Sepeninggal Lingga, Galuh pun mempersiapkan diri untuk ke sekolah. Hari ini hanya ada kegiatan untuk mengurus ijazah dan lain-lain.
Galuh melihat sang ibu yang hanya termangu menatap kebun yang mengelilingi rumah kecil mereka.
"Bu, ibu istirahat di dalam aja ya? Galuh mau ke sekolah!",pamit Galuh.
"Kendaraan kamu ngga ada Luh." Galuh tersenyum.
"Ngga apa-apa Bu, nanti Galuh bisa minta jemput teman Galuh di jalan raya."
"Tapi dari sini ke jalan raya jauh banget nak!",Sekar mengusap kepala anaknya dengan sayang.
"Ngga apa-apa bu. Galuh ke sekolah juga cuma mau ngurus surat kelulusan. Bukan untuk belajar!"
Sekar menitikkan air matanya. Dia merasa kasihan pada putri tunggalnya yang harus merasakan hal sepahit ini di usia mudanya. Sekar memutuskan untuk tidak kembali ke pabrik di mana ia bekerja selama ini setelah ayah Galuh meninggal.
Sebenarnya, banyak sesama pekerja yang tak menyukai Sekar. Hanya saja, Sekar tak terlalu memikirkannya. Ia fokus mendapatkan uang untuk menghidupi putri satu-satunya.
"Bu, Galuh akan bekerja setelah ini. Udah saatnya ibu istirahat dan berada di rumah."
"Ibu masih kuat Luh. Belum setua itu!",Sekar mengulas senyumnya.
"Permisi!",suara pria dewasa mengejutkan sepasang ibu dan anak itu. Mata Sekar membulat menatap sosok yang ada di hadapannya.
"Mau apa anda kesini hah? Mau apa?",Sekar tampak histeris melihat pria yang baru saja menyapa.
"Ibu! Ibu kenapa?",Galuh berusaha menenangkan ibunya.
Pria itu tampak shock melihat gadis mungil yang memanggil Sekar, ibu.
"Pergi! Jangan ganggu kami!",teriak Sekar.
Pria itu, yang tak lain Glen memundurkan langkahnya.
"Ibu, tenang Bu!",Galuh membalas pelukan ibunya.
"Dia...dia orang jahat Luh! Dia yang udah bikin ibu kotor! Jangan dekat-dekat dengan pria jahat itu Luh! Awas! Jangan dekati anakku!",teriak Sekar.
Galuh menyadari jika ibunya sedang kalut apalagi melihat sosok pria yang sudah melecehkannya kemarin.
"Sekar...maafkan saya...!",kata Glen maju mendekati ibu dan anak itu yang saling berpelukan.
"Pergi, jauh-jauh dari kami. Jangan dekati anakku!",Sekar semakin mengeratkan pelukannya.
"Om, apa om pelakunya?",tanya Galuh menatap Glen dengan mata berkaca-kaca. Sekar sendiri sudah menenggelamkan kepalanya ke bahu Galuh sambil terisak.
Glen menatap kedua perempuan itu dengan perasaan bersalah. Sungguh, dia tak ada niat melecehkan Sekar. Gara-gara permainan teman-temannya yang membuat dia mabuk menjadikan Sekar korban permainan mereka.
"Maaf...! Saya...saya akan bertanggung jawab!",kata Glen.
"Pergi! Pergi kamu dari sini! Pergi!",teriak Sekar.
"Ibu....!",Galuh mengeratkan pelukannya pada sang putri.
"Om, sebaiknya om pergi dulu. Ibu saya butuh ketenangan. Saya hargai tanggung jawab om!",kata Galuh.
Dengan terpaksa, Glen pun meninggalkan mereka berdua. Tapi sebelumnya, Glen memberikan sebuah amplop berisi uang.
"Bukan maksud saya membayar ibu kamu. Tapi...om hanya ingin membantu kalian."
"Aku tidak sudi menerima uang itu. Aku bukan Pela***!",teriak Sekar. Galuh hanya mampu memejamkan matanya. Ibunya sudah tak bisa lagi di tenangkan.
"Pergi lah om. Dan bawa uang itu. Kami memang miskin! Tapi kami punya harga diri!",ujar Galuh.
Glen menatap kedua perempuan cantik itu dengar pandangan bersalah dan menyesal. Andai saja permainan laknat dengan teman-temannya tidak pernah terjadi.
Glen pun meninggalkan ibu dan anak itu. Dia kembali ke mobilnya yang terparkir cukup jauh dari rumah itu.
Argggghhhh!
Glen berteriak memukul setirnya untuk meluapkan emosinya. Dia benar-benar bingung saat ini. Tiga hari lagi ia akan menikah dengan Helena. Perempuan yang di jodohkan oleh kedua orang tuanya.
Meski tak ada cinta antara Glen dan Helena, tapi tetap saja Glen merasa dirinya sudah mengkhianati Helena. Karena dia sudah menyetujui perjodohan itu. Andai Sekar mau Glen bertanggung jawab, mungkin dia akan membatalkan rencana pernikahan itu.
.
.
.
Lingga sudah sampai di kediaman mewah milik orang tuanya. Tubuhnya lelah sepanjang pagi hingga siang menyetir mobil sendiri.
"Ingat pulang kamu?",tanya Arya, papanya Lingga. Lingga yang akan menaiki tangga pun berhenti.
"Pa. Aku capek. Bisa ngga berantemnya ntar aja?",tanya Lingga songong.
"Jangan kurang ajar kamu ya Ga!",Arya menarik jaket yang Lingga kenalan.
"Papa!"
Seorang wanita dewasa menarik tangan Arya yang mencengkram erat jaket putranya.
"Biarkan Lingga istirahat dulu pa. Kita bisa bicara nanti!",kata Gita, mama Lingga.
"Udah kamu masuk ke kamar Ga. Bersih-bersih dulu. Kalo udah istirahat, nanti temui kami saat makan malam!",titah Gita pada Lingga.
"Mama selalu bela anak itu!",kata Arya kesal. Lingga menarik nafas dalam-dalam lalu melangkahkan kakinya menuju kamar yang sudah lama sekali tak ia huni.
Di lemparnya ransel berisi pakaian yang sudah tak beraturan itu. Ia meraih handuknya lalu masuk ke kamar mandi.
Lingga memilih mengguyur kepalanya di bawah shower. Meredam segala emosinya. Sebenarnya ia malas untuk pulang ke rumah mewah ini. Tapi dia juga tidak bisa bersikap semaunya sendiri.
Aliran air membasahi seluruh tubuhnya. Sejak kemarin siang, dia belum mandi sama sekali. Lingga memejamkan matanya. Mengingat kejadian kemarin yang menjadikan dirinya berstatus suami dari Galuh.
Mendadak ia teringat pada Galuh, istri dadakannya. Gadis mungil dan polos, yang berani membalas setiap ucapannya saat insiden tabrak menabrak. Apa kabar kendaraan rongsok nya itu? Bagaimana kalau dia butuh bepergian? Sisi kemanusiaannya tergelitik. Sebenarnya dari awal ia menyadari, dia yang bersalah sudah menabrak motor butut Galuh. Hanya saja gengsi nya terlalu tinggi. Apalagi yang di hadapi olehnya adalah gadis kecil.
Pernikahan dadakan itu merubah kondisi psikis nya. Jika di awal dia arogan, tapi melihat sisi baik Galuh yang melayani nya dengan baik hatinya merasa bersalah.
Dirinya yang orang berada, hanya memberinya uang tiga puluh ribu. Tak ada muka sama sekali sebenarnya di depan Galuh dan ibunya! Tapi apa mau di kata?
Setelah membersihkan diri dan berpakaian, Lingga merebahkan diri di ranjang nyamannya. Tubuh nya terlentang tapi pikirannya menerawang jauh. Ingat semalam dia tidur di kasur yang keras. Tak tega melihat Galuh yang tidur di sofa, dirinya mengalah untuk menggantikan posisi tidur nya di sana.
Mata Lingga terbuka. Kehidupan mewahnya selama ini berbanding terbalik dengan Galuh yang sangat sederhana itu. Bukankah dirinya harus banyak bersyukur dengan apa yang dia miliki sekarang???
Tok....tok....
"Den, di panggil nyonya buat makan malam!",kata Bibik.
"Ya!",Lingga hanya menyahuti seperti itu. Dengan malas Lingga keluar dari kamarnya. Ia menapaki tangga lalu berjalan menuju ke meja makan. Mama papa nya sudah duduk di sana, serta Tante Helena adik Mamanya pun sudah menunggu di sana.
"Malam Ma, Pa, Tante!",sapa Lingga pada mereka semua.
"Malam Ga. Udah kelar nih pura-pura ikut KKN kaya mahasiswa yang lain?",ledek Helena. Tante Lingga yang usianya hanya berbeda tujuh tahun darinya.
Lingga hanya tersenyum menanggapi ledekan Tantenya itu.
"Makan, setelah ini papa ingin bicara!",titah Arya.
Makan malam pun berlangsung hening. Jika di luar sana orang-orang menyangka keluarga Arya Saputra adalah keluarga harmonis, itu semua salah besar. Di keluarga Arya, semua harus menjadi seperti apa yang Arya inginkan.
Di sini lah mereka berempat berada. Helen, Tante dari Lingga sedang menginap di rumah kakaknya. Gadis itu sebentar lagi akan menikah dengan laki-laki yang di jodohkan oleh orang tuanya. Dan Gita, kakak perempuan satu-satunya yang Helen miliki. Makanya, dia betah sekali jika menginap di kediaman Arya.
"Dari pada kamu sok-sokan ikut KKN seperti mahasiswa lain, mending kamu ambil S2 di Kanada. Lanjutkan perusahaan kita di sana, temani kakak kamu Puja di sana. Sekalian belajar mengurus perusahaan. Jangan cuma bisanya main-main terus."
"Pa, papa kan tahu aku pengen ngajar Pa."
"Ngga usah sok-sokan jadi guru jadi dosen, gajinya berapa? Ketahuan kamu nerusin bisnis papa. Udah jelas penghasilannya."
"Tapi Pa..."
"Ga, nurut apa kata papa kamu. Ini semua buat kebaikan kamu juga kok!",kata Gita.
Lingga meremas kedua tangannya. Ingin melawan tapi tak sopan.
Helena menepuk bahu keponakannya itu. Lingga menoleh kepadanya.
"Ga, dengerin kata papa kamu! Mereka cuma berharap yang terbaik buat kamu ke depannya nanti",kata Helen menenangkannya.
"Aku bukan Tante Helen yang menerima apa pun perintah papa dan di dikte keluarga ini. Aku juga pengen punya keputusan, punya pilihan buat jalanin hidup ku."
Lingga tahu jika Tantenya pasrah begitu saja saat di jodohkan oleh kakek nenek Lingga. Tapi Tante Helen tak bisa menolak apa yang kakek dan nenek atur untuknya.
"Jaga bicara mu Lingga?",Arya bangkit dari duduknya lalu berdiri menampar Lingga. Lingga hanya mampu mengusap bekas tamparan papanya. Mama dan Tante nya juga tak bisa membelanya karena takut dengan papa.
"Setelah pernikahan Tante mu, kamu harus berangkat ke Kanada!",titah Arya. Setelah itu, ia meninggalkan ruang keluarga yang masih di huni oleh Lingga bersama mama dan Tante nya.
Gita mendekati putra bungsunya, lalu di peluk dengan penuh kasih sayang.
"Sayang, dengarkan papa. Turuti semua kemauan papa! Ini buat kebaikan kamu!",kata Gita.
Lingga terdiam membisu. Jika di luar dia tampak arogan, di rumah orang tuanya dirinya hanyalah anak yang harus menuruti apa kata orang tuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Nur Lizza
kasihn Lingga
2024-03-07
0
Ezar Faruq
benar kata pepatah dunia selebar dau kelor.helena tante lingga dan glen calon suami helana yang memperkosa ibu galuh.
2024-03-01
1
Yuli Purwa
tak bijak pula orang tua sudah memaksakan kehendak tapi pakai pukul pisik pula 😔😔😔
2024-01-20
0