Seorang wanita dewasa berjalan terseok-seok dibawah hujan. Ia menangis sepanjang jalan menuju ke rumah sederhananya.
Wanita itu baru saja menjadi korban pelecehan seksual yang di lakukan oleh orang berkuasa di pabrik dimana ia bekerja selama ini.
Status nya yang seorang janda beranak satu selalu di pandang sebelah mata. Dia selalu di remehkan karena statusnya. Apalagi wajahnya masih cantik di usianya yang sudah tiga puluh enam tahun. Sedang anak gadis nya baru saja merayakan kelulusan di bangku SMA hari ini.
Sekar, nama wanita malang itu. Sesampainya di rumah ia membersihkan diri di bawah guyuran hujan. Wanita dewasa itu hanya mampu menangis di bawah guyuran hujan yang ada di belakang rumah peninggalan suaminya yang amat sederhana itu.
"Ya Allah, apa salahku! Kenapa aku harus mengalami hal seperti ini! Kenapa!!!",teriak Sekar di sela tangisnya. Rumah tetangga di kampung ini memang agak berjauhan.
Sekar pun mengakhiri tangisannya sebelum putrinya sampai kerumah. Dia tidak ingin, Galuh bersedih karenanya. Sekar tahu sekali seperti apa tabiat putrinya. Tapi...Sekar merasa malu dan merasa bersalah. Sekar merasa dirinya sudah mengkhianati Galuh dan almarhum suaminya.
Sekar sudah mengganti pakaiannya. Dia duduk bersandar di lantai sambil menekuk kedua kakinya. Air matanya masih meleleh tapi tangisnya tak bersuara.
Bayangan dimana dia tadi di lecehkan pun membayangi pelupuk matanya. Sosok laki-laki yang usianya tak berbeda jauh dengan nya dengan memaksa sudah melecehkan dirinya. Bahkan dengan entengnya dia melemparkan sejumlah uang yang bagi seorang Sekar sangat lah banyak. Tapi Sekar tak mengambil sepeserpun. Baginya, harga dirinya jauh lebih mahal di banding dengan uang yang lelaki itu lemparkan padanya.
Melawan seorang penguasa sepertinya hanya lah sia-sia! Orang miskin sepertinya tidak mungkin akan dianggap. Tidak akan ada yang membelanya meski dirinya benar.
Argggghhhh....
Sekar berteriak seperti orang gila. Bersamaan pula dengan Galuh yang membuka pintu ruang tamunya.
"Ibu!!!!",pekik Galuh yang terkejut mendapati sang ibu duduk di lantai dengan kondisi yang berantakan.
Galuh menghampiri sang ibu yang terlihat sangat kacau. Lingga yang ada di belakang Galuh tadi pun hanya mendekati kedua perempuan itu tapi masih berjarak.
"Ibu kenapa?",tanya Galuh sambil memeluk Sekar yang masih meraung-raung. Galuh pun nampak menitikkan air matanya.
"Ibu kotor Luh! Ibu kotor!", teriak Sekar di sela tangisnya. Galuh yang tak paham hanya mampu memeluk ibunya. Tapi beberapa detik kemudian, Sekar jatuh pingsan.
"Ibu!??", pekik Galuh. Lingga pun reflek menghampiri kedua perempuan itu.
"Ibu Lo cuma pingsan."
Lingga mengangkat tubuh Sekar dari lantai.
"Dimana kamar ibu Lo?",tanya Lingga pada Galuh.
"Disitu!",jawab Galuh. Lingga pun membopong tubuh ibu mertuanya ke dalam kamar yang baginya amat sangat sederhana sekali.
Usai meletakkan sang ibu mertua, Lingga hanya memandangi kedua perempuan itu.
"Bu, siapa yang udah nyakitin ibu?",tanya Galuh di sela isaknya.
"Biarin ibu Lo istirahat, gue mau ngomong sama Lo!"
Lingga mengajak Galuh keluar dari kamar ibunya. Gadis itu menghapus air matanya yang menetes di pipinya.
Sepasang suami istri itu kini duduk di ruang tamu. Lingga menatap sekeliling ruangan itu. Dia pernah di ajak ke rumah art nya di kampung, tapi rumah art nya jauh lebih layak di banding dengan rumah istrinya ini.
"Gue cuma mau bilang!",Lingga menjeda ucapannya.
"Hari ini gue balik ke kota. Urusan gue di kampung ini sudah selesai!",kata Lingga. Galuh tak merespon apa pun.
Hari sudah mulai gelap. Meski hujan sudah reda, tapi suasana dingin masih menyelimuti.
"Gue tahu, pernikahan dadakan ini ngga pernah kita inginkan sebelumnya. Tapi....!"
Lingga menggantung ucapannya, Galuh menatap suaminya.
"Kalo kamu mau pergi, silahkan! Aku tidak akan melarang mu!",kata Galuh.
Lingga menelan salivanya. Sungguh dia merasa seperti laki-laki yang tak bertanggung jawab. Padahal orang tuanya mendidiknya untuk menjadi sosok yang baik dan bertanggung jawab selama ini. Tapi...kalau dia kembali ke kota dengan tiba-tiba membawa istri dan mertua, apa respon mereka???
Lingga menyerahkan jam tangan yang ia jadikan mahar tadi. Lalu sebuah cincin, meski bukan emas tapi soal harga mungkin setara dengan dua gram emas. Dia mengingat ada cincin yang ia jadikan liontin kalung rantai titaniumnya barusan saat menurunkan sang ibu mertua. Liontin nya yang sebuah cincin hampir menyangkut di kancing daster ibu mertuanya.
"Aku akan kembali! Jadi, pakai cincin ini! Tadi aku lupa kalau aku punya cincin untuk ku jadikan mahar."
Galuh masih bergeming. Lingga meraih jemari Galuh yang lentik dan sangat mungil di matanya. Ia memasukkan jari itu ke jari manis Galuh.
"Aku harus pergi!",ujar Lingga. Keduanya saling menatap satu sama lain.
Pernikahan macam apa ini? Keduanya masih sama-sama muda. Oke, soal usia mungkin bukan masalah tapi... keduanya tak saling mengenal sebelumnya. Lalu bagaimana bisa mereka akan menjalani kehidupan rumah tangga?
Tiba-tiba hujan deras pun turun. Cuaca di luar juga cukup ekstrim. Angin kencang dan guntur bersahutan.
"Kalau kamu mau pergi, silahkan! Tapi tunggu hujan reda dulu!",kata Galuh. Gadis itu pun berlalu meninggalkan Lingga yang masih duduk di bangku reyot.
Mata Lingga mengamati hujan yang masih nampak deras dari balik jendela kaca rumah ini yang sangat kusam. Ia berharap, setelah ini tidak akan ada lagi masalah besar yang akan menimpanya.
Galuh membawa segelas teh panas yang tampak mengepul.
"Silahkan di minum!",kata Galuh mempersilahkan. Gadis berambut panjang dan imut itu menyodorkan teh di hadapan Lingga.
"Makasih!",sahut Lingga.
Tadi siang, mereka berdua seperti tikus dan kucing. Tapi sekarang, keduanya di liputi kecanggungan.
"Kalo hujan masih belum reda, menginap lah. Besok kamu bisa pulang ke kota mu! Aku akan membersihkan kamar dulu. Maaf, mungkin gubug kami tak ada apa-apanya di banding istana mu di kota!",kata Galuh sambil berdiri meninggalkan Lingga.
Galuh masuk ke sebuah kamar yang pasti kamarnya. Meski tidak bagus, tapi kamar itu rapi. Hanya ada gorden sebagai penutup kamar, tanpa pintu.
Beberapa saat kemudian, Galuh pun keluar dari kamarnya.
"Aku mau ke belakang sebentar! Kamu bisa istirahat di dalam kamar!",kata Galuh kembali meninggalkan Lingga.
Sepeninggal Galuh, Lingga pun memasuki kamar istrinya. Ia merebahkan diri di sana. Kasur kapuk yang mengeras tentu membuat rebahan Lingga tak nyaman. Apalagi setiap harinya Lingga tidur di kasur yang empuk.
Tapi, satu bulan ini dia KKN di kampung sebelah. Meski tidak semewah rumahnya, tapi tempat dia menyewa tempat tinggal jauh lebih layak di banding rumah istri nya ini.
Azan magrib terdengar. Galuh memasuki kamarnya tanpa canggung meski ada Lingga yang sedang mencoba merebahkan diri di sana. Galuh seolah tak merasa terganggu dengan kehadiran Lingga di sana.
"Ke mana?",tanya Lingga.
"Sholat di kamar ibu!",jawab Galuh singkat. Mendengar jawaban sang istri, Lingga pun bangkit.
Lingga yang dari tadi belum membersihkan diri pun memberanikan diri ke belakang. Matanya menatap ke sekeliling. Dia mencari keberadaan kamar mandi. Tapi tak ia temukan. Lalu ia membuka pintu dapur. Barulah ia menemukan sumur dan kamar mandi yang sudah berlumut. Kamar mandi itu terpisah dari rumah.
Bagaimana jika hujan tengah malam terus kebelet ya? Batin Lingga.
Lingga pun mencuci muka dan lengannya. Cuaca sudah sangat dingin. Dia sama sekali tak ada keinginan untuk mandi. Mungkin besok pagi, sebelum ia bertolak ke kota.
Usai mencuci muka, dia kembali ke rumah induk. Saat menutup pintu dapur, Galuh sedang menyalakan tungku.
"Kamu mau apa?",tanya Lingga.
"Masak."
Galuh menjawab singkat. Setelah itu, Lingga kembali ke kamar. Ia meraih ponselnya. Ada beberapa pesan yang dikirim oleh teman-temannya. Tapi Lingga memilih tak membalasnya. Jadi, biarkan saja! Setelah sampai di kota nanti, barulah ia menghubungi teman-temannya.
"Bu, makan dulu!",kata Galuh membangunkan ibunya. Sekar pun bangkit dengan tatapan kosongnya.
"Makan ya Bu?"
Sekar pun mengangguk tanpa bersuara. Galuh menuntun sang ibu untuk duduk di meja makan sederhananya.
Sepiring nasi hangat dan telor ceplok serta sambal kecap ala kadarnya terhidang di meja makan.
"Sebentar ya Bu, Galuh panggil mas Lingga dulu!",kata Galuh. Mata Sekar mengikuti ke mana putri nya melangkah.
"Em...mas Lingga, kita makan!",ajak Galuh pada suaminya. Lingga yang sedang memainkan ponselnya pun mendongak. Mungkin terkejut karena Galuh memanggil nya 'Mas'. Tanpa menunggu suaminya menjawab, Galuh meninggalkan kamarnya. Tak lama kemudian, Lingga menyusul istri nya ke meja makan.
Sekar menatap Lingga dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Siapa?",tanya Sekar. Lingga mengulurkan tangannya pada Sekar. Tapi tak ada sambutan dari ibu mertuanya, membuat Lingga menurunkan tangannya.
"Saya Lingga, Bu. Suami Galuh!"
Mata Sekar melebar langsung menatap putrinya.
"Apa maksudnya Galuh?",tanya Sekar. Galuh meraih tangan ibunya.
Gadis itu pun menjelaskan kejadian yang tadi siang ia alami hingga berakhir menikah dengan Lingga. Laki-laki yang baru tadi ia temui.
Badan Sekar langsung lemas. Hari ini ia mendapat banyak kejutan dalam hidupnya.
"Bu, maafin Galuh Bu!",Galuh mengguncang bahu Sekar. Lingga pun tak bisa berbuat banyak. Andai kejadian tadi siang bisa di cegah, mungkin tidak akan seperti ini.
Sekar menangis tanpa suara. Galuh sendiri masih memeluk ibunya.
"Kalian makanlah, ibu mau ke kamar!",Sekar bangkit dari kursinya.
"Bu...!",Galuh ingin mencegah ibunya, tapi gelengan dari Lingga membuat Galuh mengurungkannya.
Kini, sepasang suami istri yang masih sama-sama muda itu kembali berdua.
"Kita makan saja dulu, mas! Maaf, aku cuma bisa membuat lauk itu."
Galuh menyiapkan nasi ke dalam piring yang ia sajikan di depan Lingga. Nasi hangat dan telor ceplok sambal kecap.
Lingga menerima menu makan malamnya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Nasi hangat dan telor ceplok! Jika biasnya dia makan dengan beberapa lauk, tidak kali ini. Menu ini pengganjal perutnya. Uang di ATM nya banyak, tapi ia tak memegang uang kas selain tiga puluh ribu tadi.
Niatnya, dia akan keluar dari kampung menuju ke kota kabupaten untuk mengambil uang. Tapi naas, di tengah jalan ia terpaksa menjadi pengantin dadakan.
Lingga mulai menyuapkan nasinya, meski pelan lama-lama Lingga menikmati menu sederhananya itu.Entah beneran enak, atau karena lapar membuat Lingga cepat menghabiskan makannya.
Beberapa menit berlalu dengan keheningan. Galuh membereskan bekas makan malam mereka berdua. Setelah itu, ia membawa nya ke dapur.
Tak lama kemudian, Galuh membawa nasi untuk ibu nya ke kamar. Lagi, Lingga hanya menatap sosok perempuan mungil yang statusnya sudah sah menjadi istrinya.
Laki-laki muda yang hampir berusia dua puluh tiga tahun itu tak tahu berbuat apa sekarang. Dia pun kembali ke kamarnya.
Dari kamarnya, ia mendengar obrolan ibu dan anak sedang mengobrol serius. Sesekali terdengar isakan dari sang ibu mertua. Sampai akhirnya, Lingga mendengar bahwa sang ibu mertua baru saja mengalami pelecehan oleh petinggi pabrik di mana ia bekerja.
Tapi sebagai orang baru di kehidupan mereka, tentu saja Lingga tak berhak untuk ikut campur urusan mereka berdua.
Karena kelelahan, Lingga pun tertidur di kasur kapuk yang sangat menyiksa punggungnya.
Berbeda dengan Galuh. Gadis itu menemani ibunya di kamar yang bersebelahan dengan kamar yang Lingga gunakan.
"Jadi gimana kedepannya Luh! Kamu sudah menikah, apa kamu akan ninggalin ibu di sini?",tanya Sekar dengan nada frustasi.
"Ngga Bu. Nada akan selalu sama ibu!",kata Galuh. Sekar mengusap kepala putrinya yang bersandar di perutnya.
Dulu, saat ia seusia Galuh pun sudah menikah. Makanya di saat usianya tiga puluh enam tahun, Galuh sudah berusia delapan belas tahun. Tapi, ia menikah dengan Prastian karena mereka memang saling mencintai. Bukan karena pernikahan terpaksa seperti yang Galuh dan Lingga jalani.
"Bagaimana pun, pernikahan bukan mainan Luh!"
Galuh hanya diam tak menanggapi ucapan ibunya.
"Bu, ibu tahu siapa yang sudah melecehkan ibu?",tanya Galuh setelah ia berusaha memberanikan diri bertanya.
Sekar menggeleng.
"Ibu ngga kenal. Tapi sepertinya dia salah satu petinggi pabrik Luh!",kata Sekar dengan suara nya yang lirih dan disusul dengan isakan kecil. Galuh langsung menenangkan ibunya.
"Maaf Bu, Galuh ngga akan tanya-tanya lagi."
Sekar pun mulai tenang, perlahan ia memejamkan matanya. Sebenarnya Galuh lelah. Lelah dengan aktivitas nya tadi siang sekaligus lelah dengan kenyataan yang serba mendadak.
Galuh mengecas ponsel bututnya. Meski bukan merk mahal, minimal ponselnya android seken yang ia cicil di konter kampung depan.
Matanya beralih pada sosok lelaki muda dan tampan yang tidur tak nyaman di kasurnya.
Hanya karena kesalahpahaman dan masalah sepele, keduanya harus terlibat pernikahan yang terpaksa.
Galuh memutuskan untuk tidur di ruang tamu. Posisi tidur ibunya yang ada di pinggir ranjang membuat Galuh enggan mengganggu tidur sang ibu.
Mau tidur di kamar nya pun tidak mungkin. Ada sosok asing yang menguasai tempat tidurnya. Dan tidak mau juga jika Galuh harus tidur dengan laki-laki yang belum ia kenal meski secara agama dia sah suaminya.
Dengan perlahan, Galuh memasuki kamarnya untuk mengambil bantal dan selimut. Ia membawa benda itu ke ruang tamu sederhananya. Setidaknya, untuk malam ini ia bisa mengistirahatkan tubuhnya. Urusan besok, akan ia pikirkan lagi nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Nur Lizza
😭😭😭😭😭
2024-03-07
0
Mas Margiono
br baca ceritanya ga jelas masa tau² nikah
2024-03-06
0
Arwondo Arni
semoga lingga tgjwb sama istri dan mertuanya,semoga Galuh sukses dan bisa bls org yg perkosa ibunya
2024-02-23
0