bab 4

Bab 4

"Maafkan saya, Tuan! Saya tidak sengaja!" ucap Uci pada pengunjung pria tersebut.

Pria itu masih berusaha membersihkan celananya, sementara wanita yang duduk bersama pria itu sudah berdiri dan bersiap untuk memaki Uci. "Apa yang kamu lakukan? Apa kamu tidak punya mata?" omel wanita yang duduk di meja yang sama dengan pria itu.

Uci hanya bisa diam dan menerima teriakan dari pengunjung wanita itu. Sementara, pengunjung pria yang celananya basah sama sekali tidak mempermasalahkan kecerobohan Uci yang memang tidak disengaja.

"Sudahlah! Aku tidak apa-apa! Jangan membuat keributan di sini!" ujar pria itu mencoba menenangkan wanita yang datang bersamanya.

"Tidak apa-apa apanya? Minuman yang ditumpahkan ke kamu itu masih panas, kan? Memangnya kulit kamu baik-baik saja? Kalau kulit kamu melepuh bagaimana?" omel si wanita.

"Maafkan saya, Tuan! Saya sudah ceroboh! Saya akan bertanggung jawab!" ucap Uci bersiap untuk membawa pria itu berobat jika sampai minuman panas yang ia tumpahkan meninggalkan luka pada tubuh pengunjung pria itu.

"Bertanggung jawab bagaimana? Kalau sampai kulitnya melepuh, bagaimana kamu akan menggantinya?" sentak Si wanita. "Pekerjaan kamu hanya mengantar minuman saja, kan? Hanya melakukan itu saja kamu tidak bisa?"

Sontak seluruh perhatian pun mulai tertuju pada Uci dan juga dua pengunjung tersebut. Para pengunjung lain dan para pegawai cafe tersebut hanya bisa melihat Uci tanpa bisa membantu.

"Dasar tidak becus! Mengantar minuman saja tidak bisa! Siapa yang memasukkan kamu ke sini? Siapa yang mau memperkerjakan orang bodoh sepertimu?" Hinaan dan celaan tak henti-hentinya dilontarkan oleh wanita itu pada Uci.

Uci hanya menundukkan kepala tanpa berani menimpali setiap pemakaian yang ia terima. Gadis itu hanya bisa mengucapkan kata maaf sebagai bentuk rasa penyesalan atas ulah Uci.

"Kasihan sekali Uci," gumam teman-teman Uci menatap Uci yang saat ini masih dimaki-maki.

"Dasar ceroboh! Lebih baik kamu pulang saja sana!" seru si wanita makin keterlaluan mengomeli Uci.

"Sudahlah! Tidak perlu memperbesar hal sepele seperti ini," ujar si pria mencoba menenangkan wanita itu.

"Hal sepele apanya? Pegawai seperti ini harus diberi pelajaran! Panggil Manager kamu sekarang ke sini juga!" ujar si wanita.

Masalah kecil itu pun semakin dibuat besar oleh pengunjung wanita itu. Uci hanya bisa pasrah saat wanita itu berulang kali meminta untuk dipanggilkan manajer Cafe.

"Tidak perlu berlebihan seperti itu! Kita pulang saja!" Untungnya pengunjung pria itu pun segera menyeret wanita itu pergi sebelum wanita itu membuat keributan semakin membesar.

"Aku belum selesai bicara! Kita harus memberi pelajaran pada pegawai ceroboh seperti dia!" Wanita itu terus mengoceh saat dirinya diseret keluar dari cafe oleh si pengunjung pria.

"Saya benar-benar minta maaf, Tuan!" ucap Uci sebelum pengunjung pria itu keluar dari cafe.

"Tidak masalah! Aku baik-baik saja!" Sahut pria itu dengan suara lembut pada Uci.

Uci makin merasa tak enak hati. Gadis itu sudah pasrah. Jika memang wanita itu akan memperbesar masalah dan mengadukan pada manajer, Uci sudah bersiap untuk menanggung konsekuensi yang harus ia terima.

Akhirnya pengunjung pria dan wanita itu pun pergi. Uci segera membersihkan meja tersebut dan kembali ke dapur. Manik mata gadis itu mulai berkaca-kaca.

"Kamu baik-baik saja, Uci?" tanya teman-teman Uci pada Uci.

Uci mengangguk dengan senyum kecut. Mana mungkin gadis itu bisa baik-baik saja setelah menerima banyak makian?

"Sini minum dulu!" teman-teman Uci pun berbaik hati menghibur Uci dan menemani gadis itu untuk menenangkan diri.

"Pria dan wanita tadi sering datang kemari," ucap salah seorang teman Uci pada Uci.

"Pengunjung pria tadi adalah kerabat dari pemilik cafe," imbuh teman Uci yang lain.

"Benarkah?" tanya Uci makin dibuat lemas.

"Kamu yang sabar, ya," sahut teman yang lain. "Wanita tadi memang sering berbuat ulah di sini. Sepertinya dia adalah kekasih dari kerabat bos."

Uci makin kehilangan harapan. Jika pengunjung yang ia tumpahin minum tadi tidak terima, mudah saja bagi pria itu untuk membujuk kerabatnya agar memecat Uci sesegera mungkin.

"Ini bukan pertama kalinya wanita itu membuat keributan di sini. Dia selalu saja berlagak seperti bos untuk menunjukkan kekuasaan setiap kali ia berkunjung kemari bersama dengan kerabat bos," terang teman-teman Uci memberikan informasi.

"Bagaimana nasibku nantinya?" gumam Uci mulai kehilangan harapan.

Teman-teman Uci juga tidak dapat melakukan apapun untuk membantu Uci. "Semoga saja kerabat bos tidak memperpanjang masalah ini," timpal yang lain.

Uci menghela nafas. Baru saja ia bekerja di tempat tersebut, tapi Uci sudah tersandung masalah.

"Kamu istirahat saja! Biar kami yang menyelesaikan pekerjaan yang lain,' ujar teman-teman Uci begitu perhatian pada Uci.

Sampai jam kerja habis, Uci masih tetap memasang tampang murung selama ia mengerjakan pekerjaannya di cafe pada hari itu. Bagaimana Uci tidak murung? Gadis itu mungkin saja akan dipecat tidak lama lagi oleh pemilik cafe karena dirinya yang sempat bermasalah dengan kerabat pemilik tempat kerjanya itu.

"Kita pulang duluan ya, Uci!" pamit teman-teman Uci pada Uci.

"Hati-hati di jalan!" sahut Uci tanpa semangat.

"Kamu juga, Uci"

Uci keluar dari cafe tersebut dengan wajah muram. Tepat di luar bangunan cafe, Hengki sudah menunggu Uci dan menjemput gadis yang baru saja selesai bekerja itu.

"Uci!" panggil Hengki sembari melambaikan tangan pada Uci.

Uci menoleh ke arah Hengki dan membalas lambaian tangannya dengan tubuh lesu. "Mas Hengki?" sapa Uci dengan tatapan mata sayu.

Biasanya Uci terlihat ceria di depan Hengki dan selalu tersenyum sangat membalas sapaan Hengki. Tapi kali ini Uci benar-benar terlihat berbeda. Wajah murungnya terlihat sangat jelas dan membuat Hengki merasa cemas.

"Kamu kenapa? Belum makan, ya?" ledek Hengki pada Uci. Niat hati Hengki ingin mencairkan suasana, tapi Uci tidak terlalu merespon gurauan dari Hengki.

"Tadi uci sudah makan," jawab Uci.

"Kamu kenapa? Kamu terlihat lesu sekali," ujar Hengki.

"Aku baik-baik saja, Mas," sahut Uci penuh dusta.

"Memangnya aku anak kecil yang bisa kamu bohongi? Katakan saja! Kamu sedang ada masalah apa?"

Uci menoleh ke arah Hengki dengan tatapan nanar. Gadis itu selalu saja menceritakan kegundahan hatinya pada Hengki. Mungkin kali ini Uci juga harus menceritakannya pada Hengki untuk membuat hatinya lega.

"Ceritakan saja padaku, Uci! Sebenarnya kamu punya masalah apa? Siapa tahu aku bisa membantu."

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!