Hani segera beranjak dari duduknya. Dia hendak mengejar Abhiyasa dan memberikan buku tabungan beserta kartu identitasnya yang tidak sengaja tertinggal di mejanya.
Namun, Hani tidak bisa meninggalkan mejanya begitu saja. Sudah ada seseorang di hadapannya yang akan duduk di kursi customer sesuai dengan nomor urutnya.
Memang benar Hani belum mempersilahkan nomor antrian tersebut untuk maju, tapi sayangnya orang tersebut ingin segera duduk dan dibantu oleh Hani sebagai seorang nasabah dari bank tersebut.
Hani pun tidak bisa mengabaikan customer tersebut. Bahkan di ruang tunggu masih ada banyak customer lain untuk menunggunya membantu mereka.
Hani menghela nafasnya menyadari kecerobohannya kali ini. Dia duduk kembali dan melihat kembali ke layar komputer untuk melihat data Abhiyasa. Dia mencatat nomor ponsel Abhiyasa pada kertas dan menempelkannya di atas buku tabungan Abhiyasa yang di dalamnya terdapat kartu identitasnya.
Setelah itu dia kembali mengerjakan pekerjaannya sebagai seorang customer service yang siap membantu nasabah bank tersebut.
Waktu pun berlalu. Kini jam kepulangan Hani sudah tiba. Semua pekerjaannya sudah terselesaikan dengan baik.
"Aku harus menghubunginya," ucap Hani sambil melihat buku tabungan Abhiyasa yang tergeletak di mejanya.
Tangan Hani mengambil kertas yang menempel pada buku tabungan tersebut. Dia menghubungi nomor yang tertera pada kertas itu.
Jantungnya berdegup kencang ketika panggilan teleponnya belum diangkat oleh si pemilik nomor tersebut.
Hani menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan rasa gugupnya saat ini. Dalam hatinya dia menyuruh agar si pemilik nomor ponsel tersebut segera mengangkatnya.
"Angkat… angkat… angkat teleponnya," gumam Hani sambil menggigit kuku jari tangannya.
Halo, sapa orang yang ada di seberang sana ketika menerima panggilan telepon tersebut.
"Abhi, ini aku Hani. Maaf, tadi aku kelupaan memberikan kembali buku tabungan dan kartu identitasmu," ucap Hani yang terdengar merasa bersalah.
Terdengar kekehan dari Abhiyasa. Kemudian dia berkata,
Sepertinya kamu sengaja menahannya agar kita bisa berjumpa lagi.
"Enak saja. Aku gak punya pikiran seperti itu. Yang ada, sekarang ini aku merasa sangat bersalah padamu," sahut Hani yang terdengar kesal karena dituduh oleh Abhiyasa.
Kekehan kembali terdengar di telinga Hani. Abhiyasa terdengar sangat terhibur dengan percakapan mereka di telepon saat ini.
"Bagaimana caraku mengembalikannya padamu?" tanya Hani dengan serius.
Abhiyasa menghentikan tawanya. Kemudian dia berkata,
Kamu di mana sekarang?
"Masih di bank. Sebentar lagi aku akan pulang. Ini sudah siap-siap mau pulang," jawab Hani dengan lengkap.
Abhiyasa tersenyum mendengar jawaban dari Hani. Kemudian dia berkata,
Tunggu di sana. Aku akan menemuimu untuk mengambilnya.
Setelah mengatakan itu, Abhiyasa segera mengakhiri panggilan teleponnya. Kebetulan dia sudah selesai bertugas saat ini. Sekarang dia bergegas menuju bank yang tadi dikunjunginya untuk mengambil buku tabungan serta kartu identitasnya. Dan tentunya untuk bertemu kembali dengan Hani.
Senyuman Abhiyasa masih saja mengembang di bibirnya. Begitu pula dengan Hani. Tanpa sadar, bibir Hani selalu tersenyum menunggu kedatangan Abhiyasa ke tempat itu.
Selang beberapa saat, terdengar suara dering telepon dari ponsel Hani. Dengan segera Hani menerima panggilan telepon tersebut karena melihat nama Abhiyasa tertera pada layar ponselnya.
"Halo," sapa Hani untuk mengawali percakapan di telepon.
Aku sudah berada di depan bank. Keluarlah dan bawalah buku tabungan serta kartu identitasku yang tertinggal tadi, ucap Abhiyasa melalui telepon.
Belum juga Hani mengatakan sesuatu, Abhiyasa sudah mengakhiri panggilan teleponnya.
"Tunggu seb–"
Hani menghela nafasnya sambil melihat ke arah layar ponselnya yang ternyata panggilan teleponnya benar-benar sudah terputus.
Dalam hati dia menggerutu sambil berjalan keluar dari bank tersebut.
"Ck, gak sopan banget. Ada orang bicara malah dimatiin teleponnya," omel Hani ketika sudah berada di depan Abhiyasa.
Abhiyasa tertawa mendengar omelan Hani yang terlihat kesal padanya. Dia melipat kedua tangannya di depan dadanya dan menatap Hani yang ada di hadapannya dengan sangat intens.
Ditatap seperti itu oleh Abhiyasa membuat Hani gugup dan merasa malu. Bahkan ada semburat merah pada wajahnya. Dengan segera Hani mengalihkan wajahnya ke lain arah agar ekspresi malunya tidak bisa terlihat oleh Abhiyasa.
"Sudah selesai ngomelnya? Kamu tambah cantik aja kalau lagi ngomel," ucap Abhiyasa sambil terkekeh.
Seketika semburat merah pada wajah Hani bertambah hingga bisa terlihat jelas oleh Abhiyasa.
"Ini punyamu," tukas Hani sambil memberikan buku tabungan dan kartu identitas milik Abhiyasa.
Abhiyasa menerima buku tabungannya dan juga kartu identitasnya dari tangan Hani. Dia melihat kartu identitasnya. Kemudian dia membuka buku tabungan tersebut dari halaman satu ke halaman lain seolah memeriksanya.
"Kenapa? Apa ada yang berubah?" tanya Hani yang terlihat ingin tahu.
Abhiyasa mengalihkan perhatiannya dari buku tabungannya pada Hani yang berdiri di hadapannya dan menatapnya dengan heran. Kemudian dia berkata,
"Siapa tau di dalam buku ini ada surat cinta dari kamu."
Perkataan Abhiyasa itu sukses membuat Hani kembali kesal padanya. Dengan wajah kesalnya itu dia menatap Abhiyasa dan berkata,
"Ngapain juga nyelipin surat cinta di buku tabungan itu. Udah gak jamannya kali."
Tawa Abhiyasa tidak dapat dibendung. Dia kembali merasa terhibur oleh sikap dan ucapan Hani.
"Apa ini berarti kamu memang mengajakku untuk berpacaran?" tanya Abhiyasa sambil tersenyum dan menatapnya dengan tatapan menggoda.
Hani mundur satu langkah dan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya serta menatap Abhiyasa dengan tatapan curiga seraya berkata,
"Apa kamu akan macam-macam padaku?"
Abhiyasa melihat Hani dari atas hingga bawah. Kemudian dia menunjuk dirinya sendiri dan menunjuk Hani secara bergantian seraya berkata,
"Aku, macam-macam padamu?"
Dengan cepatnya Hani mengangguk menanggapi pertanyaan yang diajukan Abhiyasa padanya.
Abhiyasa tertawa seolah mengejek dan itu membuat Hani bertambah kesal.
"Jika kamu memakai pakaian seperti waktu itu, mungkin saja aku akan berbuat macam-macam padamu. Tapi sekarang pakaianmu tertutup, bahkan aku tidak bisa mengintip bagian yang kecil di dalam sana," ujar Abhiyasa sambil terkekeh.
Hani mencebik kesal melihat Abhiyasa yang masih saja menertawakannya. Kemudian dia berkata,
"Dasar mesum!"
Setelah itu Hani berjalan menuju mobilnya. Tawa Abhiyasa pun reda melihat Hani berjalan meninggalkannya.
"Hani, mau ke mana?" seru Abhiyasa seolah tidak mau ditinggalkan oleh Hani.
"Aku lapar. Aku akan membeli makanan untuk mengisi perutku sekarang. Mendengar perkataanmu membuat perutku bertambah lapar," jawab Hani sambil membuka pintu mobilnya.
Abhiyasa segera menaiki motor sport nya dan memakai helm full face nya, bersiap untuk mengikuti Hani.
Hani menghela nafasnya melihat Abhiyasa yang sedang mengikutinya dengan mengendarai motor sport nya.
"Mau apa dia sekarang?" gumam Hani ketika melihat motor yang dikendarai Abhiyasa tepat berada di belakang mobilnya.
Hani menambah kecepatan mobilnya, berniat untuk bermain-main dengan Abhiyasa.
"Kamu pikir akan bisa mengalahkanku? Coba saja," gumam Abhiyasa sambil tersenyum di balik helm full face nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments