Galuh membatalkan niatnya pergi ke sekolah. Dia tidak tega meninggalkan ibunya dalam kondisi seperti itu.
Ponselnya berdering, ada panggilan dari teman sekolahnya.
[Hallo , Sin?]
[Halo Luh, kamu di mana?]
[Aku masih di rumah Sin. Motor ku rusak. Terus...ibuku juga lagi sakit, kayanya aku nyusul aja deh ngurusin dokumen sekolahnya]
[Ya ampun, ibu sakit apa Luh?]
[Eum? Ah, ngga apa-apa cuma pusing aja kok. Tapi aku kasihan ninggalin ibu di rumah]
[Oh ya udah kalo gitu. Semoga ibu cepet sembuh ya?]
[Iya sin, makasih ya]
Hubungan jarak jauh keduanya pun selesai. Galuh menghampiri ibunya yang termangu sejak kepergian Glen. Sebenarnya Galuh menerima niat baik Glen, tapi... sepertinya ibunya sangat trauma dengan peristiwa itu.
"Luh!", panggil Sekar.
"Iya Bu?",sahut Galuh lalu menghampiri sang ibu.
"Kalo kita pindah dari desa ini, mau ngga?",tanya Sekar tanpa menatap putrinya.
"Pindah? Pindah ke mana Bu?",tanya Galuh bingung. Sekar hanya menggeleng.
"Bu, kalo kita pergi dari sini, lalu rumah peninggalan ayah gimana? Kebun ini?",tanya Galuh pada ibunya.
"Jual aja Luh. Ibu ngga mau di sini lagi!",kata Sekar sambil meneteskan air matanya.
"Bu, ibu yakin? Rumah ini, kenangan terakhir kita sama ayah lho Bu!",Galuh mencoba menanyakan niat ibunya untuk menjual peninggalan ayahnya.
Sekar terdiam. Dia akui, banyak kenangan yang tercipta antara dirinya dengan ayah Galuh. Tapi, dia ingin membuka lembaran baru dalam hidupnya. Dia tidak ingin jika pria laknat itu kembali mencarinya.
Sekar merasa trauma melihat betapa bringasnya pria itu.
"Bu, kita pergi dari sini. Tapi jangan jual kebun dan rumah peninggalan ayah. Ya Bu?",tanya Galuh pada Sekar.
Tapi Sekar masih belum menyahuti ucapan putrinya itu.
"Bu, nanti kalo mas Lingga datang ke sini, rumah ini bukan milik kita lagi terus dia gimana? Mau cari kita di mana?",tanya Galuh lagi.
"Kamu percaya dia akan kembali Luh?",tanya Sekar sambil mengusap kepala Galuh.
"Insyaallah Bu!",jawab Galuh. Jemarinya memainkan cincin yang ia pakai di jari tengahnya karena memang kebesaran di pakai di jari manis tangan kanannya.
Setelah negosiasi panjang, akhirnya Sekar memutuskan untuk tidak menjual rumah peninggalan suaminya itu. Dan sekar juga menyuruh Galuh untuk ke sekolah. Menyelesaikan dokumen-dokumen kelulusannya.
.
.
.
"Apa Lingga sudah mengabari kamu Luh?",tanya Sekar. Harusnya sejak tiga hari yang lalu Lingga sampai di kota. Tapi sayangnya, Lingga gak mengabarinya. Bahkan nomor yang Lingga berikan pada Galuh tak aktif.
Galuh menggeleng lemah.
"Sudah lah Bu. Ngga apa-apa. Mungkin hape mas Lingga rusak."
Galuh mencoba menenangkan dirinya agar tak perlu merasa sakit hati. Bagaimana tidak, status nya suami istri tapi mereka tetap lah dua orang asing yang disatukan dengan pemaksaan.
"Aku udah naroh pesan di kasur kok Bu. Mungkin nanti kalo mas Lingga ke sini, dia bakal hubungi aku."
Sekar menghela nafas berat. Mungkin dirinya egois, tapi...jika tidak seperti ini, mungkin selamanya Sekar akan tetap merasa hidupnya kotor karena teringat perbuatan bejat orang kaya itu.
"Rongsokan motor kamu, ngga di jual aja Luh?"
"Ngga Bu. Biarlah jadi rongsok, tapi itu batang pemberian ayah!",kata Galuh. Sekar memeluk tubuh putri kecilnya yang kini tumbuh dewasa.
"Kita berangkat Luh?",ajak Sekar. Galuh mengangguk. Mungkin dengan pergi dari sini, ibunya bisa sembuh dari traumanya.
Tujuh jam sepasang ibu dan anak itu sampai di kota. Berbekal uang tabungan, Sekar nekat membawa Galuh pergi dari kampung halamannya.
"Kita mau cari kosan di mana Bu?",tanya Galuh.
"Dulu waktu ibu sama ayah masih muda, pernah kost di daerah Xxx. Coba kita ke sana, mungkin di sekitar situ ada kostan kosong."
Galuh pun menuruti perintah sang ibu. Sekitar setengah jam, dua perempuan cantik itu sampai di sebuah daerah padat penduduk. Beruntung, Sekar masih bertemu tetangga lamanya saat tinggal di sana. Dan, mereka tak terlalu kesulitan mencari tempat untuk ngekost.
Berbeda dengan Galuh dan Sekar, Lingga sedang menghadiri acara pernikahan Tante kesayangan dengan Om Glen, laki-laki pilihan kakek neneknya yang di jodohkan dengan Tante Helen.
Sejak pulang dari KKN kw, papa nya menyita ponsel dan segala fasilitas yang Lingga punya sampai Lingga menyetujui untuk melanjutkan studi nya di Kanada sekaligus bekerja di perusahaan keluarga di sana.
Pernikahan yang meriah antara dua keluarga terpandang pun berakhir bahagia. Ya, bahagia di wajah para orang tua yang menginginkan perjodohan itu. Dan kedua mempelai pun berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka pun bahagia.
Usai menghadiri pernikahan Helen....
"Bibik sudah mengemasi barang-barang mu. Besok pagi kamu tinggal berangkat ke Kanada!",ujar Arya.
"Pa, papa selalu bilang sama aku untuk bertanggung jawab dengan apa yang sudah aku lakukan kan Pa? Jadi... please, aku punya tanggung jawab yang harus aku penuhi!",kata Lingga.
"Iya, papa memang mengajari mu tanggung jawab. Tapi tanggung jawab kamu adalah mengikuti semua peraturan yang papa buat buat kamu. Mengerti!?"
Lingga tak bisa berbuat apa-apa. Dalam hati kecilnya, ia ingin sekali mengabari istri mungil nya di kampung sana. Mungkin benar, tak ada cinta di antara keduanya. Tapi keduanya merasa sama-sama memiliki kewajiban dan tanggung jawab, terutama pada yang maha kuasa.
Lingga merebahkan dirinya di kamar. Bagaimana dia akan menghubungi Galuh? Sedang besok pagi dia harus berangkat ke Kanada? Padahal dia berjanji akan kembali menemui nya dua Minggu setelah ia berpamitan dengan nya.
Lalu, apa yang harus dia lakukan besok???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Nur Lizza
ya pergi aja Lingga ke rumah Galuh.
SMG mereka bersatu
2024-03-07
0
suryana suryana
Nyesek ngebacanya...
2024-01-19
1
andi hastutty
Galuh yg di rugikan nih ceritanya di gantung
2024-01-15
0