"Pacaran?" celetuk Hani yang terkejut mendengar pertanyaan Abhiyasa padanya.
Abhiyasa terkekeh melihat ekspresi kaget Hani yang terlihat menggemaskan baginya. Kemudian dia berkata,
"Aku tau pasti kamu gak akan mau karena kita baru saja kenal."
Hani tersenyum menanggapi perkataan Abhiyasa seolah dia membenarkan perkataan Abhiyasa.
"Kamu seperti cenayang saja," ucap Hani sambil terkekeh.
Abhiyasa pun terkekeh mendengar candaan Hani padanya. Kemudian dia berdiri dan berkata,
"Kita pindah di meja yang ada di taman saja, sepertinya lebih segar di sana."
Hani menganggukkan kepalanya dan ikut beranjak dari duduknya. Mereka berdua jalan beriringan menuju meja yang berada di taman resto tersebut.
Pesanan Abhiyasa datang terlebih dahulu, selang beberapa saat, pesanan Hani pun tiba. Mereka makan diselingi candaan yang membuat mereka semakin lama semakin akrab.
Tiba-tiba saja terdengar suara adzan yang mengalun dengan merdu di telinga setiap orang yang mendengarnya.
"Emmm… Hani, kamu tunggu sebentar ya. Aku akan shalat terlebih dahulu di mushola resto ini," ucap Abhiyasa sambil beranjak dari duduknya.
"Eh i-iya silahkan," tukas Hani sedikit gugup.
Hani melihat punggung Abhiyasa yang berjalan menjauhinya. Dalam hati dia berkata,
Ternyata kita tidak seiman. Rasanya akan semakin sulit aku mendapatkan kamu.
Hani tersenyum getir menyadari jika hatinya yang baru saja merasakan tertarik pada seorang laki-laki, kini harus mengakui jika perasaannya itu tidak akan bisa terwujud.
Di sela kegiatannya untuk menunggu Abhiyasa, seperti biasanya, dia menyempatkan diri untuk selfie di depan kamera ponselnya. Dia hanya mencoba mengalihkan rasa kecewanya dengan hal lain agar tidak kembali teringat dan merasakan kekecewaan.
Setelah beberapa saat, Abhiyasa kembali dari shalatnya. Wajahnya terlihat segar karena air wudhu yang masih membekas di wajahnya.
Hani membalas senyuman Abhiyasa yang berjalan ke arahnya seraya tersenyum padanya.
"Masih mau di sini atau pindah ke tempat lain?" tanya Abhiyasa ketika sudah duduk di hadapan Hani.
"Terserah kamu saja. Aku biasanya menghabiskan waktu liburanku di luar rumah. Karena aku kesepian di tempatku saat ini," jawab Hani sambil mengaduk-aduk minumannya.
Abhiyasa menatapnya dengan heran seraya berkata,
"Kamu tinggal sendirian?"
Hani menganggukkan kepalanya untuk membenarkan pertanyaan yang diajukan Abhiyasa padanya.
"Jarak antara rumah orang tuaku dengan kantorku kurang lebih dua jam. Terlalu jauh, jadi aku memutuskan untuk tinggal sendiri di daerah sini," jelas Hani pada Abhiyasa.
Abhiyasa mengangguk-anggukkan kepalanya seraya berkata,
"Supaya gak telat?"
"Yup, anda benar sekali," jawab Hani sambil terkekeh.
Abhiyasa ikut terkekeh dan mereka larut dalam obrolan yang mereka buat hingga waktu terasa berjalan dengan cepat.
"Kamu yakin gak mau di antar?" tanya Abhiyasa sebelum naik di atas motornya.
Hani menggelengkan kepalanya seolah menolak keinginan Abhiyasa untuk mengantarnya pulang.
Abhiyasa menganggukkan kepalanya dan berkata,
"Baiklah. Hati-hati di jalan."
Setelah mengatakan itu, Abhiyasa menaiki motornya dan segera meninggalkan tempat tersebut tanpa bertanya kembali pada Hani.
Hani hanya menatap nanar punggung Abhiyasa yang melaju dengan motornya meninggalkannya. Dia menghela nafasnya dan terlihat lesu seolah kehilangan harapan.
"Kata kamu kalau kita bertemu tiga kali tanpa disengaja, itu tandanya jodoh. Kamu bohong Abhi. Ada tembok penghalang yang sangat besar untuk kita bersatu," gumam Hani yang melihat motor Abhiyasa perlahan menghilang dari pandangannya.
Hani berjalan lesu masuk ke dalam mobilnya. Hari ini matanya terbuka lebar jika dia harus menerima kenyataan jika keinginannya tidak bisa semuanya dengan mudah didapatkannya.
Menurut Hani, Abhiyasa seorang laki-laki muslim yang taat pada agamanya. Dia bisa melihat dengan jelas tatkala dia mendengar suara adzan dan menyegerakan shalatnya.
Hani yakin jika mereka bersatu, Abhiyasa tidak akan mau berpindah agama mengikutinya. Begitu pula dengan Hani, dia tidak mungkin keluar dari agamanya karena papanya seorang pemuka agama.
Benar-benar susah menurutnya jika mereka memutuskan untuk bersama. Apabila mereka akan melanjutkan ke jenjang pernikahan, harus ada yang bisa mengalah. Artinya salah satu dari mereka harus merubah keyakinan mereka untuk mengikuti pasangannya. Dan itu sangat sulit sekali.
Sedangkan jika hanya sekedar berpacaran saja, Hani yakin dia tidak bisa jika merasakan sakit hati. Dia tidak siap akan hal itu.
Kini Hani hanya pasrah dengan keadaan. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia menoleh ke arah kursi belakang mobilnya dan melihat jaket serta payung milik Abhiyasa yang diberikan padanya saat itu.
"Aku lupa untuk mengembalikannya. Apa aku harus menghubunginya kembali untuk mengembalikannya?" gumam Hani yang masih menatap jaket serta payung milik Abhiyasa.
"Ck, gara-gara mobil ini masih di bengkel sih waktu itu, jadi aku harus berteduh dan bertemu dengan Abhiyasa," gumam Hani kembali disertai helaan nafasnya yang lesu.
Hani menggeleng-gelengkan kepalanya dan dia berkata,
"Sudahlah Hani. Jalani hari-hari mu seperti sebelumnya tanpa ada rasa suka atau pun cinta pada lawan jenismu, agar aman dari rasa sakit hati."
Dilajukannya mobil itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Antara rasa sedih, kesal dan kecewa.
Sesampainya di rumah, Ada sebuah notifikasi pesan yang menyebutkan jika rumah milik Hani sudah selesai dan siap dihuni.
Bibir Hani melengkung ke atas membaca pesan tersebut. Pandangan matanya menyusuri ruangan yang sedang dihuninya saat ini dan berkata,
"Sepertinya sudah saatnya aku meninggalkan kontrakan ini dan menempati rumahku sendiri."
Hani segera merapikan semua barangnya ke dalam box barang dan menumpuknya di pojok ruangan agar bisa dengan mudah diambil tukang pindah barang yang akan disewanya.
Setelah merapikan semuanya, Hani mencari jasa pindah barang untuk membantunya mengangkut semua barang pindahannya.
Dia tersenyum lega setelah mendapatkan balasan dari pemilik jasa layanan perpindahan rumah atau barang itu.
Setelah itu dia berbaring di tempat tidurnya dan mencoba memejamkan matanya berharap agar semua kekhawatirannya bisa hilang dari pikirannya.
Keesokan harinya, Hani sudah bersiap untuk kepindahannya. Dia menunggu orang dari jasa pindah barang yang semalam telah dihubunginya.
Lama dia menunggu, tapi tidak ada seorang pun yang datang dari pihak jasa pindah barang tersebut.
Bahkan Hani sudah berkali-kali melihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya.
"Sudah dua jam. Harus berapa lama lagi aku menunggunya?" Hani menggerutu sambil berkali-kali keluar dari rumahnya untuk melihat kedatangan dari pihak jasa barang yang dihubunginya kemarin.
Hani melihat sekitar depan rumahnya dan dia tidak mendapati siapa pun di sana. Diambilnya ponsel dari dalam tasnya untuk menghubungi pihak dari jasa perpindahan barang.
"Apa? Bagaimana bisa Bapak tidak menghubungi saya? Saya tidak bisa menunggu besok Pak. Besok saya harus kerja dan sekarang saya sedang libur Pak," omel Hani pada seseorang di balik telepon itu.
Terdengar suara laki-laki yang sedang memberikan alasannya pada Hani. Pihak dari jasa perpindahan barang itu masih saja membela dirinya.
"Apa Bapak pikir hanya Bapak yang mempunyai keperluan? Saya juga Pak. Saya tidak bisa menunggu lagi. Saya batalkan pesanan saya!" ucap Hani dengan tegas dan terkesan marah.
Hani mengacak-acak rambutnya dan terlihat sangat frustasi seraya berkata,
"Lalu siapa yang akan menolongku memindahkan semua barang-barang ini?"
Tiba-tiba saja ada suara dering dari ponsel Hani. Dia melihat ke arah ponselnya yang tadi dilemparkannya ke tempat tidurnya karena sedang kesal.
Kini dia berjalan mendekati tempat tidurnya seraya berkata,
"Siapa yang menghubungiku di saat seperti ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments