra mengulurkan tangan dengan niat menawarkan bantuan.
"Gak usah. Saya bisa sendiri." Tania kembali berdiri kemudian menepuk debu yang ada di tangannya. Dia juga membersihkan debu-debu yang ikut menempel pada pakaiannya.
"Ada yang luka?"
Tania memeriksa setiap tubuhnya dan meringis saat mendapati sikunya terlihat berdarah. Namun, dia segera menepis saat Andra akan melihatnya. "Gak usah pegang-pegang. We're stranger."
"Yakin?"
"Pake tanya." Tania bergegas pergi. Namun, setiap langkahnya bertambah, harapan agar Andra mengejarnya juga semakin bertambah.
"Ngapain sih, Tan?" gumam Tania dalam hatinya, menolak segala rasa yang kembali tumbuh. Sebenarnya sejak dulu tak pernah mati. Hanya, dia memilih menguburnya karena telanjur kesal.
Dari jauh Andra hanya menahan senyum. Tania-nya yang menggemaskan masih ada. Hanya, hubungan mereka saat ini sudah jauh berbeda. Mungkin jika masih bersama, Andra akan berlari dan menguyel-nguyel kepala Tania sampai gadis itu kesal.
"Ah iya, pak Tanu udah nungguin," gumam Andra kemudian mempercepat langkahnya. Dia ke sana untuk kembali berdiskusi setelah melakukan pemeriksaan penuh terhadap pasiennya. Juga, dia akan menandatangani kontrak itu mewakili pasiennya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments