Bab 2
Teriakan para tamu memenuhi area di dekat panggung pelaminan, sehingga memancing orang-orang yang memang berada agak jauh dari sana. Seorang pemuda yang berhasil menangkap tubuh Qiana, membopong tubuh perempuan itu dan membawanya ke luar gedung.
"Ada apa ini? Kenapa wanita itu tidak sadarkan diri?"
Para tamu undangan saling bertanya karena mereka tidak tahu akan adanya pertengkaran tadi di atas panggung. Wajah-wajah dari kaum hawa yang ada di sana banyak yang berubah pucat.
"Katanya wanita tadi itu tunangan mempelai laki-laki. Dia tidak terima dengan pengkhianatan ini."
"Tadi dengar-dengar mempelai wanitanya adalah teman baik perempuan yang pingsan itu."
"Apa, keterlaluan sekali merebut tunangan temannya sendiri."
"Iya. Apa dia tidak takut kena karma nanti."
Kasak-kusuk masih saja terus menggema di ruangan itu. Terutama dari mulut para wanita yang kini melihat ke arah pengantin. Tatapan merendahkan dan hina terlihat terpancar jelas dari netra mereka.
Tentu saja hal ini membuat Zeline marah. Rasanya dia ingin mengamuk dan mencaci-maki orang yang sudah mengatai dirinya. Wanita itu merasa kalau kalau dia tidak bersalah, karena status Emir dengan Qiana masih tunangan.
***
"Dokter tolong wanita ini!" teriak Keenan yang masuk ke ruang UGD sambil menggendong Qiana.
"Dia kenapa?" tanya perawat yang membantu Keenan saat membaringkan tubuh Qiana.
"Tidak tahu. Dia tiba-tiba saja tidak sadarkan diri," jawab pemuda yang sudah menangkap tubuh Qiana tadi.
Dokter pun memeriksa keadaan perempuan bergaun pesta itu. Sementara itu, Keenan mencari handphone milik Qiana. Pemuda itu menghubungi nomor yang diduga adalah orang tua perempuan yang dia tolong.
"Halo, maaf ini dengan siapa yang punya nomor handphone ini?" tanya Keenan begitu sambungan telepon terhubung.
"Ini nomor handphone putri saya, Qiana. Saya ini ibunya, kenapa handphone putriku ada padamu?" tanya Nana.
"Putri ibu sekarang sedang berada di rumah sakit Harapan. Dia tadi pingsan saat di pesta pernikahan."
"Apa? Ayah … Qiana masuk rumah sakit!" Keenan menjauhkan handphone dari telinganya saat suara teriakan Nana begitu melengking dan terasa masuk ke telinga semua.
Tidak sampai 15 menit kedua orang tua Qiana sudah sampai ke rumah sakit terbesar di ibu kota. Mereka pun mendatangi ruang UGD untuk mencari keberadaan sang putri.
"Qiana!" panggil Nana histeris saat melihat putrinya berbaring di atas brankar.
Keenan yang duduk di samping ranjang pasien langsung berdiri dan digantikan oleh Nana. Pemuda itu pun tersenyum kepada Bara, ayahnya Qiana.
"Kamu, siapa?" tanya Bara.
"Saya, Keenan. Kebetulan tadi ada di pesta itu dan membawa Qiana ke sini," jawab pemuda berbadan tinggi tegap saat merasa laki-laki paruh baya itu melihatnya dengan penuh selidik.
"Terima kasih sudah menolong Qiana," ucap Bara dengan senyum ramah, tetapi tatapan matanya nanar.
Dokter pun datang sambil membawa hasil pengecekan. Laki-laki berjas putih itu tersenyum tipis ketika Bara dan Nana melihat ke arahnya.
"Selamat, Pak. Nona Qiana saat ini sedang mengandung. Usia kehamilannya sekitar 5 minggu," kata Dokter sambil menyerahkan hasil USG dan laboratorium.
Bagai terkena pukulan godam yang dipukulkan ke kepala, Bara dan Nana sangat terkejut mendengar kabar ini. Mereka marah, kecewa, malu, dan tidak percaya. Mana mungkin putri mereka bisa hamil, sementara dia belum menikah. Nana merasa dadanya sakit sekali, dia takut penyakit jantung akan kambuh kembali.
"Saat ini hemoglobin dalam tubuh Nona Qiana agak rendah, jadi dia harus dirawat dahulu," jelas dokter dan kedua orang paruh baya itu hanya mengangguk karena masih shock.
Kini Qiana dirawat di ruang kelas satu. Wanita itu sudah menghabiskan satu kantung labu darah dan keadaanya sudah jauh lebih baik. Saat dini hari dia pun tersadar dan terkejut saat mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit.
"Kenapa aku bisa di rawat?" batin Qiana sambil mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan serba putih ini. Terlihat ibunya yang berjalan ke arah dia.
"Kamu sudah sadar," ucap Nana dengan dingin dan ketus.
"I–bu, kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Qiana dengan suaranya yang masih lemah.
"Katakan pada ibu, siapa bapak anak dari janin itu?" tanya Nana dengan sedikit membentak perempuan yang sedang berbaring.
Untuk kedua kalinya Qiana terasa terkena sambaran petir. Ketakutan dalam dirinya kemarin kini terbukti sudah. Seharusnya beberapa hari yang lalu dia datang bulan, tetapi sampai sekarang belum juga dia dapatkan. Air mata perempuan cantik itu langsung meluncur di pipinya yang putih.
"Katakan siapa yang sudah menghamili kamu, Qiana?" teriak Nana dengan suaranya yang menggelar, karena hari masih dini hari dan orang-orang sedang istirahat.
Bara yang sedang tidur pun terbangun. Lalu laki-laki paruh baya itu mendatangi putri dan istrinya.
"Nak, siapa yang sudah membuat kamu seperti ini? Emir?" Bara menduga, karena dia tahu hanya pemuda itulah yang dekat dan dicintai oleh Qiana.
"E–mir, Bu." Qiana menangis tergugu.
"Kalau begini pernikahan kalian harus segera dipercepat," ucap Bara dan dibenarkan oleh Nana.
Qiana menggelengkan kepalanya. Perempuan itu sudah sangat sakit hati akan pengkhianatan tunangan dan sahabat baiknya yang sudah dia anggap saudara sendiri.
"Apa maksudnya, Qiana?" tanya Bara lagi dengan suaranya yang lembut.
"Emir sudah menikah, Yah," jawab Qiana sambil menangis tergugu.
"Apa?" Bara dan Nana sangat terkejut mendengar ucapan putrinya.
"Iya, Bu. Tadi aku datang ke pernikahan Zeline, ternyata yang menjadi mempelai laki-lakinya adalah Emir. Sekarang dia sudah menjadi suami Zeline, Yah."
Bahu Qiana terguncang hebat akibat dari tangisannya semakin terdengar pilu. Sekarang dia baru menyadari kebodohan dirinya yang mau saja diajak bercinta oleh laki-laki yang belum sah menjadi suami baginya.
"Qiana, apa kamu sudah tidak punya harga diri lagi. Kenapa kamu mau melakukan perbutan dosa itu, hah!" bentak Nana dengan napas tersengal-sengal.
"Maafkan aku, Bu. Aku memang bodoh sudah terperdaya rayuan mulutnya. Aku menyesal, sungguh menyesal!"
Nana menangis dalam pelukan Bara. Sebagai seorang ibu sekaligus orang tua, dia sudah merasa gagal. Putri satu-satunya itu kini sudah membuat aib dan mencoreng keluarga mereka.
"Sudah, Bu. Semua sudah terlanjur terjadi, waktu tidak bisa lagi diputar," ucap Bara.
"Yang ibu tidak mengerti adalah kenapa Emir bisa menikah dengan Zeline? Bukannya Heni dan Hari tahu kalau Emir dan Qiana itu sudah tunangan," tanya Nana dan Bara pun merasa aneh. Apalagi tadi saat dia menghubungi, tidak ada satu pun nomor dari mereka yang aktif.
"Aku juga baru tahu kalau Emir dan keluarganya sudah memutuskan hubungan pertunangan ini. Tadi aku sempat berpikir kalau dia mengatakan pembatalan tunangan itu kepada Ayah dan Ibu," balas Qiana.
Bara dan Nana saling melirik, mereka jelas sangat kecewa dan sakit hati. Mereka sama sekali tidak menerima berita itu.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus minta pertanggungjawaban mereka, terutama Emir. Enak saja dia sudah membuat masa depan Qiana rusak, sementara dia enak-enakan dengan wanita baru," ujar Bara dengan sewot.
Hari masih subuh Qiana dan kedua orang tuanya mendatangi hotel tempat Emir dan Zeline menginap. Mereka ingin menuntut keadilan untuk putrinya, agar laki-laki itu mau bertanggung jawab.
Setelah mendapatkan informasi kamar tempat Emir dan Zeline, mereka pun bergegas mendatangi tempat itu. Nana menekan bel dengan tidak sabaran sampai pintu dibuka.
"I–bu?" Wajah Emir mendadak pucat saat tahu orang yang menekan bel seperti orang gila. Dilihatnya juga ada Qiana dan ayahnya.
"A–yah?"
Tanpa banyak bicara Bara langsung menonjok muka Emir, sampai laki-laki itu terhuyung ke belakang. Suara erangan kesakitan keluar dari mulutnya. Darah pun keluar dari hidung dan ujung bibirnya yang sedikit tergigit oleh gigi.
"Sayang, siapa yang pagi-pagi sudah mengganggu?" Zeline keluar hanya dengan menggunakan gaun malam.
"Kau!" Nana menunjuk teman putrinya yang di kenal dengan tatapan tidak percaya.
***
Apakah Emir akan mau mempertanggungjawabkan perbuatanya dan mengakui janin dalam rahim Qiana? Ikuti terus kisah mereka, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
martina melati
menyesal tiada guna... saat melakukanny mengapa tidak menyesal?
2024-05-31
1
Sulaiman Efendy
MANA ADA SI EMIR MAU TANGGUNG JAWAB, .. HRSNYA DIBUAT MMPUS TOKOH SPRTI EMIR..
MAKANYA AKU BILANG, SUKA2 BENCI BACA NOVEL MBAK SAN-SU ...
2024-03-01
1
Dwi ratna
pngen ikut nonjok deh
2023-04-22
5