Bab 1

Seorang wanita dewasa berjalan terseok-seok dibawah hujan. Ia menangis sepanjang jalan menuju ke rumah sederhananya.

Wanita itu baru saja menjadi korban pelecehan seksual yang di lakukan oleh orang berkuasa di pabrik dimana ia bekerja selama ini.

Status nya yang seorang janda beranak satu selalu di pandang sebelah mata. Dia selalu di remehkan karena statusnya. Apalagi wajahnya masih cantik di usianya yang sudah tiga puluh enam tahun. Sedang anak gadis nya baru saja merayakan kelulusan di bangku SMA hari ini.

Sekar, nama wanita malang itu. Sesampainya di rumah ia membersihkan diri di bawah guyuran hujan. Wanita dewasa itu hanya mampu menangis di bawah guyuran hujan yang ada di belakang rumah peninggalan suaminya yang amat sederhana itu.

"Ya Allah, apa salahku! Kenapa aku harus mengalami hal seperti ini! Kenapa!!!",teriak Sekar di sela tangisnya. Rumah tetangga di kampung ini memang agak berjauhan.

Sekar pun mengakhiri tangisannya sebelum putrinya sampai kerumah. Dia tidak ingin, Galuh bersedih karenanya. Sekar tahu sekali seperti apa tabiat putrinya. Tapi...Sekar merasa malu dan merasa bersalah. Sekar merasa dirinya sudah mengkhianati Galuh dan almarhum suaminya.

Sekar sudah mengganti pakaiannya. Dia duduk bersandar di lantai sambil menekuk kedua kakinya. Air matanya masih meleleh tapi tangisnya tak bersuara.

Bayangan dimana dia tadi di lecehkan pun membayangi pelupuk matanya. Sosok laki-laki yang usianya tak berbeda jauh dengan nya dengan memaksa sudah melecehkan dirinya. Bahkan dengan entengnya dia melemparkan sejumlah uang yang bagi seorang Sekar sangat lah banyak. Tapi Sekar tak mengambil sepeserpun. Baginya, harga dirinya jauh lebih mahal di banding dengan uang yang lelaki itu lemparkan padanya.

Melawan seorang penguasa sepertinya hanya lah sia-sia! Orang miskin sepertinya tidak mungkin akan dianggap. Tidak akan ada yang membelanya meski dirinya benar.

Argggghhhh....

Sekar berteriak seperti orang gila. Bersamaan pula dengan Galuh yang membuka pintu ruang tamunya.

"Ibu!!!!",pekik Galuh yang terkejut mendapati sang ibu duduk di lantai dengan kondisi yang berantakan.

Galuh menghampiri sang ibu yang terlihat sangat kacau. Lingga yang ada di belakang Galuh tadi pun hanya mendekati kedua perempuan itu tapi masih berjarak.

"Ibu kenapa?",tanya Galuh sambil memeluk Sekar yang masih meraung-raung. Galuh pun nampak menitikkan air matanya.

"Ibu kotor Luh! Ibu kotor!", teriak Sekar di sela tangisnya. Galuh yang tak paham hanya mampu memeluk ibunya. Tapi beberapa detik kemudian, Sekar jatuh pingsan.

"Ibu!??", pekik Galuh. Lingga pun reflek menghampiri kedua perempuan itu.

"Ibu Lo cuma pingsan."

Lingga mengangkat tubuh Sekar dari lantai.

"Dimana kamar ibu Lo?",tanya Lingga pada Galuh.

"Disitu!",jawab Galuh. Lingga pun membopong tubuh ibu mertuanya ke dalam kamar yang baginya amat sangat sederhana sekali.

Usai meletakkan sang ibu mertua, Lingga hanya memandangi kedua perempuan itu.

"Bu, siapa yang udah nyakitin ibu?",tanya Galuh di sela isaknya.

"Biarin ibu Lo istirahat, gue mau ngomong sama Lo!"

Lingga mengajak Galuh keluar dari kamar ibunya. Gadis itu menghapus air matanya yang menetes di pipinya.

Sepasang suami istri itu kini duduk di ruang tamu. Lingga menatap sekeliling ruangan itu. Dia pernah di ajak ke rumah art nya di kampung, tapi rumah art nya jauh lebih layak di banding dengan rumah istrinya ini.

"Gue cuma mau bilang!",Lingga menjeda ucapannya.

"Hari ini gue balik ke kota. Urusan gue di kampung ini sudah selesai!",kata Lingga. Galuh tak merespon apa pun.

Hari sudah mulai gelap. Meski hujan sudah reda, tapi suasana dingin masih menyelimuti.

"Gue tahu, pernikahan dadakan ini ngga pernah kita inginkan sebelumnya. Tapi....!"

Lingga menggantung ucapannya, Galuh menatap suaminya.

"Kalo kamu mau pergi, silahkan! Aku tidak akan melarang mu!",kata Galuh.

Lingga menelan salivanya. Sungguh dia merasa seperti laki-laki yang tak bertanggung jawab. Padahal orang tuanya mendidiknya untuk menjadi sosok yang baik dan bertanggung jawab selama ini. Tapi...kalau dia kembali ke kota dengan tiba-tiba membawa istri dan mertua, apa respon mereka???

Lingga menyerahkan jam tangan yang ia jadikan mahar tadi. Lalu sebuah cincin, meski bukan emas tapi soal harga mungkin setara dengan dua gram emas. Dia mengingat ada cincin yang ia jadikan liontin kalung rantai titaniumnya barusan saat menurunkan sang ibu mertua. Liontin nya yang sebuah cincin hampir menyangkut di kancing daster ibu mertuanya.

"Aku akan kembali! Jadi, pakai cincin ini! Tadi aku lupa kalau aku punya cincin untuk ku jadikan mahar."

Galuh masih bergeming. Lingga meraih jemari Galuh yang lentik dan sangat mungil di matanya. Ia memasukkan jari itu ke jari manis Galuh.

"Aku harus pergi!",ujar Lingga. Keduanya saling menatap satu sama lain.

Pernikahan macam apa ini? Keduanya masih sama-sama muda. Oke, soal usia mungkin bukan masalah tapi... keduanya tak saling mengenal sebelumnya. Lalu bagaimana bisa mereka akan menjalani kehidupan rumah tangga?

Tiba-tiba hujan deras pun turun. Cuaca di luar juga cukup ekstrim. Angin kencang dan guntur bersahutan.

"Kalau kamu mau pergi, silahkan! Tapi tunggu hujan reda dulu!",kata Galuh. Gadis itu pun berlalu meninggalkan Lingga yang masih duduk di bangku reyot.

Mata Lingga mengamati hujan yang masih nampak deras dari balik jendela kaca rumah ini yang sangat kusam. Ia berharap, setelah ini tidak akan ada lagi masalah besar yang akan menimpanya.

Galuh membawa segelas teh panas yang tampak mengepul.

"Silahkan di minum!",kata Galuh mempersilahkan. Gadis berambut panjang dan imut itu menyodorkan teh di hadapan Lingga.

"Makasih!",sahut Lingga.

Tadi siang, mereka berdua seperti tikus dan kucing. Tapi sekarang, keduanya di liputi kecanggungan.

"Kalo hujan masih belum reda, menginap lah. Besok kamu bisa pulang ke kota mu! Aku akan membersihkan kamar dulu. Maaf, mungkin gubug kami tak ada apa-apanya di banding istana mu di kota!",kata Galuh sambil berdiri meninggalkan Lingga.

Galuh masuk ke sebuah kamar yang pasti kamarnya. Meski tidak bagus, tapi kamar itu rapi. Hanya ada gorden sebagai penutup kamar, tanpa pintu.

Beberapa saat kemudian, Galuh pun keluar dari kamarnya.

"Aku mau ke belakang sebentar! Kamu bisa istirahat di dalam kamar!",kata Galuh kembali meninggalkan Lingga.

Sepeninggal Galuh, Lingga pun memasuki kamar istrinya. Ia merebahkan diri di sana. Kasur kapuk yang mengeras tentu membuat rebahan Lingga tak nyaman. Apalagi setiap harinya Lingga tidur di kasur yang empuk.

Tapi, satu bulan ini dia KKN di kampung sebelah. Meski tidak semewah rumahnya, tapi tempat dia menyewa tempat tinggal jauh lebih layak di banding rumah istri nya ini.

Azan magrib terdengar. Galuh memasuki kamarnya tanpa canggung meski ada Lingga yang sedang mencoba merebahkan diri di sana. Galuh seolah tak merasa terganggu dengan kehadiran Lingga di sana.

"Ke mana?",tanya Lingga.

"Sholat di kamar ibu!",jawab Galuh singkat. Mendengar jawaban sang istri, Lingga pun bangkit.

Lingga yang dari tadi belum membersihkan diri pun memberanikan diri ke belakang. Matanya menatap ke sekeliling. Dia mencari keberadaan kamar mandi. Tapi tak ia temukan. Lalu ia membuka pintu dapur. Barulah ia menemukan sumur dan kamar mandi yang sudah berlumut. Kamar mandi itu terpisah dari rumah.

Bagaimana jika hujan tengah malam terus kebelet ya? Batin Lingga.

Lingga pun mencuci muka dan lengannya. Cuaca sudah sangat dingin. Dia sama sekali tak ada keinginan untuk mandi. Mungkin besok pagi, sebelum ia bertolak ke kota.

Usai mencuci muka, dia kembali ke rumah induk. Saat menutup pintu dapur, Galuh sedang menyalakan tungku.

"Kamu mau apa?",tanya Lingga.

"Masak."

Galuh menjawab singkat. Setelah itu, Lingga kembali ke kamar. Ia meraih ponselnya. Ada beberapa pesan yang dikirim oleh teman-temannya. Tapi Lingga memilih tak membalasnya. Jadi, biarkan saja! Setelah sampai di kota nanti, barulah ia menghubungi teman-temannya.

"Bu, makan dulu!",kata Galuh membangunkan ibunya. Sekar pun bangkit dengan tatapan kosongnya.

"Makan ya Bu?"

Sekar pun mengangguk tanpa bersuara. Galuh menuntun sang ibu untuk duduk di meja makan sederhananya.

Sepiring nasi hangat dan telor ceplok serta sambal kecap ala kadarnya terhidang di meja makan.

"Sebentar ya Bu, Galuh panggil mas Lingga dulu!",kata Galuh. Mata Sekar mengikuti ke mana putri nya melangkah.

"Em...mas Lingga, kita makan!",ajak Galuh pada suaminya. Lingga yang sedang memainkan ponselnya pun mendongak. Mungkin terkejut karena Galuh memanggil nya 'Mas'. Tanpa menunggu suaminya menjawab, Galuh meninggalkan kamarnya. Tak lama kemudian, Lingga menyusul istri nya ke meja makan.

Sekar menatap Lingga dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Siapa?",tanya Sekar. Lingga mengulurkan tangannya pada Sekar. Tapi tak ada sambutan dari ibu mertuanya, membuat Lingga menurunkan tangannya.

"Saya Lingga, Bu. Suami Galuh!"

Mata Sekar melebar langsung menatap putrinya.

"Apa maksudnya Galuh?",tanya Sekar. Galuh meraih tangan ibunya.

Gadis itu pun menjelaskan kejadian yang tadi siang ia alami hingga berakhir menikah dengan Lingga. Laki-laki yang baru tadi ia temui.

Badan Sekar langsung lemas. Hari ini ia mendapat banyak kejutan dalam hidupnya.

"Bu, maafin Galuh Bu!",Galuh mengguncang bahu Sekar. Lingga pun tak bisa berbuat banyak. Andai kejadian tadi siang bisa di cegah, mungkin tidak akan seperti ini.

Sekar menangis tanpa suara. Galuh sendiri masih memeluk ibunya.

"Kalian makanlah, ibu mau ke kamar!",Sekar bangkit dari kursinya.

"Bu...!",Galuh ingin mencegah ibunya, tapi gelengan dari Lingga membuat Galuh mengurungkannya.

Kini, sepasang suami istri yang masih sama-sama muda itu kembali berdua.

"Kita makan saja dulu, mas! Maaf, aku cuma bisa membuat lauk itu."

Galuh menyiapkan nasi ke dalam piring yang ia sajikan di depan Lingga. Nasi hangat dan telor ceplok sambal kecap.

Lingga menerima menu makan malamnya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Nasi hangat dan telor ceplok! Jika biasnya dia makan dengan beberapa lauk, tidak kali ini. Menu ini pengganjal perutnya. Uang di ATM nya banyak, tapi ia tak memegang uang kas selain tiga puluh ribu tadi.

Niatnya, dia akan keluar dari kampung menuju ke kota kabupaten untuk mengambil uang. Tapi naas, di tengah jalan ia terpaksa menjadi pengantin dadakan.

Lingga mulai menyuapkan nasinya, meski pelan lama-lama Lingga menikmati menu sederhananya itu.Entah beneran enak, atau karena lapar membuat Lingga cepat menghabiskan makannya.

Beberapa menit berlalu dengan keheningan. Galuh membereskan bekas makan malam mereka berdua. Setelah itu, ia membawa nya ke dapur.

Tak lama kemudian, Galuh membawa nasi untuk ibu nya ke kamar. Lagi, Lingga hanya menatap sosok perempuan mungil yang statusnya sudah sah menjadi istrinya.

Laki-laki muda yang hampir berusia dua puluh tiga tahun itu tak tahu berbuat apa sekarang. Dia pun kembali ke kamarnya.

Dari kamarnya, ia mendengar obrolan ibu dan anak sedang mengobrol serius. Sesekali terdengar isakan dari sang ibu mertua. Sampai akhirnya, Lingga mendengar bahwa sang ibu mertua baru saja mengalami pelecehan oleh petinggi pabrik di mana ia bekerja.

Tapi sebagai orang baru di kehidupan mereka, tentu saja Lingga tak berhak untuk ikut campur urusan mereka berdua.

Karena kelelahan, Lingga pun tertidur di kasur kapuk yang sangat menyiksa punggungnya.

Berbeda dengan Galuh. Gadis itu menemani ibunya di kamar yang bersebelahan dengan kamar yang Lingga gunakan.

"Jadi gimana kedepannya Luh! Kamu sudah menikah, apa kamu akan ninggalin ibu di sini?",tanya Sekar dengan nada frustasi.

"Ngga Bu. Nada akan selalu sama ibu!",kata Galuh. Sekar mengusap kepala putrinya yang bersandar di perutnya.

Dulu, saat ia seusia Galuh pun sudah menikah. Makanya di saat usianya tiga puluh enam tahun, Galuh sudah berusia delapan belas tahun. Tapi, ia menikah dengan Prastian karena mereka memang saling mencintai. Bukan karena pernikahan terpaksa seperti yang Galuh dan Lingga jalani.

"Bagaimana pun, pernikahan bukan mainan Luh!"

Galuh hanya diam tak menanggapi ucapan ibunya.

"Bu, ibu tahu siapa yang sudah melecehkan ibu?",tanya Galuh setelah ia berusaha memberanikan diri bertanya.

Sekar menggeleng.

"Ibu ngga kenal. Tapi sepertinya dia salah satu petinggi pabrik Luh!",kata Sekar dengan suara nya yang lirih dan disusul dengan isakan kecil. Galuh langsung menenangkan ibunya.

"Maaf Bu, Galuh ngga akan tanya-tanya lagi."

Sekar pun mulai tenang, perlahan ia memejamkan matanya. Sebenarnya Galuh lelah. Lelah dengan aktivitas nya tadi siang sekaligus lelah dengan kenyataan yang serba mendadak.

Galuh mengecas ponsel bututnya. Meski bukan merk mahal, minimal ponselnya android seken yang ia cicil di konter kampung depan.

Matanya beralih pada sosok lelaki muda dan tampan yang tidur tak nyaman di kasurnya.

Hanya karena kesalahpahaman dan masalah sepele, keduanya harus terlibat pernikahan yang terpaksa.

Galuh memutuskan untuk tidur di ruang tamu. Posisi tidur ibunya yang ada di pinggir ranjang membuat Galuh enggan mengganggu tidur sang ibu.

Mau tidur di kamar nya pun tidak mungkin. Ada sosok asing yang menguasai tempat tidurnya. Dan tidak mau juga jika Galuh harus tidur dengan laki-laki yang belum ia kenal meski secara agama dia sah suaminya.

Dengan perlahan, Galuh memasuki kamarnya untuk mengambil bantal dan selimut. Ia membawa benda itu ke ruang tamu sederhananya. Setidaknya, untuk malam ini ia bisa mengistirahatkan tubuhnya. Urusan besok, akan ia pikirkan lagi nanti.

Terpopuler

Comments

Nur Lizza

Nur Lizza

😭😭😭😭😭

2024-03-07

0

Mas Margiono

Mas Margiono

br baca ceritanya ga jelas masa tau² nikah

2024-03-06

0

Arwondo Arni

Arwondo Arni

semoga lingga tgjwb sama istri dan mertuanya,semoga Galuh sukses dan bisa bls org yg perkosa ibunya

2024-02-23

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Bab 1
3 Bab
4 Bab 3
5 Bab 4
6 Bab 5
7 Bab 6
8 Bab 7
9 Bab 8
10 Bab 9
11 Bab 10
12 Bab 11
13 Bab 12
14 Bab 13
15 Bab 14
16 Bab 15
17 Bab 16
18 Bab 17
19 Bab 18
20 Bab 19
21 Bab 20
22 Bab 21
23 Bab 22
24 Bab 23
25 Bab 24
26 Bab 25
27 Bab 26
28 Bab 27
29 Bab 29
30 Bab 29
31 Bab 30
32 Bab 31
33 Bab 32
34 Bab 33
35 Bab 34
36 Bab 35
37 Bab 36
38 Bab 37
39 Bab 38
40 Bab 39
41 Bab 40
42 Bab 41
43 Bab 42
44 Bab 43
45 Bab 44
46 Bab 45
47 Bab 46
48 Bab 47
49 Bab 48
50 Bab 49
51 Bab 50
52 Bab 51
53 Bab 52
54 Bab 53
55 Bab 54
56 Bab 55
57 Bab 56
58 Bab 57
59 Bab 58
60 Bab 59
61 Bab 60
62 Bab 61
63 Bab 62
64 Bab 63
65 Bab 64
66 Bab 65
67 Bab 66
68 Bab 67
69 Bab 68
70 Bab 69
71 Bab 70
72 Bab 71
73 Bab 72
74 Bab 73
75 Bab 74
76 Bab 75
77 Bab 76
78 Bab 77
79 Bab 78
80 Bab 79
81 Bab 80
82 Bab 81
83 Bab 82
84 Bab 83
85 Bab 84
86 Bab 85
87 Bab 86
88 Bab 87
89 Bab 88
90 Bab 89
91 Bab 90
92 Bab 91
93 Bab 92
94 Bab 93
95 Bab 94
96 Bab 95
97 Bab 96
98 Bab 97
99 Bab 98
100 Bab 99
101 Bab 100
102 Bab 101
103 Bab 102
104 Bab 103
105 Bab 104
106 Bab 105
107 Bab 106
108 Bab 107
109 Bab 108
110 Bab 109
111 Bab 110
112 Bab 111
113 Bab 112
114 Bab 113
115 Bab 114
116 Bab 115
117 Bab 116
118 Bab 117
119 Bab 118
120 Bab 119
121 Bab 120
122 Bab 121
123 Bab 122
124 Bab 123
125 Bab 124
126 Bab 125
127 Bab 126
128 Bab 127
129 Bab 128
130 Bab 129
131 Bab 130
132 Bab 131
133 Bab 132
134 Bab 133
135 Bab 134
136 Bab 135
137 Bab 136
138 Bab 137
139 Bab 138
140 Bab 139
141 Bab 140
142 Bab 141
143 Bab 142
144 Bab 143
145 Bab 144
146 Bab 145
147 Bab 146
148 Bab 147
149 Bab 148
150 Bab 149
151 Bab 150
152 Bab 151
153 Bab 152
154 Bab 153
155 Bab 154
156 Bab 155
157 Bab 156
158 Bab 157
159 Bab 158
160 Bab 159
161 Bab 160
162 Bab 161
163 Bab 162
164 Bab 163
165 Bab 164
166 Bab 165
167 Bab 166
168 Bab 167
169 Bab 168
170 Bab 169
171 Bab 170
172 Bab 171
173 Bab 172
174 Bab 173
175 Bab 174
176 Bab 175
177 Bab 176
178 Bab 177
179 Bab 178
180 Bab 179
181 Bab 180
182 Bab 181
183 Bab 182
184 Bab 183
185 Bab 184
186 Bab 185
187 Bab 186
188 Bab 187
189 Bab 188
190 Bab 189
191 Bab 190
192 Bab 191
193 Bab 192
194 Bab 193
195 Bab 194
196 Bab 195
197 196
198 Bab 197
199 Bab 198
200 Bab 199
201 Bab 200
202 Bab 201
203 Bab 202
204 Bab 203
205 Bab 204
206 Bab 205
207 Bab 206
208 Bab 207
209 Bab 208
210 Bab 209
211 Bab 210
212 Bab 211
213 Bab 212
214 Bab 213
215 Bab 214
216 Bab 215
217 Bab 216
218 Bab 217
219 Bab 218
220 Bab 219
221 Bab 220
222 Bab 221
223 Bab 222
224 Bab 223
225 Bab 224
226 Bab 225
227 Bab 226
228 Bab 227
229 Bab 228
230 Bab 229
231 Bab 230
232 Bab 231
233 Bab 232
234 Bab 233
235 Bab 234
236 Bab 235
237 Bab 236
238 Bab 237
239 Bab 238
240 Bab 239
241 Bab 240
242 Bab 241
243 Bab 242
244 Bab 243
245 Bab 244
246 Bab 245
247 Bab 246
248 Bab 247
249 Bab 248
250 Bab 249
251 Bab 250
252 Bab 251
Episodes

Updated 252 Episodes

1
Prolog
2
Bab 1
3
Bab
4
Bab 3
5
Bab 4
6
Bab 5
7
Bab 6
8
Bab 7
9
Bab 8
10
Bab 9
11
Bab 10
12
Bab 11
13
Bab 12
14
Bab 13
15
Bab 14
16
Bab 15
17
Bab 16
18
Bab 17
19
Bab 18
20
Bab 19
21
Bab 20
22
Bab 21
23
Bab 22
24
Bab 23
25
Bab 24
26
Bab 25
27
Bab 26
28
Bab 27
29
Bab 29
30
Bab 29
31
Bab 30
32
Bab 31
33
Bab 32
34
Bab 33
35
Bab 34
36
Bab 35
37
Bab 36
38
Bab 37
39
Bab 38
40
Bab 39
41
Bab 40
42
Bab 41
43
Bab 42
44
Bab 43
45
Bab 44
46
Bab 45
47
Bab 46
48
Bab 47
49
Bab 48
50
Bab 49
51
Bab 50
52
Bab 51
53
Bab 52
54
Bab 53
55
Bab 54
56
Bab 55
57
Bab 56
58
Bab 57
59
Bab 58
60
Bab 59
61
Bab 60
62
Bab 61
63
Bab 62
64
Bab 63
65
Bab 64
66
Bab 65
67
Bab 66
68
Bab 67
69
Bab 68
70
Bab 69
71
Bab 70
72
Bab 71
73
Bab 72
74
Bab 73
75
Bab 74
76
Bab 75
77
Bab 76
78
Bab 77
79
Bab 78
80
Bab 79
81
Bab 80
82
Bab 81
83
Bab 82
84
Bab 83
85
Bab 84
86
Bab 85
87
Bab 86
88
Bab 87
89
Bab 88
90
Bab 89
91
Bab 90
92
Bab 91
93
Bab 92
94
Bab 93
95
Bab 94
96
Bab 95
97
Bab 96
98
Bab 97
99
Bab 98
100
Bab 99
101
Bab 100
102
Bab 101
103
Bab 102
104
Bab 103
105
Bab 104
106
Bab 105
107
Bab 106
108
Bab 107
109
Bab 108
110
Bab 109
111
Bab 110
112
Bab 111
113
Bab 112
114
Bab 113
115
Bab 114
116
Bab 115
117
Bab 116
118
Bab 117
119
Bab 118
120
Bab 119
121
Bab 120
122
Bab 121
123
Bab 122
124
Bab 123
125
Bab 124
126
Bab 125
127
Bab 126
128
Bab 127
129
Bab 128
130
Bab 129
131
Bab 130
132
Bab 131
133
Bab 132
134
Bab 133
135
Bab 134
136
Bab 135
137
Bab 136
138
Bab 137
139
Bab 138
140
Bab 139
141
Bab 140
142
Bab 141
143
Bab 142
144
Bab 143
145
Bab 144
146
Bab 145
147
Bab 146
148
Bab 147
149
Bab 148
150
Bab 149
151
Bab 150
152
Bab 151
153
Bab 152
154
Bab 153
155
Bab 154
156
Bab 155
157
Bab 156
158
Bab 157
159
Bab 158
160
Bab 159
161
Bab 160
162
Bab 161
163
Bab 162
164
Bab 163
165
Bab 164
166
Bab 165
167
Bab 166
168
Bab 167
169
Bab 168
170
Bab 169
171
Bab 170
172
Bab 171
173
Bab 172
174
Bab 173
175
Bab 174
176
Bab 175
177
Bab 176
178
Bab 177
179
Bab 178
180
Bab 179
181
Bab 180
182
Bab 181
183
Bab 182
184
Bab 183
185
Bab 184
186
Bab 185
187
Bab 186
188
Bab 187
189
Bab 188
190
Bab 189
191
Bab 190
192
Bab 191
193
Bab 192
194
Bab 193
195
Bab 194
196
Bab 195
197
196
198
Bab 197
199
Bab 198
200
Bab 199
201
Bab 200
202
Bab 201
203
Bab 202
204
Bab 203
205
Bab 204
206
Bab 205
207
Bab 206
208
Bab 207
209
Bab 208
210
Bab 209
211
Bab 210
212
Bab 211
213
Bab 212
214
Bab 213
215
Bab 214
216
Bab 215
217
Bab 216
218
Bab 217
219
Bab 218
220
Bab 219
221
Bab 220
222
Bab 221
223
Bab 222
224
Bab 223
225
Bab 224
226
Bab 225
227
Bab 226
228
Bab 227
229
Bab 228
230
Bab 229
231
Bab 230
232
Bab 231
233
Bab 232
234
Bab 233
235
Bab 234
236
Bab 235
237
Bab 236
238
Bab 237
239
Bab 238
240
Bab 239
241
Bab 240
242
Bab 241
243
Bab 242
244
Bab 243
245
Bab 244
246
Bab 245
247
Bab 246
248
Bab 247
249
Bab 248
250
Bab 249
251
Bab 250
252
Bab 251

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!