Pagi harinya, Misel berangkat ke sekolah. Dan pada saat di sekolah, Bu guru heran bagaimana Misel bisa mengerjakan tugas sekolah tersebut bahkan semuanya benar, tak ada yang salah satu pun.
"Misel, apakah kamu bisa menjelaskan salah satu saja bagaimana caranya kamu bisa mengerjakannya? coba tulis di papan tulis," pinta Bu Guru.
Dengan sangat antusias, Misel maju melangkah ke depan kelas dan dengan cekatan dia menulis rumus matematika yang di ajarkan oleh, Sinta.
"Misel, apakah kakakmu atau orang tuamu yang telah mengajarkannya padamu?" tanya Bu guru heran.
Karena Bu guru sebenarnya tidak sengaja memberikan sebuah tugas yang dia belum menjelaskan rumus dan teorinya sama sekali. Tetapi Misel sudah bisa menjawab semua soal tersebut dengan benar.
"Kebetulan di rumahku, ada seorang Mbak. Dia bekerja cuci seterika, baru satu Mingguan sih, Bu. Pada saat aku kebingungan untuk mengerjakannya, dia mengajariku sampai aku bisa," ucap Misel.
Bu Guru semakin penasaran dengan jati diri seseorang yang telah di ceritakan oleh, Misel.
"Memangnya umur berapa, wanita yang bekerja menjadi buruh cuci setrika di rumahmu itu?" tanya Bu Guru kembali.
"Masih muda, Bu. Kira-kira umur sembilan belas tahun," ucap Misel.
Di dalam hati, Bu Guru berkata," gadis itu pintar, kenapa menjadi buruh cuci seterika ya? apa tidak melanjutkan kuliah? hem .. pastinya dia itu terkendala di biaya."
Tak terasa sudah jam pulang sekolah tiba, Misel sudah tak sabar lagi ingin mengucapkan terima kasih pada, Sinta. Misel pulang dengan di jemput oleh, sopir pribadi keluarganya.
"Mbak Sinta-Mbak Sinta." teriaknya hingga Mira heran.
"Misel, pulang-pulang kok teriak memanggil, Mbak Sinta? memangnya ada apa?" tanya Mira heran.
Misel pun menceritakan yang terjadi di sekolahan, ia ingin segera menemui Sinta untuk mengucapkan terima kasih.
"Wah, ternyata Sinta memang pintar. Aku saja yang padahal dulu lulus kuliah sama sekali tak bisa mengerjakan tugas sekolahnya, Misel," batin Mira.
"Mah, dimana Mbak Sinta?" Misel celingukan.
"Di paviliun belakang, sedang menyerika baju."
Secepat kilat, Misel berlari ke paviliun belakang. Tanpa berganti pakaian terlebih dahulu.
"Mbak Sinta."
'Iya, Non Misel? apa ada tugas sekolah lagi, biar mbak bantu lagi," ucap Sinta sumringah.
"Nggak, mbak. Aku ingin berterima kasih pada, mbak. Awalnya aku itu ragu pada saat mbak bantu aku mengerjakan tugas sekolah. Eh ternyata malah Bu Guru memuji, mbak. Karena semua soal benar," ucap Misel sumringah.
"Alhamdulillah, kalau begitu. Oh ya, mba. Bagaimana kalau mba itu jadi guru les aku?" saran Misel.
"Boleh, Non Misel. Tapi kalau pekerjaan mbak sudah selesai, baru bisa mengajari Non Misel, nggak apa-apa kan?"
"Sip, mbak. Ya sudah mbak lanjut saja kerjanya, aku juga mau berganti pakaian dan makan."
Misel berlari pergi meninggalkan, Sinta. Sementara Sinta hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
Selagi menyeterika, mendadak doa ingat pada Rindu. Karena tingkah Misel yang sangat mirip sekali dengan Rindu. Bedanya Misel masih SLTP.
"Rindu, sedang spa kamu sekarang? apakah kamu bisa mengerjakan tugas kuliahmu. Rindu, aku benar-benar kangen padamu. Tapi aku enggan jika bertemu dengan, Faisal. Aku sayang kamu, Rindu. Seperti saudaraku sendiri. Makanya aku tidak ingin menyakiti hatimu, jika kamu tahu sebenernya aku dan Faisal saling mencintai," batinnya.
Pada saat dirinya sejenak melamun, ada seorang pemuda tampan dari ambang pintu melihatnya," kenapa Sinta terlihat sedih ya? sebenarnya bapa yang sedang ia pikiran? aku ingin sekali berteman dengannya, tetapi dia selalu saja menghindariku. Padahal aku tidak berniat buruk padanya."
"Den Bagus, ada apa ya?" tegur Sinta yang tak sengaja menoleh ke arah pintu.
"Aku mau ambil kemeja putih, karena kebetulan kemeja yang aku pakai ini terkena noda. Kira-kira ini bisa hilang nggak ya, Sinta? aku masih ada pekerjaan di kantor, jadi aku sengaja aku pulang dulu untuk berganti kemeja," ucap seraya tersenyum pada Sinta.
Sinta meraih kemeja putih, yang baru saja di seterika olehnya," ini Den, kemejanya. Tolong lepas saja kemeja Aden yang kotor itu. Biar aku rendam dulu, supaya nodanya hilang."
Saat itu juga Bagus melepas kemejanya, sementara Sinta membalikkan tubuhnya supaya tak melihat Bagus yang sedang berganti pakaian tersebut. Bagus langsung mengenakan kemeja yang bersih.
"Sinta, terima kasih ya."
"Sama-sama, Den."
Saat itu juga Bagus berlalu pergi dari hadapan Sinta, dan Sinta segera merendam kemeja yang terkena noda tersebut.
Sementara di rumah Rindu, ia sedang marah-marah. Semua buku yang ada di meja belajar berserakan di lantai.
"Astaghfirullah aladzim, Rindu. Apa yang telah kamu lakukan? kenapa semuanya berantakan di lantai?"
Kebetulan Mamahnya sedang melintas di depan kamarnya yang pintunya terbuka lebar.
"Mah, sejak nggak ada Sinta. Aku kesulitan dalam mengerjakan tugas kuliah. Hanya Sinta yang bisa bantu aku, mah. Dia begitu sabar dan telaten mengajariku, mah. Kini malah menghilang entah kemana," ucapnya kesal.
"Seharusnya kamu belajar jangan tergantung pada, Sinta. Kamu kan bisa belajar kelompok dengan teman-teman kuliahmu yang lain. Nggak harus dengan, Sinta kan?" ucap mamahnya.
"Aku tahu, mah. Tetapi aku lebih nyaman belajar bersama, Sinta. Coba mamah cari tahu tentang keberadaan, Sinta. Dia sampai sekarang nggak berangkat kuliah. Jika berangkat, pasti aku bisa tajam padanya dimana saat ini, dia dan ibunya tinggal."
Mamahnya menghela napas panjang," tanpa kamu minta atau suruh, mamah sudah mengerahkan seluruh anak buah kita untuk mencari keberadaan, Sinta dan ibunya. Tetapi tidak ada yang berhasil menemukannya. Mamah sampai sekarang juga heran, dengan mereka berdua. Kenapa berbohong pada mamah, dengan mengatakan ke kampung tetapi ternyata tidak ada di kampung," ucap Mamahnya.
Rindu dan mamahnya menyayangkan kuliah Sinta. Karena tinggal beberapa bulan lagi kelulusan atau wisuda. Malah Sinta berhenti nggak ke kampus tanpa alasan yang jelas.
Bahkan beberapa kali, Rindu juga sering menjadi pusat pertanyaan bagi para dosen yang ada di kampus, karena mereka tahu jika Sinta tinggal di rumah Rindu.
Apa yang sedang di rasakan oleh Rindu, juga saat ini sedang di rasakan oleh Faisal. Dia juga bingung, dan sampai sekarang masih memikirkan Sinta.
"Sinta, seharusnya kamu tak perlu berkorban sebesar ini untuk Rindu. Di sini aku juga merasa tersakiti karena aku harus menjalani hubungan dengan Rindu. Ini juga karena pesan terakhir Almarhum Papahnya Rindu."
"Aku ingin sekali mengatakan semuanya pada, Rindu. Tetapi aku juga khawatir, Rindu menjadi membenci dirimu Sinta."
"Tetapi semakin aku pendam masalah ini, semakin batinku tertekan. Dan seolah aku tak sanggup lagi, Sinta."
Terus saja Faisal menggerutu, hingga pintu ruang kerja di buka oleh seseorang.
"Mas Bagus, silahkan masuk."
"Kamu kenapa melamun? apa masih memikirkan gadis yang kamu sukai itu?" tanya Bagus.
"Iya, mas. Rumit banget hidupku ini, entah harus bagaimana aku mengatasinya," ucap Faisal.
Ternyata selama ini Faisal bekerja di kantor Bagus. Dan ia masih saudara dengan, Bagus.
"Sudah waktunya pulang, makanya aku kemari untuk memastikan. Eh kamu malah belum pulang. Sudah, nggak usah terlalu di pikirkan. Nantinya yang ada kamu sakit, aku yang repot. Karena di kantor sedang banyak pekerjaan," ucap Bagus.
"Iya, mas. Maafkan aku ya, aku nggak akan lagi mencampur adukkan urusan pribadi dengan urusan kantor. Aku janji nggak akan melamun lagi di kantor."
Faisal merasa tidak endk hati, ia pun menangkupkan kedua tangannya di dada.
"Yuk, kita pulang. Besok pagi akan ada klien baru, dan aku minta kamu yang memberikan persentase kantor kita padanya." Bagus keluar dari ruang kerja Faisal.
Saat itu juga Faisal keluar dari ruang kerjanya. Dia pulang bersama Bagus, hanya saja beda kendaraan.
"Kasihan juga, Faisal. Percintaannya begitu rumit sekali," batin Bagus seraya melajukan mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Eka Elisa
nah kn sinta prgi rindu klimpungan pusing gk bisa krjain soal kuliah...
trus gimna lok kmu tau faisal bner y gk cinta kmu tpi cinta sinta...
2023-04-04
2
Cleo Tan
lanjut Kaka
2023-03-14
1