Azan subuh berkumandang di surau yang cukup jauh dari rumah Sekar. Gadis berusia delapan belas tahun itu pun bangkit dari tidurnya. Tapi...dia menyadari ada hal yang berbeda. Bukankah semalam dia tidur di sofa? Kenapa saat bangun justru dia ada di kamarnya?
Matanya menelisik ke sekitar kamar sampai netranya menangkap sosok lelaki yang baru kemarin menjadi suaminya tidur di sofa sambil meringkuk. Mungkin dingin atau mungkin juga memang sofa nya terlalu pendek untuk tubuhnya yang tinggi itu.
Galuh bangkit dari kasurnya. Ia langsung menuju ke kamar sang ibu. Ibunya sedang berzikir usai solat subuh. Tapi yang Galuh lihat, sepertinya sang ibu menangis. Mungkin peristiwa kemarin sangat menyakitkan baginya. Dia saja ikut merasakan seperti apa rasanya sakit hati ibu.
Sepuluh menit berlalu, Galuh sudah selesai solat. Tapi ibunya masih bergeming di sajadah lusuhnya. Galuh tak ingin mengganggu kekhusyukan ibu. Dia pun memilih ke belakang untuk menyalakan tungku.
Gadis itu mulai menanak nasi. Bingung dengan lauk yang akan di masak pagi ini. Jika biasanya setiap pulang kerja dari pabrik, ibu selalu menyemangati belanja. Tidak dengan sore kemarin. Ya, karena peristiwa kejam dan menjijikan itu.
Galuh buka lemari yang biasa di pakai untuk menyimpan makanan. Hanya ada ikan asin.
Dia menurunkan bahunya. Tak apa mungkin pagi ini sarapan dengan ikan asin dulu.Dia pun mencuci ikan asin tersebut sebelum ku goreng.
Hari masih cukup gelap. Gadis berambut panjang itu keluar dari pintu dapur. Melihat sekeliling kamar mandi masih ada daun kemangi dan daun singkong.
Memetik daun itu untuk di rebusnya dan di jadikan lalapan mungkin bukan ide buruk. Tak lupa ia memetik cabai untuk di buat sambal.
Setelah mendapatkan semuanya di 'warung hidup ', gadis cantik itu pun langsung mengeksekusi.
Aroma ikan asin yang khas membuat polusi di gubuk kecil itu. Tak terkecuali Lingga yang masih tidur meringkuk di sofa lusuh itu.
Laki-laki tampan itu mengucek matanya. Hidung mancungnya mencium aroma ikan asin.
Di lihat nya sang ibu mertua masih duduk bersimpuh dengan mukenanya yang sudah tak terlalu berwarna putih. Pintu kamar ibu mertuanya di biarkan terbuka. Sedang kamar istrinya, sudah kosong tak berpenghuni. Sudah di pastikan jika sang istri ada di dapur.
Lingga merentangkan kedua tangannya sambil melemaskan persendiannya yang kaku karena tidur di sofa yang pendek.
Lelaki tampan itu beranjak ke belakang. Di dapatinya sang istri yang sedang mengulek cabai untuk membuat sambal.
Mata keduanya beradu pandang saat Lingga melintas di depan Galuh. Tak ada sapaan atau teguran apa pun. Ya, mereka memang belum terlalu mengenal. Hanya kenal nama. Sudah!
Lingga membersihkan dirinya sebentar. Niat nya untuk mandi pun ia batalkan. Dia akan mandi di rest area saja nanti.
Saat lelaki tampan itu kembali ke dapur, Galuh sudah tidak ada. Api di tungku juga sudah kecil dan mungkin sudah di padamkan. Saat ia masuk ke ruang makan, istri dan ibu mertua nya sudah duduk di sana.
"Sarapan dulu Nak Lingga!",kata Sekar dengan suara serak. Lingga pun menuruti nya. Matanya langsung beralih pada menu yang belum pernah ia makan sama sekali.
Galuh menangkap keterkejutan Lingga dengan menu yang ada di meja makan.
"Maaf, hanya ini yang bisa aku sediakan."
Galuh mengambilkan nasi untuk Lingga. Meski kemarin malam Galuh melakukan hal yang sama, tapi entah kenapa batinnya merasa sesuatu yang beda.
"Terimakasih!",ucap Lingga. Kalimat yang terlontar saat bertengkar siang kemarin seperti terlupakan begitu saja. Dua sosok muda yang mendadak jadi sepasang suami istri ini benar-benar berbeda.
Jika kemarin Lingga angkuh dengan kata Lo Gue nya, begitu pula dengan Galuh yang tak ada takut-takut nya melawan Lingga pagi ini keduanya kicep. Aneh bukan?
Sarapan sederhana itu usai. Ketiganya kini duduk di ruang tamu.
"Jadi, gimana nak Lingga? Kalian akan tetap meneruskan pernikahan tanpa sengaja ini?",tanya Sekar pada menantunya. Lingga mengangguk pasti.
"Iya Bu. Lingga akan terus melanjutkan pernikahan ini!"
Galuh hanya menghela nafas pelan. Lingga mengeluarkan kertas yang membuktikan bahwa mereka sudah menikah siri.
"Kamu saja yang simpan ya Galuh!",Lingga menyodorkan kertas itu. Lalu Lingga mengambil selembar uang pecahan dua puluh ribu serta dua lembar pecahan lima ribu. Ia menuliskan namanya dan Galuh serta tanggal pernikahan keduanya di lembaran uang tersebut.
"Ini mahar yang aku berikan kemarin!",Lingga meletakkan jam tangannya.
Galuh memandangi benda itu yang tergeletak di meja.
"Maaf, mungkin sementara hanya itu yang bisa aku kasih. Aku ...minta nomor ponsel kamu dan nomor rekening kamu!",kata Lingga.
Galuh pun mengambil ponselnya. Lalu ia memberikan nomor ponselnya itu pada Lingga.
"Aku ngga punya nomor rekening",kata Galuh.
"Lalu, gimana cara aku buat ngasih uang ke kamu?",tanya Lingga bingung. Mungkin benar, tidak ada cinta dalam pernikahan mereka. Tapi tanggung jawab nya sebagai seorang suami di pertaruhkan di sini!
"Kamu bisa datang ke sini sewaktu-waktu kan?",tanya Galuh pada suaminya.
Lingga menatap intens gadis mungil itu. Lalu dia pun mengangguk.
"Baiklah, dua Minggu lagi aku balik ke sini!",kata Lingga. Galuh hanya mengangguk. Sekar pun tak komentar apa-apa.
"Aku...balik ke kota sekarang ya, Ga...Luh!",kata Lingga. Galuh mengangguk pelan.
Entah insting atau apa, Galuh menyalami tangan Lingga lalu di mencium nya takzim. Layaknya seorang istri pada suaminya. Lingga sempat tercengang tapi sebisa mungkin ia menguasai perasaannya. Setelah itu, Lingga berpamitan pada ibu mertuanya.
Dengan berat hati, Lingga meninggalkan rumah itu. Mobilnya ia parkirkan di kebun yang agak jauh dari rumah istrinya.
"Maaf!",gumam Lingga lirih sambil menatap rumah sederhana itu dari jauh. Lelaki muda itu langsung melajukan kendaraannya menuju ke kota.
Berbeda dengan Lingga, ada sosok yang pria dewasa yang masih mondar-mandir di salah satu ruangan sahabatnya.
"Udah lah Glen! Ngga usah mikirin itu terus. Lo udah kasih dia duit. Segitu buat orang kere kaya dia mah gede Glen!", celetuk Roni, sahabat Glen.
"Bukan masalah duitnya Ron. Tapi Lo tahu sendiri besok gue mau merit sama Helena. Gue ngerasa udah khianatin dia tahu ngga!"
"Glen! Ayolah, Lo laki. Wajar nakal sebelum punya bini. Anggap aja ini aib yang harus Lo simpan baik-baik! Biar suatu saat ngga jadi Boomerang buat Lo sendiri!"
"Ini semua ulah Lo pada. Rese Lo semua! Coba kalo gue ga mabok, gue ga bakal apa-apain tuh cewek!",kata Glen lagi.
"Santai aja kali Glen. Temen tidur Lo item janda beranak satu. Udah gede pula anaknya. Bukan anak gadis kemaren sore! Paling juga dia suka di pake sama yang lain. Ya ngga!",Roni meminta persetujuan teman-temannya.
"Ayolah Glen! Lupain aja!",ajak teman yang lain.
Niatnya untuk merefresh otaknya karena banyak pekerjaan di luar perusahaan yang ada di kota, justru Glen terjebak dalam kesalahan yang tak sengaja ia buat.
Pria berusia tiga puluh tahun itu hanya bisa menjambak rambutnya sendiri.
Apa aku samperin aja ke rumah nya ya? Gimana juga, aku harus tanggung jawab udah lecehin dia. Tapi.... bagaimana dengan Helena??
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Nur Lizza
SMG kamu mau tanggung jawab glem
2024-03-07
1
Sumar Sutinah
lanjuuut
2024-01-22
0
Qorie Izraini
mmakany guys..
klu mabuk nafsu ny di kontrol biar gak kebablasan dan nyakiti orang lain.
2024-01-22
1