Mata Hani terbelalak. Dia gugup hanya dengan melihat nama si penelpon yang tertera pada layar ponselnya.
"Abhiyasa?! Apa aku harus mengangkatnya? Tapi aku harus menjauh darinya. Ini semua demi hatiku," gumam Hani.
Dia masih saja melihat ponselnya. Nama Abhiyasa masih tertera di sana. Hingga akhirnya panggilan telepon tersebut berakhir dengan panggilan tidak terjawab.
Tidak dipungkiri jika Hani merasa kecewa ketika panggilan telepon itu berakhir. Wajahnya pun mengisyaratkan kekecewaannya saat ini. Ingin sekali dia menerima panggilan telepon tersebut, tapi dia takut jika hatinya berharap lebih pada Abhiyasa.
Selang beberapa detik, ponsel yang masih berada di tangan Hani itu kembali mengeluarkan bunyi. Layar ponsel itu kembali menyala dengan diiringi suara dering telepon.
Mata Hani kembali berbinar, dia senang karena Abhiyasa menghubunginya kembali. Entah mengapa jari lentiknya bergerak seolah tidak terkendali menekan tombol hijau pada layar ponselnya.
Halo, Hani, sapa Abhiyasa dari seberang sana melalui telepon.
"Ha-halo Abhi, ada apa?" tukas Hani yang terdengar sedikit gugup.
Aku sedang berolahraga di taman. Apa kamu mau sarapan bersama? Abhiyasa bertanya balik pada Hani.
"Hah?! Sarapan?" tanya Hani dengan ekspresi kagetnya.
Ayo kita sarapan bersama. Aku tunggu kamu di taman, ucap Abhiyasa, setelah itu dia mengakhiri panggilan teleponnya.
Hani melongo mendengar perintah dari Abhiyasa. Dia menatap layar ponselnya yang menandakan panggilan teleponnya sudah berakhir seraya berkata,
"Kenapa kamu memintaku untuk menemui mu Abhi? Padahal aku sedang berusaha sekuat tenaga untuk mengenyahkan perasaanku padamu."
Namun, Hani tetap saja tidak bisa mengelabuhi hatinya. Kini kakinya membawanya untuk menuju taman menemui laki-laki yang diam-diam namanya sudah masuk ke dalam hatinya.
Kini dia sudah berada di depan Abhiyasa. Hani merutuki kebodohannya ketika melihat senyum Abhiyasa yang mampu membuat jantungnya berdegup sangat kencang.
"Kamu mengajakku sarapan bersama karena mau pamer keringat padaku ya?" tanya Hani yang sedang bertatap mata dengan Abhiyasa.
Abhiyasa terkekeh mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Hani padanya. Kemudian dia berkata,
"Kenapa? Memangnya kamu tergoda dengan tubuh atletisku yang berkeringat ini?"
Memang sekarang ini badan atletis milik Abhiyasa yang terbalut kaos olahraga ketat, kini dibasahi oleh keringatnya setelah berolahraga.
"Ck, anda terlalu berharap Tuan," sahut Hani seolah tidak tertarik pada Abhiyasa.
Abhiyasa tertawa mendengar ucapan Hani. Dia benar-benar merasa terhibur dengan keberadaan Hani di sisinya.
"Sepertinya kamu ingin memikat banyak perempuan dengan berolahraga di taman," tuduh Hani dengan memicingkan matanya pada Abhiyasa.
Sontak saja Abhiyasa tertawa dan tangannya mencubit gemas hidung Hani. Tangan Abhiyasa itu seolah bergerak dengan sendirinya.
"Aku hanya tidak mau orang berpikiran aku sendirian dan tidak mempunyai teman untuk makan bersama," ucap Abhiyasa di sela tawanya.
Hani menghela nafasnya seolah sedang merasakan beban berat dalam hidupnya. Kemudian dia duduk di kursi taman yang ada di dekat mereka.
"Sebenarnya aku sedang mencari jasa pemindahan barang."
Dahi Abhiyasa mengernyit. Kemudian dia berkata,
"Untuk apa?"
Hani menatap Abhiyasa yang terlihat ingin sekali tahu apa yang terjadi. Kemudian dia berkata,
"Aku akan pindah ke rumahku yang ada di jalan Angkasa."
"Jalan Angkasa? Pindah? Kenapa?" tanya Abhiyasa yang terlihat sangat penasaran.
"Sekarang aku tinggal di kontrakan. Semalam aku baru mendapat kabar jika rumahku sudah bisa ditempati. Aku berniat hari ini akan pindah agar lebih dekat lagi dengan kantor. Tapi jasa pemindah barangnya berhalangan hadir sekarang, padahal semalam mereka sudah setuju. Sepertinya aku harus mencari jasa pemindah barang yang lain sebelum hari berganti menjadi sore," tutur Hani dengan lesu.
Abhiyasa tersenyum melihat wajah Hani yang seketika lesu ketika menceritakan kesulitannya. Kemudian dia berkata,
"Aku akan bantu. Kebetulan ada mobil pick up yang bisa aku bawa untuk membantumu. Bagaimana, apa kamu mau?"
Seketika mata Hani berbinar. Kepalanya mengangguk dengan sangat antusias. Senyumnya pun seketika mengembang mendengar perkataan Abhiyasa yang seolah menjadi penolongnya kembali.
"Tapi… ada syaratnya," ucap Abhiyasa menggoda Hani.
Hani kembali lesu. Senyumnya pun memudar. Setelah itu dia berkata,
"Ck, dasar pelit."
Abhiyasa kembali tertawa. Dia semakin senang menggoda Hani. Kemudian dia berkata,
"Tidak ada yang gratis di dunia ini Nona. Mau gak?"
Hani menatap kesal pada Abhiyasa yang tawanya semakin mengesalkan di telinganya.
"Apa syaratnya?" tanya Hani dengan sinisnya.
Abhiyasa segera menarik tangan Hani agar beranjak dari duduknya seraya berkata,
"Traktir aku makan."
Hani menoleh ke arah Abhiyasa dan tersenyum padanya seraya berkata,
"Setuju!"
Mereka pun menuju kontrakan Hani tanpa sarapan terlebih dahulu. Setelah sampai di kontrakan Hani, Abhiyasa kembali pulang untuk mengambil mobil pick up yang akan digunakan mengangkut barang-barang milik Hani.
Dia mengikuti Hani untuk mengetahui persis letak kontrakannya. Setelah itu dia kembali ke kontrakan Hani dengan baju yang berbeda dan membawa mobil pick up seperti yang dikatakannya.
Abhiyasa tersenyum ketika sudah sampai di depan rumah baru milik Hani. Dia turun dari mobil pick up yang dikendarainya untuk menemui Hani yang juga baru saja turun dari mobilnya.
Mobil mereka terparkir tepat di depan rumah baru Hani. Abhiyasa menunjuk rumah tersebut seraya berkata,
"Apa rumah ini benar rumah milikmu?"
Hani menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh Abhiyasa padanya.
"Kenapa Abhi? Ada masalah?" tanya Hani dengan raut wajah seriusnya.
Abhiyasa terkekeh. Dia menghadap Hani dan menatapnya seraya berkata,
"Aku suka nama panggilan yang kamu berikan padaku. Abhi. Jika kamu yang memanggilnya, terdengar sangat indah."
Seketika wajah Hani bersemu merah. Dalam keadaannya yang malu-malu itu, dia berkata,
"Nama kamu kan Abhiyasa. Lalu nama panggilannya apa jika bukan Abhi?"
"Orang tua dan semua saudara memanggilku Yasa. Teman-teman memanggilku Abhiyasa. Dan sekarang aku mempunyai nama panggilan spesial dari kamu," ujar Abhiyasa sambil tersenyum bahagia.
Hani… Kenapa jadi seperti ini? Hani merutuki kebodohannya dalam hatinya.
"Apa kita akan berdiri di sini sampai nanti?" sindir Abhiyasa sambil tersenyum menggoda Hani.
Sontak saja Hani tersadar dan dengan canggungnya dia berjalan menuju pintu rumah tersebut serta membukanya.
Abhiyasa masih saja terkekeh melihat tingkah Hani. Satu persatu barang diturunkannya dari mobil pick up dan dibawa masuk ke dalam rumah tersebut.
Setelah semua barang telah dipindahkan ke rumah tersebut, Abhiyasa menagih janji Hani padanya.
"Bagaimana Nona, apa kita sekarang sudah bisa makan?" tanya Abhiyasa sambil mengusap perutnya dengan wajah yang memelas seolah dia sedang kelaparan.
"Maaf, aku lupa. Pasti kamu sudah sangat lapar," ucap Hani dengan penuh penyesalan.
"Benar. Tubuhku lemah karena tenaganya sudah diberikan untuk membantu Nona Muda kesayangan," ujar Abhiyasa dengan menunduk hormat pada Hani.
Seketika ada semburat merah pada wajah Hani. Dengan menutupi kegugupannya dia berkata,
"Abhi, apaan sih kamu."
Abhiyasa kembali tertawa melihat dia berhasil menggoda Hani sehingga kini dia menjadi malu padanya.
"Tunggu sebentar saja, aku akan mengganti pakaianku," tutur Abhiyasa sambil berjalan keluar rumah.
Hani berjalan mengikutinya seraya berkata,
"Apa kamu membawa baju?"
"Tidak, aku akan pulang sebentar dan secepatnya kembali," jawab Abhiyasa tanpa menoleh pada Hani yang sedang berjalan mengikutinya.
"Pulang? Memangnya di mana rumahmu?" tanya Hani menyelidik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments