"Aunty, aku minta ini" teriak Mega ke arah Dena yang sedang lewat.
"Selalu saja teriak" tukas Dena.
"Takut aunty nggak kedengeran" ucap Mega sekenanya.
Sungguh putri kedua dari Sebastian dan Mutia ini, amat sangat mirip dengan Daddy nya. Selalu ramai di mana saja.
Beda dengan kakak dan adiknya yang pendiam seperti bunda nya. Kak Langit dan adik Awan.
"Makasih aunty" kata Mega sembari beranjak dan membawa beberapa kantong berisi kue yang diambilnya dari etalase.
"Tumben banyak amat?" celetuk aunty Dena.
"Buat Jingga dan teman-teman kost nya" jelas Mega terus saja berlalu pergi, membuat Dena hanya bisa geleng kepala.
"Jingga, tunggu sini aja. Aku ambil mobil dulu" kata Mega.
"Eh, gimana kalau aku naik taksi online aja. Daripada kamu bolak-balik. Kita nggak searah loh" kata Jingga.
"Gue anterin. Titik" kata Mega tak mau dibantah. Ya sudahlah Jingga diam, daripada adu mulut dengan sahabat yang nemu di kampus itu.
Melihat tumpangan Mega dan toko roti bunda nya saja, Jingga sudah mengira kalau lah Mega bukan berasal dari keluarga biasa. Tapi dalam keseharian di kampus Mega tak begitu menampakkannya. Dia begitu pintar berbaur dengan segala macam kalangan.
"Mega, kok bisa sih kamu ambil jurusan hukum? Bukan ekonomi gitu?" tanya Jingga saat mereka sudah berada di mobil.
"Kenapa musti ekonomi?" sela Mega tapi tetap fokus menyetir. Baru kuliah ini aja Mega dibiarin bawa mobil sendiri. Biasanya Dad Sebastian selalu melarangnya pergi sendirian.
"Apa kamu nggak ada keinginan nerusin usaha bunda kamu?" tanya Jingga.
"Enggak" jawab singkat Mega.
"Kamu aneh dech, kan tinggal nerusin aja Mega" seru Jingga.
"Nggak seru. Dunia kita akan lempeng aja seperti hidup bunda ku...ha....ha..." ujar Mega terbahak.
"Aneh" seru Jingga.
"Hidup musti aneh Jingga, kalau nggak gitu nggak akan seru" imbuh Mega dengan tetap meneruskan tawanya.
"Terus apa alasan kamu ambil jurusan hukum?" tanya Jingga penasaran.
"Aku terinsprirasi Aunty Tania. Dia advokat hebat, yang tidak sembunyi di balik nama besar suaminya dokter Arka Danendra" terang Mega.
"Advokat Tania Fahira, yang wara wiri di layar kaca. Kamu kenal? Aku ngefans banget loh sama dia" urai Jingga antusias.
"Bukan kenal lagi, Aunty Tania tuh sahabat Dad Tian. Dan sampai sekarang tetanggaan sama keluarga kita. Kapan-kapan dech kalau aunty Tania ada waktu, kuajak loe ketemu sama aunty" tukas Mega.
"Beneran?" dan dijawab anggukan Mega.
"Makasih Mega" seru Jingga.
"Tapi tak gratis" tukas Mega.
"Perhitungan banget sih" Jingga sewot.
"Ha...ha...cuman aku ingin loe janji, harus bisa ngelupain laki-laki pengkhianat macam Kenzo" ujar Mega mengurai senyum.
"Lantas loe sendiri kenapa ambil hukum?" tanya Mega.
"Heemmm, karena minat" ulas Jingga.
Sampai di kost semua teman-teman Jingga senang karena dapat roti gratisan. Apalagi roti premium yang selalu ngehits sepanjang masa.
Hampir menjelang Maghrib Mega masih berada di kost Jingga.
Ponselnya berdering bersamaan dengan milik Jingga.
"Wah, gawat nih. Daddy nelpon" kata Mega.
"Nih, ayah aku juga" ungkap Jingga.
Posisi mereka sama, dalam kebingungan masing-masing.
"Tukeran aja. Loe bilang ke Dad gue kalau kita kerja kelompok. Dan aku akan jawab ayah loe hal yang sama. Kita sama-sama aman" usul Mega.
"Wah, brilian banget ide kamu" kata Jingga menyetujui.
Jingga menyerahkan ponselnya, dan Mega pun melakukan hal yang sama.
Jingga agak menjauh dari keberadaan Mega.
"Halo Om, selamat malam. Ini dengan Jingga" sapa Jingga dengan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Ketemu aja belum dan Jingga takut akan amukan Dad nya Mega.
"Mega nya di mana Jingga?" terdengar suara yang tak segalak yang dikira Jingga.
"Mega sedang sama saya Om di kost, ngerjain tugas kuliah. Dan kebetulan Mega nya di toilet sekarang" dan kebetulan saat Jingga bilang seperti itu, Mega yang berada di kamar mandi menyiramkan air. Sungguh pas dengan acara bohong mereka berdua.
"Oke Jingga, tolong bilang ke Mega. Pulangnya jangan malam-malam" ujar Dad nya Mega.
"Baik Om" dan panggilan pun terputus.
Mega juga sudah selesai menjelaskan hal yang sama ke ayah nya Jingga.
"Ternyata kita kompak juga" Jingga dan Mega pun tertawa bersama.
Terdengar ketukan di depan pintu kamar Jingga.
"Siapa?" tanya Mega.
"Aku juga nggak tahu Mega" seru Jingga. Karena dirinya tak merasa janjian dengan siapapun sore ini.
Jingga berdiri dan membuka pintu sebelum terdengar ketukan terulang.
Jingga berdiri terpaku. Ada dua sosok laki-laki tampan di depan pintu.
"Nyariin Mega kak?" tanya Jingga membego.
"Siapa yang datang Jingga?" teriak Mega dari dalam kamar.
Tak ada jawaban dari Jingga, membuat Mega bangkit dari duduknya di ranjang untuk nyusul Jingga ke depan.
Melihat kedua kakaknya sudah berdiri depan pintu bagai gapura tujuh belasan, membuat Mega menggerutu.
"Ngapain sih kalian?" ujar Mega sewot.
"Nggak suka amat adiknya senang" sambung Mega.
"Pulang!" suruh Langit singkat.
"Ku belum selesai kak" kata Mega beralesan.
"Apanya yang belum selesai. Pasti sedang nggibah?" sela Bintang.
"Sok tahu" tandas Mega.
Dan seperti biasa tanpa banyak kata, Langit menyilangkan kedua tangannya di depan dada sembari menatap sang adik berkemas.
"Mana kunci mobil kamu?" pinta Langit.
"Aku nyetir sendiri" bilang Mega, tapi tetap saja tangan Langit menengadah menunggu barang yang diminta ke adiknya.
Akhirnya Mega menyerahkan kunci mobil ke sang kakak, dan langsung dilempar ke arah Bintang di sampingnya.
"Huh, untung gue sigap" ujar Bintang.
"Jingga, aku pulang" teriak Mega pamitan.
"Oke" seru Jingga karena Mega sudah berjalan sampai gerbang kost.
Sementara dua laki-laki yang sama-sama tampan itu tak ada sepatah kata pun yang terucap untuk Jingga.
"Huh, sombongnya kakak-kakak Mega" gumam Jingga bermonolog.
Suasana kamar kost Jingga pun kembali sepi. Baru kali ini Jingga kedatangan teman kampus ke kost nya ini. Biasanya yang datang adalah Kenzo. Yang kadang nganterin makanan, kadang cuman sekedar mampir aja.
"Apa aku pindah kost aja ya? Takutnya kak Kenzo akan ke sini" gumam Jingga yang baru kepikiran akan hal itu.
"Wah sepertinya memang harus begitu. Besok aja aku akan mulai nyari untuk pindah kost" kata Jingga sendirian.
Jingga mengambil baju ganti dan hendak mandi.
Ponselnya kembali berdering. Kali ini Kenzo lah yang menelpon.
"Jawab nggak ya?" ragu Jingga.
"Ah, biarin aja lah" ucap Jingga mensilent ponselnya dan langsung Jingga lempar ke ranjang. Dan melanjutkan aktivitasnya ke kamar mandi.
Sementara itu terjadi kehebohan antara Langit dan Mega di mobil.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
To be continued, happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
nurjen
wah ada ada ajah kelakuan anak-anak ABG
2023-12-14
1
Tania
lanjut thor
2023-03-06
3