bab 2

Bab 2

Uci mematung. Niat hati gadis itu hanya ingin mencurahkan kegundahan di hatinya, bukan untuk meminta bantuan pada Hengki. Uci sendiri juga sadar jika Hengki juga orang susah sama seperti dirinya. Tentu saja Uci tidak akan berani meminta bantuan pada Hengki.

"Maksud kamu apa, Mas? Aku cuma ingin numpang curhat saja. Aku bisa meminta pinjaman pada teman kerja nanti," ujar Uci.

Hengki mengulas senyum. "Aku tidak sedang bercanda, Uci. Aku benar-benar berniat ingin membantu kamu. Terima saja, ya? Kamu belum menemukan pinjaman sedikit pun, kan?" tawar Hengki.

Uci masih berusaha keras menolak. Mana bisa ia merepotkan yang sama susahnya seperti dirinya. Lebih baik Uci mencari pinjaman di tempat lain.

"Tidak perlu, Mas. Terima kasih banyak atas niat baiknya, tapi Uci akan berusaha mencari pinjaman di tempat lain," sahut Uci.

"Kenapa? Kamu pikir aku tidak punya uang?" celetuk Hengki.

Semua orang juga akan mengira Hengki tidak punya uang. Bagaimana tidak? Pria itu bekerja banting tulang siang dan malam di tempat carwash dengan bayaran yang tidak seberapa. Ditambah lagi, Hengki juga masih harus menekuni pekerjaan sebagai ojek online untuk menambah penghasilan. Semua orang yang mengenal Hengki tahu betul bagaimana sulitnya Hengki mendapatkan uang.

"Bukan begitu, Mas. Simpan saja uangnya untuk keperluan Mas. Kebutuhan Mas juga banyak, kan?" timpal Uci tanpa berniat menyinggung Hengki sedikit pun.

Sebenarnya Uci juga tidak ingin menolak bantuan. Namun, gadis itu juga merasa tidak enak hati untuk menerima pertolongan dari orang yang sama susahnya dengan dirinya.

"Kamu yang lebih membutuhkan, bukan? Kamu tunggu di sini sebentar, ya!" ujar Hengki pada Uci, kemudian pria itu berlari meninggalkan Uci di tempat tersebut.

"Mas mau ke mana?" tanya Uci pada Hengki.

"Tunggu saja di sana sebentar!" teriak Hengki dari kejauhan.

Mau tak mau, Uci pun akhirnya menunggu Hengki di tempat tersebut. Tak Lama kemudian, Hengki pun muncul dengan membawa satu kresek hitam yang ditentengnya.

Dengan napas terengah-engah, pria itu melempar senyum pada Uci sembari menyodorkan kresek hitam yang di bawanya. "Ambil ini!" ujar Hengki pada Uci.

"Apa ini, Mas?" tanya Uci kemudian membuka bungkus kresek tersebut, dan menemukan uang segepok yang diikat dengan tali karet di dalam sana.

Uci terkejut bukan main sangat melihat uang tersebut. Ternyata Hengki tidak bercanda saat menawarkan untuk meminjami dirinya uang. Saat itu juga, Hengki langsung mengambilkan uang dan memberikannya pada Uci.

"Jumlahnya pas sepuluh juta. Benar ini nominal yang kamu butuhkan? Tidak kurang?" tanya Hengki.

Sudut mata Uci mulai berair. Rasanya ingin sekali gadis itu menangis sekarang juga. "Mas benar-benar ingin meminjamkan uang ini padaku?"

"Kamu sudah memegang uangnya, kan? Pakai saja!" timpal Hengki dengan santainya.

Setengah hati Uci merasa lega, tapi setengah hati gadis itu masih merasa tak enak hati untuk menerima. "Ini uang tabungan Mas, kan? Kalau Mas butuh nanti bagaimana?"

"Kamu tenang saja. Aku masih punya uang simpanan lain. Lagi pula ini hanya uang simpanan untuk menikah. Bukan uang simpanan untuk keperluan darurat," ujar Hengki. Pria itu berusaha keras membujuk Uci agar gadis itu menerima bantuan darinya. Hengki benar-benar ikhlas dan berniat membantu Uci yang tengah kesulitan.

"Tapi, Mas ...."

"Sudah! Tidak perlu banyak tapi! Kamu terima saja!" tegas Hengki.

Uci terdiam sejenak. Gadis itu benar-benar terharu dengan bantuan tak terduga yang ia dapatkan di malam itu.

"Pakai saja, Uci! Nanti aku akan menagih kamu saat aku mempunyai rencana untuk menikah!" celetuk Hengki sembari tertawa kecil.

Uci masih mematung tanpa kata. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Sekeras apa pun Uci menolak, Hengki masih saja tetap memaksa.

"Aku hanya meminjamimu, kan? Aku tidak memberikan uang ini secara cuma-cuma padamu, kan? Kenapa kamu sulit sekali untuk menerimanya? Kamu harus mengembalikannya suatu hari nanti," ucap Hengki.

"Benar Uci boleh menggunakan uang ini?" tanya Uci mulai membuka suara.

"Pakai saja! Kamu bisa mengembalikannya nanti!" ujar Hengki tak merasa keberatan sedikit pun.

Uci mengusap sudut matanya yang sudah berair. Rasanya ucapan terima kasih saja tidak cukup untuk membalas kebaikan dari temannya itu.

"Terima kasih banyak, Mas. Terima kasih banyak atas bantuannya!" ucap Uci penuh rasa syukur. "Uci janji, Uci akan segera melunasi pinjaman ini!"

Hengki mengusap lembut kepala Uci. "Doakan saja aku tidak cepat menikah! Dengan begitu aku tidak akan menagih uang ini dalam waktu dekat," celoteh Hengki membuat Uci tertawa.

Uci benar-benar lega. Pertemuannya dengan Hengki tanpa disengaja malam ini akhirnya membuat sakit kepalanya hilang.

"Mas sudah makan malam? Mau beli nasi padang bersama?" tawar Uci pada Hengki.

"Setelah mendapatkan pinjaman, kamu langsung ingin menghamburkan uangnya untuk nasi padang?" omel Hengki sembari menjitak kepala Uci.

Uci menampakan cengiran kuda. Gadis itu tak hanya berutang uang pada Hengki, tapi juga berhutang budi. Jika saja Hengky tidak memberinya bantuan, entah bagaimana nasib Uci esok nanti.

"Beli makanan yang enak dan segera pulang untuk istirahat. Malam ini kamu sudah bisa tidur nyenyak, kan?" imbuh Hengky.

"Terima kasih banyak, Mas. Malam ini Uci bisa tidur nyenyak berkat Mas," ucap Uci.

"Kamu terlalu berlebihan! Aku kan sudah bilang kalau aku tidak memberikan uang ini. Ini hanya pinjaman. Kenapa kamu berlebihan sekali pada orang yang memberikan utang padamu?" cibir Hengki.

"Ini tetap bantuan besar, Mas. Banyak orang di luar sana yang punya uang, tapi tidak punya niat untuk membantu," sahut Uci.

Sebelum malam semakin larut, keduanya pun segera berpisah dan beristirahat di tempat masing-masing. Uci terus bersenandung girang selama berjalan menuju kembali ke kontrakannya.

Meskipun setelah ini Uci harus mencicil utang pada Hengki, tapi setidaknya gadis itu sudah berhasil memenuhi permintaan ibunya dan membantu biaya pernikahan kakaknya.

"Untung saja uangnya sudah dapat," gumam Uci dengan kelegaan luar biasa.

Keesokan harinya, Uci segera memberikan kabar pada ibunya kalau dirinya hendak mengirimkan uang. "Halo, Bu?" sapa Uci pada Bu Sumi melalui sambungan telepon.

"Kenapa lagi kamu telepon?" tanya Bu Sumi dengan nada ketus.

"Uci sudah dapat uangnya, Bu. Sudah Uci kirimkan ya uangnya. Ibu bisa memeriksanya sekarang," ungkap Uci pada sang ibu.

"Benarkah?" tanya Bu Sumi dengan manik mata berbinar.

"Benar, Bu. Jumlahnya sesuai permintaan Ibu," ujar Uci.

Mendadak sambungan telepon pun langsung diputus oleh Bu Sumi. Wanita paruh baya itu pun segera memeriksa uangnya tanpa melanjutkan obrolan dengan Uci di telepon.

Wanita paruh baya itu pun dibuat girang bukan main saat mengambil uang senilai sepuluh juta yang telah dikirimkan oleh Uci padanya. "Uangnya benar-benar sudah masuk!" ucap Bu Sumi dengan girang.

Setelah mendapatkan uang, wanita paruh baya itu tidak berniat sedikit pun untuk menghubungi Uci. Untuk sekedar mengatakan kalau uangnya sudah diambil saja, Bu Sumi tidak mau. Apalagi untuk mengucapkan kata terima kasih. Tak pernah sedikit pun wanita paruh baya itu mengucapkan terima kasih kepada putrinya yang sudah banting tulang membantu dirinya selama ini.

[Uangnya sudah diambil, Bu? Semoga bermanfaat, ya! Semoga acara hajatan Kak Kholifah lancar.]

Uci menyempatkan diri mengirimkan pesan singkat untuk sang ibu. Namun sayangnya Bu Sumi tidak menggubris pesan darinya. Wanita paruh baya itu benar-benar bagai kacang lupa kulit. Setelah mendapatkan apa yang ia mau, Bu Sumi langsung membuang Uci begitu saja.

"Semoga Uci bisa terus berbakti pada Ibu," gumam Uci masih bisa bersyukur disaat gadis itu hanya dimanfaatkan oleh keluarganya yang mata duitan.

*****

Terpopuler

Comments

kavena ayunda

kavena ayunda

anak bodohhh

2023-03-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!