Polisi Tampan Dan Banker Cantik
Suara petir yang menggelegar di sore hari itu membuat seorang gadis cantik dengan pakaian minim yang membalut tubuhnya merasa kedinginan.
Kedua tangannya menyilang untuk memeluk dirinya sendiri dan mengusap-usap lengannya agar hawa dingin yang menerpa kulitnya bisa sedikit memudar.
Giginya sedikit bergemeletuk dan kedua kakinya bergerak-gerak untuk mengurangi hawa dingin yang sedang dirasanya.
Gadis tersebut duduk sendiri di halte bus untuk berteduh dari derasnya hujan badai yang disertai petir.
"Kenapa tiba-tiba hujannya mengerikan seperti ini?" ucap gadis cantik itu yang masih dengan kegiatannya untuk mengurangi hawa dingin yang menerpa kulitnya.
Tiba-tiba seorang laki-laki dengan membawa payung berlari menuju halte bus tersebut dan berteduh di sana.
Kini mereka hanya berdua di halte tersebut. Laki-laki itu berada jauh dari gadis cantik yang sedang sibuk menghangatkan badannya.
Namun, hujan badai itu membuat angin yang kencang menerpa tubuh laki-laki yang berdiri di tepi halte tersebut, sehingga laki-laki itu bergerak lebih menengah.
"Kenapa berteduh kalau kamu membawa payung?" tanya gadis cantik itu mengawali percakapan mereka.
Laki-laki itu menoleh ke arah samping. Dia melihat gadis yang bertanya padanya itu sedang duduk dengan tangan serta kakinya yang selalu bergerak-gerak.
Laki-laki itu pun duduk di samping gadis cantik itu dengan jarak yang lumayan jauh. Kemudian dia berkata,
"Sekarang sedang hujan badai, anginnya kencang, percuma saja jika aku memakai payung tapi badanku jadi basah semua."
Gadis itu pun mengangguk-anggukkan kepalanya, menyetujui ucapan laki-laki tersebut.
Laki-laki itu sedikit melirik gadis cantik tersebut, kemudian dia kembali menatap lurus ke depan dan berkata,
"Apa kamu tidak kedinginan memakai pakaian yang seperti itu?"
"Tentu saja aku kedinginan. Apa kamu tidak lihat jika aku sekarang berusaha mengurangi rasa dinginnya?"sahut gadis cantik itu dengan suara sedikit gemetar karena kedinginan.
Laki-laki tersebut melepas jaket yang dipakainya dan mengulurkannya pada gadis cantik itu seraya berkata,
"Pakailah. Dan jangan pernah lagi memakai pakaian seperti itu di luar rumah. Pakaian itu sangat berbahaya untuk gadis cantik sepertimu."
Seketika gadis cantik itu tersenyum senang dan matanya berbinar menerima jaket tersebut dan berkata,
"Terima kasih. Namaku Hani. Nama kamu siapa?"
Laki-laki tersebut beranjak dari duduknya dan berkata,
"Namaku Abhiyasa. Cepatlah pulang, gunakan jaket dan payung itu mumpung hujan sudah sedikit reda."
"Bagaimana aku mengembalikannya? Di mana rumahmu? Setidaknya beritahu aku nomor HP mu!" teriak Hani ketika Abhiyasa sudah berlari menembus hujan tanpa menanggapi teriakan dari Hani yang masih berada di halte bus tersebut.
Hani tersenyum melihat payung yang bersandar di kursi halte itu dan jaket yang ada di tangannya.
"Abhiyasa. Semoga kita bisa bertemu kembali," ucap Hani diiringi senyumnya mengingat wajah tampan Abhiyasa.
Sedangkan Abhiyasa, dia berlari sambil tersenyum menerjang hujan yang sudah sedikit reda dan berkata dalam hatinya,
Hani. Nama yang cantik seperti orangnya.
Di halte bus itu, Hani menggunakan jaket milik Abhiyasa dan memakai payung yang ditinggalkan oleh Abhiyasa untuknya. Dia menuruti perintah laki-laki yang baru saja dikenalnya itu untuk segera pulang saat itu juga.
Hari berganti hari sejak pertemuan Abhiyasa dengan Hani. Mereka tidak bertemu kembali. Hanya kenangan yang sekilas itu saja masih membekas di hati dan ingatan mereka.
Entah apa yang mereka rasakan, mereka juga tidak tahu. Apakah mereka saling tertarik atau hanya sekedar senang bertemu dengan lawan jenis yang berwajah rupawan saat itu.
"Mana jaketku? Bukannya biasanya aku letakkan di sini?" Abhiyasa bertanya-tanya sambil mencari-cari jaket di gantungan bajunya.
Selama beberapa saat dia kebingungan mencari jaket tersebut, tiba-tiba dia berhenti mencari dan mengambil jaket lain miliknya yang tergantung di dalam lemarinya.
Abhiyasa kembali tersenyum ketika menyadari kebodohannya mencari jaket miliknya yang diberikan pada Hani.
"Yasa… Yasa… kenapa kamu jadi bodoh seperti ini?" ucap Abhiyasa sambil terkekeh.
Setelah itu dia keluar dari rumahnya untuk berangkat bekerja. Hari-harinya masih sama seperti sebelumnya. Tidak ada pacar dan masih sibuk dengan pekerjaannya.
Selama ini dia bertemu dengan banyak perempuan, sayangnya masih belum ada yang mampu memikat hatinya. Tapi kali ini wajah Hani selalu mengusiknya.
Bukan karena Hani sedang menggunakan pakaian minim saat itu, Abhiyasa sendiri tidak mengetahui mengapa wajah Hani selalu terbayang di pelupuk matanya. Bahkan Abhiyasa tidak memandang ke arah Hani saat itu. Dia masih memiliki iman yang harus menjaga pandangannya pada perempuan, terutama yang berpakaian minim seperti Hani pada saat itu.
...----------------...
Siang itu, Abhiyasa menyempatkan dirinya untuk berkunjung ke sebuah bank. Terlihat banyak orang yang sedang menunggu di dalam bank tersebut.
"Nomor antrian sepuluh, Customer service satu."
Terdengar suara yang memanggil nomor antrian di sebuah bank.
"Selamat pagi, dengan saya Hani bisa dibantu?" sapa seorang banker perempuan yang bertugas sebagai customer service hari ini.
"Selamat pagi. Saya ingin memperbarui kartu atm saya," ucap Abhiyasa menjawab sapaan customer service tersebut.
Customer service tersebut menatap Abhiyasa seolah terpanah padanya. Beberapa detik kemudian dia tersenyum dan berkata,
"Abhiyasa," ucap customer service tersebut membaca name tag Abhiyasa yang ada pada seragamnya.
"Kamu Abhiyasa yang menolong saya waktu itu kan?" tanya customer service tersebut dengan sangat antusias.
Abhiyasa tersenyum dan menganggukkan kepalanya seraya berkata,
"Apa kabar Hani?"
"Baik. Kabarku baik. Kamu masih ingat namaku ternyata," jawab Hani sambil terkekeh.
"Itu," tukas Abhiyasa sambil menunjuk name tag Hani yang tersemat di bajunya.
Seketika senyum Hani sedikit memudar. Dia menggerutu dalam hatinya,
Sialan, aku kira dia masih ingat namaku seperti aku yang masih mengingat namanya. Bahkan wajahnya saja aku masih ingat jelas.
"Maaf, apa bisa saya meminjam buku tabungan dam kartu identitasnya?" tanya Hani sembari tersenyum seperti biasanya dia menghadapi customer lainnya.
Abhiyasa menyerahkan buku tabungannya pada Hani. Setelah itu dia mengambil kartu identitasnya dari dompetnya dan memberikannya pada Hani.
Hani segera memprosesnya. Jari lentiknya menekan keyboard untuk memasukkan data-data milik Abhiyasa ke dalam komputer seraya berkata,
"Ternyata kamu seorang polisi. Pantas saja kamu menolongku waktu itu."
"Aku menolong mu bukan karena aku polisi. Aku hanya tidak mau seorang gadis cantik yang menggunakan pakaian minim, mati kedinginan atau diganggu oleh laki-laki tidak bermoral di luaran sana," sahut Abhiyasa sambil terkekeh.
Hani menghentikan gerakannya. Dia menatap kesal pada laki-laki yang ada di hadapannya itu seraya berkata,
"Ck, kenapa tidak mengaku saja jika kamu tertarik padaku."
Abhiyasa menahan tawanya. Dia merasa jika gadis di hadapannya ini mempunyai sifat lain dari gadis-gadis lain yang ada di sekitarnya.
"Lain kali jangan menggunakan pakaian seperti itu. Bahaya jika ada yang khilaf," tutur Abhiyasa disertai senyumnya.
Hani kembali menggerakkan kembali jari-jarinya dengan lihai di atas keyboard seraya berkata,
"Khilaf kenapa?"
"Menerkam kamu," sahut Abhiyasa sambil terkekeh.
Hani menatap Abhiyasa dan berkata sambil terkekeh,
"Memangnya kamu macan bisa menerkam?"
Abhiyasa pun terkekeh mendengar gurauan Hani. Kini dia merasa lebih rileks berbicara pada Hani yang menggunakan pakaian seragam tertutup. Berbeda dengan pakaiannya saat itu yang membuatnya harus menghadap ke lain arah ketika berbicara dengannya.
"Ini kartu atm nya sudah saya aktifkan. Silahkan ganti pin nya di atm," ucap Hani sambil menyerahkan kartu atm milik Abhiyasa yang baru.
Abhiyasa pun menerima kartu atm tersebut seraya berkata,
"Terima kasih. Jika kita bertemu lagi untuk yang ketiga kalinya, mungkin kita berjodoh. Tapi aku harap kamu tidak menggunakan pakaian yang seperti pada waktu itu."
Abhiyasa pun terkekeh sambil beranjak dari duduknya meninggalkan Hani yang masih tertegun mendengar perkataan Abhiyasa.
Beberapa detik kemudian, Hani tersadar. Matanya terkunci pada buku tabungan serta kartu identitas milik Abhiyasa yang belum dikembalikan padanya.
"Bagaimana ini? Bagaimana caranya aku mengembalikannya?" ucap Hani sambil melihat buki tabungan serta kartu identitas milik Abhiyasa yang ada di tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments