Di dalam ruang rawat Bi Inah. Ferdy sedang menunggu cairan infus sembari memainkan ponselnya di sisi ranjang Bi Inah. Entah dengan siapa dia bertukar pesan. Sesekali ia tersenyum bahkan tertawa membaca pesan itu dan kemudian terlihat mengetik sesuatu untuk membalas pesan itu dengan begitu semangat.
Dalam hatiku pun bertanya, "Apa ia sedang bertukar pesan dengan wanita itu, hingga dia mengabaikan keberadaan ku saat ini?" Pertanyaan yang ada di diriku ini, membuatku gelisah tak karuan, bahkan uring-uringan.
Aku mondar-mandir seperti setrikaan, mencari perhatiannya yang tak juga melihat kearah ku. Dia sedang asyik sendiri dengan ponselnya. Hanya cairan infus yang habislah yang menjadi pusat perhatiannya kini.
Kembali mata ku di buat kesal, ketika seorang perawat datang untuk mengganti cairan infus yang kesekian kalinya. Aku dapati suster perawat itu suka mencuri-curi pandang pada Ferdy yang terlihat acuh dan masih asyik dengan ponselnya.
Malam pun semakin larut, perut ku mulai keroncong. Aku hampiri Ferdy yang masih memainkan ponselnya.
"Fer," panggil ku dan dia pun menoleh.
"Apa?" Tanyanya begitu singkat.
"Tolong pinjami aku uang, aku ingin beli makan. Aku tak bawa dompet apalagi ponsel." Jawab ku yang membuang pandanganku ke sembarang arah.
Aku kesal padanya karena terus diabaikan. Entah mengapa dengannya aku tak ingin diperlakukan seperti Mas Doni memperlakukan ku dulu. Mengabaikan ku dengan kesibukannya bersama wanita busuk itu.
"Tunggulah sebentar lagi, kita akan pulang. Sebelum pulang kita akan pergi cari makan. Aku sendiri juga belum makan sejak tadi siang." Timpal Ferdy yang terus menatap wajah ku yang masih membuang pandanganku.
Aku tetap berdiri di dekatnya tanpa bergerak sedikit pun. Ia pun tetap menatapku seperti itu, hingga Suster perawat yang tadi kembali masuk dan membaca cairan infus yang berukuran lebih besar dari sebelumnya. Suster itu segera menggantikan cairan infus Bi Inah kembali dan berkata.
"Sudah bisa di tinggal kok Pak, nanti kalau ada apa-apa, kami akan kabari langsung ke nomor telepon Pak Ferdy." Ucap Suster perawat itu dengan ramah dan kembali tersenyum pada Ferdy dan pada ku tidak.
"Sial, sepertinya perawat itu menyukai Ferdy. Dia bisa tersenyum ramah pada Ferdy, sedang dengan ku tidak. Dia sungguh beruntung sudah memiliki nomor teleponnya sedang aku tidak." Ucap batin ku yang tak terima.
Aku menatapi punggung Suster perawat itu dengan kesal. Aku hentakkan kakiku tanpa sadar, untuk meluapkan kekesalan ku. Aku mendengar suara Ferdy yang sepertinya sedang menertawakan tingkah ku yang mungkin kekanak-kanakan
"Sudah jangan marah-marah. Ayo kita pulang!" Ajak Ferdy pada ku.
Kami pun kembali berjalan bersama keluar dari ruang rawat Bi Inah. Kami berjalan di lorong rumah sakit yang sudah sangat sepi dan senyap. Hanya suara jangkrik yang berderik saling bersahut-sahutan. Menambah rasa ketakutan ku dan bulu-bulu kudukku seketika merinding, membayangkan penampakan-penampakan yang mungkin saja muncul tiba-tiba dihadapan kami.
"Fer, aku takut," keluh ku padanya.
"Kalau kamu takut, kamu bisa berpegangan dengan tangan ku," jawabnya yang kemudian dengan segera ku gapai tangannya dan ku peluk dengan erat.
Bukannya terus melangkahkan kakinya. Ferdy malah menghentikan langkahnya di lorong yang amat sepi. Sontak saja kepala ku menjadi celingak-celinguk seperti maling. Aku ketakutan luar biasa saat ini.
"Kenapa berhenti? Aku takut Fer." Keluh ku lagi. Aku memandang kesal wajah Ferdy yang malah menatap dalam wajah ku.
"Lea, katakan sampai kapan aku harus menunggu dan bersabar lagi?" Ferdy mulai bertanya hal yang tak aku mengerti.
"Ngomong apaan sih, ayo pulang! Jangan ngomong ngelantur disini!" Ajak Ku dengan menarik tangan Ferdy agar cepat berlalu dari tempat ini.
Ferdy membeku, ia tak bergerak. Sekuat tenaga aku menarik tubuhnya ia malah diam.
"Jangan bercanda boleh ga Fer! Pulang yuk aku udah laper nih," ajak ku lagi yang kini berjongkok di depan Ferdy yang berdiri terus menatap ku.
Disaat aku berjongkok, aku malah memainkan bulu-bulu kakinya ada di jari-jarinya. Aku tusuk-tusuk dan aku tarik-tarik bulu-bulu itu.
"Pulang yuk...eeuhhhh..." Pinta ku yang mulai kesal.
Aku berdiri dan memutuskan untuk pergi dan berlari meninggalkannya. Karena rasa takutku sudah menguasai diriku.
Aku berlari mengambil langkah seribu keluar dari lorong menakutkan ini. Tak berapa lama aku berlari, tiba-tiba seseorang menangkap ku dan memeluk ku dari belakang.
Jantung ku berdetak tak menentu, entah karena rasa takut atau karena habis berlari atau karena pelukan yang sedang aku dapati dari seseorang yang entah siapa itu, yang pasti saat ini nafasku juga tengah tersengal-sengal begitu pula orang yang tengah memeluk ku saat ini.
"Ya Tuhan semoga bukan setan yang meluk aku," gumam ku.
Saat orang itu berusaha membalikkan tubuh ku. Aku terkejut mendapati Ferdy yang tengah menatapku dengan tatapan yang tak biasa.
"Jangan lari lagi dari ku,Lea! Aku tak tahu lagi bagaimana hidup ku jika kamu Meninggalkan ku kembali," ucap Ferdy yang membuat kedua mataku membola seketika.
"Kamu ngomong apa Fer? Aku gak ngerti," Tanya ku yang tak mengerti arah pembicaraan Ferdy pada ku.
Saat Ferdy ingin bicara aku menutup mulutnya dengan jemari ku.
"Kita ngobrolnya jangan di sini boleh ga? Bisa kan kita ngobrol di mobil, warkop, warteg atau minimarket yang masih buka,". Pinta ku yang merasa takut juga kelaparan.
"Oke." Jawab Ferdy yang kemudian menggenggam tangan ku hingga ke parkiran mobilnya.
Aku membiarkan dirinya menggenggam tangan ku, selain aku takut dan kedinginan. Jujur ku akui, aku merasa nyaman dan merasa terlindungi oleh Ferdy yang menggenggam tanganku erat.
Ferdy segera membukakan pintu mobilnya untuk ku, ia menutup dengan perlahan lalu berlari kecil ke pintu kanan mobilnya. Ia masuk ke dalam mobil dan mulai menyala mobilnya.
Setelah berada di dalam mobil jujur aku terus saja memejamkan mataku. Karena aku takut dengan suasana parkiran yang juga nampak sepi tanpa kehidupan.
"Aku ngerasa lagi uji nyali dari tadi Fer, bisa gak kita cepet-cepet pergi dari sini!" Ajak ku lagi yang membuat Ferdy melajukan kendaraannya membelah jalanan kota yang sepi ditengah malam ini.
Tiba-tiba mobil Ferdy berhenti di depan gerobak sate yang berada di taman kota yang masih ada sisa-sisa tanda kehidupan di sini.
Ferdy keluar dari mobil dan memesankan dua porsi sate untuk kami berdua, tanpa menawariku terlebih dahulu. Dia kembali dengan dua porsi sate di tangannya.
Ia memberikan satu porsi sate lengkap dengan lontongnya yang kemudian aku lahap hingga habis tak tersisa. Aku benar-benar merasa lapar malam ini.
Setelah selesai makan, kami pun memutuskan untuk segera pulang ke apartemen. Tak sampai setengah jam, mobil yang di kendarai Ferdy sudah sampai di parkiran khusus penghuni lantai 49. Lagi-lagi suasana parkiran mobil ini terlihat begitu sepi tanpa kehidupan tapi anehnya aku sama sekali tidak merasakan takut seperti di rumah sakit tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Soraya
kok q gk respek y sm lea, kesannya kayak cwe gampangan
2023-09-17
0
ꪶꫝ✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻N༄🥑⃟💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
Lea jika penasaran siapa yg mengirim pesan ke Ferdy mnding tanya aj tak usah malu,ktimbng penasaran trus tambah ngelamun
2023-05-18
0
@🎻ⒻͬⒺͧⒷᷤⒷͧⓎͪ🥑⃟🎻
Lea km itu membingungkan malu malu meong🤧
2023-04-28
0