Jingga menghela nafas panjang kala Mega bercerita tentang dirinya.
"Nggak ada yang istimewa di hidup gue" kata Jingga mengawali cerita.
"Susah amat sih Non, apa pun hidup loe tergantung loe menyikapi. Mau bahagia, susah, senang semua juga tergantung sama loe sendiri" ujar Mega kasih saran.
"Kehidupan orang lain kadang tak seperti yang dilihat di covernya" imbuh Mega.
"Heemmmmm" Jingga mengangguk.
"Aku tuh anak tunggal" kata Jingga mulai bercerita.
"Itu aku juga sudah tau Jingga, orang tua loe adalah sama-sama ASN. Yang sudah sibuk dari pagi sampai sore. Itu loe sudah cerita ke gue" seloroh Mega menimpali.
"Ha...ha...terus apa lagi yang musti aku ceritain Nona Mega" sela Jingga.
"Kisah loe tentang laki-laki brengsek tadi dong" ucap Mega.
"Oke, dengerin baik-baik. Abis ini jangan paksa gue untuk cerita lagi. Aku malas bahas tentang kak Kenzo" tukas Jingga.
"Malas, tapi masih sebut kakak di depan namanya. Aneh loe" sambung Mega.
"Mulai nggak nih?" seru Jingga.
Mega pun mengangguk.
Jingga pun mulai menceritakan awal pertemuannya kembali dengan Kenzo.
.
"Jingga, ke sini bentar" suruh papa yang kala itu ada tamu. Tamu yang merupakan teman lama papa dan dikabarkan pindah tugas di kota tempat Jingga tinggal.
Waktu itu Jingga masih kelas satu sekolah menengah atas.
Singkat cerita teman papa tinggal di kompleks yang sama dengan tempat tinggal keluarga Jingga, hanya beda blok aja.
Mama pun sering menyuruh Jingga untuk mengantarkan makanan ke keluarga teman papa itu.
Seperti pagi itu, Jingga juga disuruh mampir ke sana. Apalagi kalau bukan untuk mengantar makanan.
Sambil bersenandung dan sudah pakai seragam sekolah, Jingga mampir ke kediaman Om Wawan yang merupakan nama dari teman papa.
"Pagi...Pagi...Any body home???" sapa Jingga karena lama tak ada yang bukain pintu.
Jingga mengetuk pintu beberapa kali, kesal karena tak ada yang menyahut.
"Kutinggalin aja gimana ya? Takut telat" gumam Jingga.
Saat Jingga balik kanan, pintu itu terbuka dan nampak wajah lelaki muda dengan muka bantal.
Jingga balik kanan karena mendengar pintu terbuka.
"Ih jorok" gumam Jingga melihat laki-laki muda dengan rambut acak-acakan dan muka bantal.
"Sapa loe, pagi-pagi sudah komen hidup gue?" katanya ketus.
"Sombong" tukas Jingga.
"Nih, aku disuruh nyokap nganterin ini" Jingga menyodorkan sebuah paper bag ke wajah laki muda itu.
"Nggak sopan" dengan mata mendelik.
Jingga tak peduli, dan langsung balik kanan dan lari daripada kena amukan orang tadi.
Tak cukup itu saja, beberapa kali Jingga dihadapkan dengan situasi tak mengenakkan kala bertemu dengannya.
Hingga sore di akhir pekan, papa memanggilnya untuk duduk di ruang tengah. Memberitahukan sesuatu yang penting untuk masa depan Jingga.
Jingga dijodohkan dengan Kenzo, nama dari lelaki itu. Karena ingin menjadi anak yang berbakti, Jingga menerima perjodohan itu.
Mulai saat itu, jika Kenzo liburan semesteran tak ada seharipun waktu yang dilewatkan untuk membersamai Jingga. Karena Kenzo juga menyetujui perjodohan itu.
Saat Jingga kelas dua, mereka resmi telah membina hubungan dan tak lama kemudian kedua orang tua mereka menyarankan untuk tunangan terlebih dahulu. Dan lagi-lagi Jingga dan Kenzo menyetujui akan hal itu.
Kedua orang tua Jingga juga menyarankan untuk kuliah di kampus yang sama dengan Kenzo.
Mereka berpikir Jingga akan aman jika berada dekat dengan tunangannya itu.
"Nah, itu cerita gue. Nggak ada yang menarik kan?" seru Jingga.
"Ada" tukas Mega.
"Apaan?" ucap Jingga menimpali.
"Hidup loe bagai di jaman Siti Nurbaya....ha...ha...." Mega menimpali dengan tawa renyahnya.
"Sialan" umpat Jingga.
"Sekarang aku pusing nih, musti bilang apa ke orang tua ku" ujar Jingga serius.
"Ya bilang aja kalau Kenzo selingkuh. Kan beres" saran Mega.
"Nggak semudah itu Mega. Kedua orang tua kami sudah sangat berharap untuk jadi satu keluarga" jelas Jingga.
"Terus loe mau ngorbanin perasaan untuk hidup sama-sama laki macam dia? Kalau gue mah ogah" cibir Mega.
"Siapa tahu dia berubah?" kata Jingga.
Mega menginjak rem mendadak, membuat Jingga terjingkat. Kaget lah tentunya.
"Ada apa? Bisa bonyok nih jidat ku" ujar Jingga.
"Tuh lihat! Sebelah kiri loe" suruh Mega.
"Berubah apaan?" seru Mega kala Jingga melihat sepasang sejoli bergandengan mesra di depan sebuah mall.
"Lihat yang jelas Jingga, aku takut loe rabun lagi" ucap Mega mencelos.
Dia ingin membuka mata sahabatnya itu.
"Foto aja, itu kan bisa jadi bukti buat orang tua loe" saran Mega.
"Jijik aku. Nggak mau ah, nyimpen foto mereka di galeri" tolak Jingga.
Tak menunggu lama terdengar cekrek-cekrek dari ponsel Mega.
"Gue yang simpen. Sapa tau aja akan berguna suatu saat. Apalagi kalau foto ini muncul di mading kampus" ujar Mega terbahak.
"Sinting kamu" olok Jingga.
"Biarin. Gua aja geregetan, eh loe nya malah ngarep dia berubah" sahut Mega sewot.
"Bangun Jingga dari mimpi loe" sambung Mega.
Mega kembali melajukan mobilnya ke arah perusahaan bunda nya yang memang lokasinya berseberangan dengan mall tadi.
Setelah mengambil jalan memutar sampailah mereka di lobi perusahaan.
"Katanya mau ketemu sama Bunda kamu? Kok malah ngajakin aku ke toko roti sebesar ini?" tanya Jingga.
"Bukan mau pamer ya, tapi toko roti ini kepunyaan bunda" ujar Mega terbahak.
"Sombong" kata Jingga membuat Mega semakin lebar tawanya.
"Heeiii Mega nyariin bunda?" tanya seseorang yang baru keluar dari pantry.
"Eh aunty Dena. Iya nih, bunda nya ada?" tanya Mega.
"Barusan aja bunda dijemput Daddy kamu" terang aunty Dena.
"Isshhhh selalu saja kalah cepat sama Daddy" gerutu Mega membuat aunty Dena tertawa.
"Kamu sih, pasti lupa ngehubungin bunda duluan" seru aunty Dena.
"Iya sih" jawab Mega sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Oh ya kenalin aunty nih teman Mega. Namanya Jingga" tutur Mega yang teringat akan keberadaan Jingga di antara mereka.
Jingga mengulurkan tangan berkenalan dengan aunty Dena.
"Aunty kamu cantik" puji Jingga.
"Tentu dong. Auntynya sapa dulu" tukas Mega.
"Oh ya Jingga, ayo ngincipin dulu kue buatan bunda" ajak Mega untuk menyusuri outlet milik bunda nya itu.
Jingga dan Mega sekalian pamitan ke aunty Dena.
"Gila bener, berapa banyak modal untuk buat toko segedhe ini" kagum Jingga sambil melihat sekeliling.
"Jangan lihat hasilnya, tapi lihat prosesnya. Bunda ku mulai semua ini dari nol, bahkan tak ada campur tangan Daddy sama sekali" cerita Mega.
Mega mengajak duduk untuk menikmati kue yang sudah dipilih masing-masing.
"Mayan lah, makan sore aku gratisan" canda Jingga kala menyuapkan sepotong roti ke dalam mulut.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments