Dua minggu sudah aku memandang status sebagai janda muda tanpa seorang anak. Dua minggu sudahjuga aku mengurung diriku di dalam apartemen. Ya. Aku menghabiskan waktuku di dalam apartemen hanya dengan membaca majalah ataupun menonton drama korea tentang kisah percintaan tentunya.
Sore itu, Bel pintu apartemen ku berbunyi. Aku segera berjalan menghampiri pintu apartemen ku. Aku buka pintu apartemenku dengan menarik handle pintu. Seorang pria masih mengenakan setelan kantor berdiri di muka pintu apartemen ku.
“Sore Mas, cari siapa ya?” tanya ku pada sosok Pria yang aku kenali, namun aku lupa siapa namanya.
“Sore Lea, Bi Inah ada?” Balasnya dengan menyebutkan nama ku. Ia mencari keberadaan Bi Inah pada ku.
“Kok Mas tahu nama saya, memangnya kita pernah kenalan sebelumnya?” tanya ku yang tak menjawab pertanyaanya tentang keberadaan Bi Inah.
Pria itu tersenyum pada ku lalu menundukan kepalanya, kemudian menatap ku kembali, masih dengan senyum manisnya.
“Sepertinya kamu sudah melupakan ku, Lea. Aku ini tetangga unit apartement mu.” Jawab Pria itu yang membuatku berpikir keras untuk mengingat siapa dirinya.
Pantas saja aku wajahnya begitu familiar di mata ku, tapi aku sungguh melupakan nama pria yang masih berdiri di hadapan ku.
“Sepertinya kau harus banyak minum air putih dan refreshing Lea, pikiran mu sudah banyak terkontaminasi.” Ucap Pria ini masih dengan senyumnya yang begitu manis pada ku.
“Maaf, jika aku melupakan mu. Tapi benar. Aku benar-benar tak bisa mengingat siapa nama mu.” Balas ku pada Pria itu yang makin melebarkan senyumnya pada ku.
“Aku Ferdy, Lea. Ferdy Adipura.” Jawabnya yang kembali membuat ku berpikir.
Aku sejenak mengingat nama itu di dalam otakku.
“Ferdy Adipura? Apa unit mu tepat berada di sebelah unit ku?” tanya ku padanya yang di balas anggukan kepala darinya.
“Ferdy Adipura yang selalu membantu Bi Inah mengangkat galon bukan ya?” tanya ku lagi sambil memukul-mukul pipiku dengan jari telunjuk kanan ku.
“Tepat sekali Lea, sekarang tolong beritahu aku, dimana Bi Inah sekarang?” jawab Ferdy yang kembali menanyakan Bi Inah.
“Bi Inah sedang tak enak badan. Dia sedang istirahat di kamarnya.” jawab ku pada Ferdy.
Raut wajah khawatir, aku lihat begitu jelas di wajah Ferdy.
“Boleh aku masuk?” tanyanya pada ku.
Ferdy dengan sopan meminta izin pada ku untuk masuk. Aku pun mempersilahkannya. Ia menanggalkan sepatu di muka pintu dan kembali bertanya pada ku.
“Boleh aku tahu dimana kamarnya?” tanyanya lagi.
“Biar aku antar,” jawab ku yang kemudian berjalan terlebih dahulu menuju kamar Bi Inah yang berada di dekat dapur.
“Ini kamarnya,” tunjukku pada pintu kamar Bi Inah yang sudah ku buka.
Aku melihat Dia masuk dan memanggil nama Bi Inah. Terlihat dia begitu perhatian pada pembantu ku itu. Ia mengecek suhu tubuh Bi Inah sebelum membangunkannya.
“Bi, bangun Bi…” panggilnya yang berhasil membangunkan Bibi dari tidurnya.
“Den Ferdy,” panggil Bibi pada Ferdy sembari mengerjab-ngerjabkan matanya.
Aku lihat Bi Inah seperti berat untuk membuka matanya. Mungkin ia merasa pusing atau bagaimana. Aku pun tak tahu.
“Bibi, kalau sakit kenapa gak ngomong sama saya. Kan saya sudah bilang sama Bibi, telepon saja saya kalau Bibi ada sesuatu yang dirasa.” Ucap Ferdy yang begitu perhatian pada Bi Inah.
Jujur aku malu dengan sikapnya yang terlalu perduli dengan Bi Inah. Sedangkan aku saja yang juga majikannya, seperti masa bodo dengan keadaan pembantu ku itu. Dia izin istirahat karena sakit, ya sudah aku biarkan dia istirahat tanpa menengok-nengok lagi keadaannya.
“Ayo kita kerumah sakit, badan Bibi demam nih!” ajaknya sembari membangunkan tubuh Bibi yang terlihat lemas.
Melihat bibi yang tak bertenaga ia segera menggendong Bibi begitu saja. Kemudian meminta tolong pada ku untuk membukakan pintu unit apartemenku.
Entah mengapa setiap kali ia meminta tolong pada ku. Aku langsung saja mengiyakannya. Tak hanya mengantar sampai depan pintu apartemenku. Aku malah mengikuti langkah kaki Ferdy hingga ke parkiran mobil, dan lebih bodohnya lagi aku masuk ke dalam mobil itu dan ikut ke rumah sakit tanpa membawa apapun. Ponsel, dompet dan Identitas ku.
Kami berdua hanyut dengan kepanikan kondisi Bibi yang begitu mengkhawatirkan. Tanpa kami sadari diantara kami sama-sama tidak munggunakan alas kaki.
Kami baru menyadarinya saat kami tiba-tiba merasa kedinginan di ruang tunggu IGD. Kami sama-sama melihat ke arah bawa lalu tertawa bersama. Dia masih mengenakan kaos kakinya sedang aku benar-benar tanpa alas kaki.
“Nyeker nih aku, Fer. Pantas aja dingin.” Ucapku pada Ferdy di sela tawa kami.
“Sama. Nih Cuma pakai kaos kaki aja. Pantesan tadi dilihatin suster terus.” Sahutnya pada ku.
“Hemmm… Suster bukan liatin kamu karena kamu gak pakai sepatu, tapi ngeliatin kamu karena terpesona sama ketampanan kamu, Fer.” Timpal ku yang secara tak langsung juga mengagumi ketampanannya.
Ya. Aku akui, Pria yang duduk di sampingku ini sangat tampan, bahkan lebih tampan dari Mas Doni. Jika waktu dapat di ulang mungkin aku mau menikah dengan dia saja tidak dengan Mas Doni, yang akhirnya membuat ku terluka karena dicampakkan.
“Masa sih? Tapi mau setampan apapun aku, tetap saja aku ini sad boy. Ditinggal nikah sama orang yang aku cintai.” Balasnya dengan wajah pura-pura sedih yang mengemaskan.
“Oh, ya. Wanita bodoh mana yang meninggalkan pria setampan diri mu Fer?” tanya ku tak yakin dengan senyum ku yang mengembang karena melihat raut wajah Ferdy yang menggemaskan.
“Adalah pokoknya. Tapi aku dengar dari sumber yang dapat aku percaya. Dia sudah bercerai dengan suaminya.” Jawab Ferdy yang tak mau memberitahukan ku siapa orangnya.
“Terus kalau dia sudah cerai sama suaminya, kamu mau maju lagi dong deketin dia?” tanya ku yang begitu penasaran akan jawabannya.
“Ya tentu saja. Sejauh apapun cinta itu pergi berpetualang, dia pasti akan pulang kembali ke rumahnya.” Jawab Ferdi yang malah menatap dalam manik mata ku.
Kecewa. Ya. Aku akui, aku kecewa dengan jawabannya. Baru saja aku akan mengepakkan sayap-sayap cinta ku, ternyata orang yang menjadi target ku sudah memiliki target cintanya yang lain. Jika tadi dia bilang dialah sad boy sekarang sebaliknya, akulah yang jadi Sad Girls-nya sekarang.
“Kok ngelamun?” tanya Ferdy pada ku, yang membuyarkan lamunan ku akan angan-angan ku segera move on dari Mas Doni.
“Ah- enggak ngelamun kok, Cuma lagi mikir.” Jawab ku sembari menatap kedua manik matanya yang tegas namun teduh ku rasa hingga kerelung hati ku.
“Mikirin apa?” tanyanya seperti orang yang perduli sekali dengan isi pikiran ku.
“Mikirin kamu Fer,” jawab ku jujur yang membuatnya tertawa renyah.
“Mikirin aku? Kenapa dengan aku Lea?” tanyanya lagi dengan senyum manis yang memikat hati ku sejak tadi.
“Mikirin betapa beruntungnya wanita itu, di cintai sama pria sebaik kamu,” jawab ku jujur yang membuat senyumnya memudar.
“Ya kau benar Lea, wanita itu sangat beruntung aku cintai, tapi sayangnya dia tak pernah menyadari semua perasaan cinta ku padanya.” Timpal Ferdy yang tiba-tiba saja bersedih.
“Kenapa bisa seperti itu Fer? Apa kamu tidak pernah mengungkapkannya?” tanya ku yang seperti ingin mengulik lebih dalam perasaan Ferdy pada wanita itu.
“Aku tak pandai berkata-kata, apalagi mengungkapkan perasaan cinta ku padanya melalui untaian kata. Aku hanya bisa berbuat sesuatu untuknya, tapi sayangnya semua yang aku lakukan untuknya tak ia sadari, jika semua yang aku lakukan itu merupakan bentuk dari rasa sayang dan cinta ku padanya.” Jawab Ferdy yang membuatku terdiam dan berpikir.
Jika aku adalah wanita itu, sungguh aku adalah wanita yang bodoh dan sekaligus wanita yang beruntung. Dengan Bibi saja perhatian Ferdy begitu besar apalagi dengan wanita yang ia cintai. Mungkin saja wanita itu akan dijadikan ratu olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
ꪶꫝ✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻N༄🥑⃟💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
Ferdi ...hiburlh Lea jgn sampai kpikiran ma mntan suaminya,smoga dgn kehadirnmu Lea bsa move on
2023-05-18
0
🍁𝐂𝐋𝐈𝐅𝐅💃🅺🅰🆃🆁🅸🅽❣️
yg lg dibicarqkan ya kmu lea🤣
2023-04-18
0
🍁𝐂𝐋𝐈𝐅𝐅💃🅺🅰🆃🆁🅸🅽❣️
diabet donk lea.lrm sangaat manis🤭
2023-04-18
0