Lovely membuka matanya perlahan-lahan sembari memegang kepalanya yang amat berat. Ia menatap langit-langit kamar itu. Namun, ia belum sadar dengan keberadaannya saat ini hingga ketika ia menggerakkan tangannya ke samping kanan dan menyentuh tangan seseorang, ia terkejut. Seketika pula kepalanya menoleh untuk memastikan yang ia sentuh, dan matanya membulat kala ia melihat sosok pria berbaring di sebelahnya dengan posisi tengkurap tapi Lovely tidak melihat wajahnya karena wajah pria itu menghadap ke sebelah kanan.
Lovely panik dan ketakutan melihat situasinya sekarang, terlebih ketika ia melihat tubuhnya tak memakai sehelai pakaian apapun kecuali selimut yang menutupi area intimnya. Bahkan tubuhnya sakit seolah habis dipukuli beberapa orang ketika ia menggerakkannya untuk menjauh dari pria itu. Dengan susah payah, Lovely bangun dan ingin langsung berdiri tapi pinggangnya tiba-tiba tak bisa ia gerakkan hingga ia duduk sebentar di tepi kasur sembari memegang pinggangnya itu.
“Ya tuhan! Kenapa aku berakhir seperti ini?” gumam Lovely yang berusaha bicara pelan agar pria itu tidak mendengar suaranya.
Tanpa membuang-buang waktu, Lovely mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai lalu memakainya kembali. Ia malu berada lama-lama di tempat yang membuatnya jijik dengan tubuhnya sendiri hingga wanita berumur delapan belas tahun itu, buru-buru meninggalkan kamar, bahkan ia tidak ingin melihat wajah pria brengsek yang tega merenggut kesuciannya meski sebenarnya semalam Lovely tidak memberontak.
Lovely kini sampai di rumahnya dengan taksi yang mengantarnya kembali. Sesaat ia berdiri di depan pagar rumahnya dengan perasaan takut tentang ayahnya yang pasti memarahinya karena pulang pagi. Apalagi jika ayahnya sampai tahu ia bermalam bersama dengan pria tak dikenal. Bisa-bisa ayahnya yang mementingkan nama baik keluarganya itu, akan membunuhnya.
Disaat Lovely memikirkan tentang dirinya dan ayahnya, tiba-tiba sebuah mobil datang dari belakang, dan mobil itu membunyikan klaksonnya hingga Lovely yang tadinya melamun, memutar tubuhnya melihat mobil itu. Mobil itu berhenti dan Jenar turun dari mobil dengan raut wajahnya yang seolah khawatir dengan Lovely.
Bahkan Jenar langsung memegang kedua bahu Lovely, dan menatapnya penuh kekhawatiran. “Lovely, kamu dari mana saja, hah? Bibi Kecil cari-cari kamu semalam di pesta, kamu tidak ada!”
Lovely memang sejak kecil memanggil Jenar Bibi Kecil karena Jenar adalah adik Pak Arman Gundawan-ayah kandung Lovely. Namun usia Jenar hanya terpaut lima tahun dari usia Lovely. Mendiang kakek Lovely, ayah kandung Jenar, memiliki dua istri dan ibu kandung Jenar adalah istri muda yang seumuran dengan ibu kandung Lovely hingga usia Lovely dan Jenar pun tidak terpaut sangat jauh.
Seketika pula Lovely menangis. “Bibi Kecil, hiks, hiks, hiks!”
Jenar menarik Lovely ke dalam pelukannya dan mengusap punggung keponakannya dengan lembut. Ia tidak bisa mengabaikan Lovely yang menangis di depannya karena bagaimanapun juga, Lovely masih kecil dimatanya, mengalami hal seperti semalam adalah hal yang sangat menakutkan bagi gadis yang masih remaja. Namun Jenar sendiri tidak punya pilihan. Demi memulihkan perusahaan yang dibangun orang tuanya, ia harus mengorbankan Lovely tanpa sepengetahuan semua orang kecuali dirinya saja. Bahkan Lovely yang masih lugu dan polos tidak tahu apa-apa.
“Sudah Lovely. Jangan menangis! Kamu sudah aman. Bibi kecil sudah ada di depanmu. Sekarang tidak ada orang yang akan menyakitimu.” Jenar melepaskan pelukannya lalu beralih menatap lebih lekat pada Lovely yang masih menangis tapi Lovely sudah tidak mengeluarkan suaranya lagi.
“Semalam di pesta bibi kecil. Ada orang yang memukul leherku sampai pingsan, dan aku dibawa ke kamar hotel. Saat bangun, aku sudah tidak pakai baju dan ada pria tua di sebelahku. Pria itu menodaiku bibi.” Lovely sangat mempercayai bibi mudanya karena sejak dulu, hanya Jenar yang selalu memberikannya perhatian bahkan membelanya jika sang ayah memarahinya. Oleh sebab itu, Lovely tidak pernah menyembunyikan apapun dari Jenar. Rahasia kecil atau besar, semuanya ia katakan pada Bibi Kecilnya itu.
“Bibi Kecil, kenapa bisa ada orang yang kejam begitu padaku?”
Jenar tampak kasihan melihat ekspresi sedih Lovely hingga ia mengusap air mata yang masih membasahi pipi Lovely. “Bibi Kecil minta maaf Lovely. Semalam di pesta ulang tahun bibi kecil, bibi hanya peduli dengan teman-teman bibi sampai kamu dapat musibah. Lain kali Bibi Kecil tidak akan begitu lagi.”
Meski tidak bicara tapi Lovely mengangguk.
“Dan untuk masalah yang kamu alami semalam, kamu jangan kasih tahu papa dan mamamu. Siapapun itu. Cukup Bibi Kecil saja yang tahu karena kalau sampai mereka tahu, bibi yakin, papamu bakal marah besar dan nggak tahu apa yang bakal dia lakukan padamu, Lovely. Kamu paham yang bibi omongin kan?”
Lovely kembali mengangguk. “Paham Bi.”
“Oke. Sekarang hapus air matamu. Jangan pasang muka sedih begitu. Kamu harus ceria kayak biasanya supaya papamu nggak curiga!” Jenar pun memegang tangan Lovely dan menarik ponakannya masuk setelah Lovely sudah tenang dan sudah bisa tersenyum kembali.
Sementara Alister masih berada di kamar hotel itu, tapi pria itu sudah bangun, bahkan sudah membersihkan tubuhnya, juga sudah berpakaian rapi dengan kemeja putih, celana panjang coklat tuanya, serta sepatu pentovel coklatnya. Ia duduk santai di sofa dengan beberapa macam makanan di depannya tapi Alister sama sekali tak menyentuh sarapannya itu. Ia malah melamun, memikirkan wanita semalam. Tubuh mungil yang ia rengkuh, yang ia peluk semalam, ia ingat dengan jelas meski lampu kamarnya tidak ia nyalakan. Aroma wanita itu bahkan masih tertinggal dalam tubuhnya.
“Wanita itu pergi gitu aja. Padahal aku belum kasih dia uang. Atau dia sudah terima uangnya dari si Qomar.”
Pak Qomar masuk bersama Asil yang memang diperintahkan oleh Alister untuk memanggil Pak Qomar. Pak Qomar langsung membungkuk di depan Alister yang duduk bersandar, menyilangkan kakinya. Raut wajah Pak Qomar tampak takut dan khawatir dengan Alister yang mungkin saja tidak menyukai pemberiannya semalam hingga ia tidak berani mengungkit tentang hal itu.
“Silahkan katakan yang Anda butuhkan Tuan Alister!”
“Bawakan wanita semalam ke hadapanku. Aku mau booking wanita itu malam ini,” ujar Alister yang membuat Pak Qomar sedikit kaget.
“Baiklah Tuan. Saya akan bawakan gadis itu lagi, tapi mungkin butuh uang dua kali lipat dari semalam.” Pak Qomar adalah pria yang tidak ingin rugi. Jika ada kesempatan mendapatkan keuntungan maka tentu ia pergunakan sebaik mungkin, seperti saat ini.
“Mau tiga kali lipat atau sepuluh kali lipat sekalipun, aku bayar. Asal wanita itu kau bawa ke hadapanku,” jelas Alister dengan tegas.
“Oke Tuan Alister.”
Alister sudah mengatakan maksudnya memanggil Pak Qomar. Ia pun melambai-lambaikan tangannya-menyuruh Pak Qomar keluar dari ruangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Lina ciello
setan darat ancen jejen kui
2023-10-27
0
Lina ciello
kamuuu jahattttttt 😡😠 jejennn
2023-10-27
0
Denita Precilla
ketagihan. gak tahu aja klo cewek yg lu tidurin bukan pelacur tp anak baik2🙄
2023-03-03
2