BAB 5

“apa yang sedang kamu lakukan?”

“eh?” Renata membuka matanya dan melihat Galih sudah tidak sedekat tadi.

“tidak, anu aku...”

Galih tersenyum tipis lalu memberikan sebuah map berisi dokumen kepadanya. Renata mengambilnya dengan ragu sekaligus bingung.

“kamu bisa mempelajarinya dan menjadi acuan selama bekerja denganku. Sisanya David yang akan mengajarkan secara langsung kepadamu.”

“baiklah, kalau begitu saya permisi.”

Renata bergegas keluar dari ruangan atasannya sebelum isi otaknya kembali menggila. Sebelumnya saat masih berhubungan dengan Arkan, ia tidak pernah merasakan perasaan gugup seperti ini. Tapi entah kenapa sejak melihat pria itu, dirinya menjadi gugup dan jantungnya berpacu dengan sangat cepat. Renata mengipasi wajahnya yang terasa panas dan mencari David.

Ruang kerja Renata tepat berada di samping ruangan Galih. Sedangkan ruang kerja David berada satu lantai di bawah mereka. Di depan ruang kerja David ada sebuah meja Sekertaris yang diisi oleh dua orang karyawan. Sebelum dirinya datang, total ada tiga orang di lantai ini. Atau mungkin empat orang karena hampir setiap saat David keluar masuk ruang kerja bosnya.

“kenapa tidak ada karyawan lain di lantai ini?” gumam Renata sambil membolak-balikkan dokumen di tangannya.

Setelah ia bertemu David dan ditunjukkan ruangannya, pria itu juga memberikan setumpuk dokumen untuk ia cek. Renata harus mengecek semua dokumen itu sebelum diserahkan kepada Galih untuk ditandatangani. Itulah tugas pertamanya sebagai asisten seorang Galih.

Tanpa ia sadari, dirinya terjebak oleh tumpukan dokumen itu. Renata tidak sadar kalau waktu makan siang sudah tiba. Pekerjaan yang ia kerjakan tidak seburuk itu bahkan tidak membosankan sama sekali. Berbeda jauh dengan apa yang dirinya fikirkan selama ini. Selama bertahun-tahun ia menjadi orang yang memberikan ide untuk perusahaan kakaknya, sekarang ia duduk di balik meja dan bisa mempertimbangkan ide-ide orang lain. Dari tumpukan dokumen itu, ia juga jadi mengetahui proyek apa saja yang sedang berjalan di perusahaan ini.

TOK TOK TOK

Suara ketukan pintu berhasil memecah konsentrasinya.

“masuk.” Ucap Renata tanpa menoleh ke arah pintu.

“kakak kira kamu tidak akan bisa duduk di sana bahkan hanya untuk satu jam saja, tapi lihat sekarang.” Ucap seorang pria yang sangat dikenal Renata.

“kenapa ke sini?”

“ingin melihat adik kesayangan kakak bekerja.”

“pulang sana, aku bukan adik kesayangan kakak lagi.”

Rendi mendekat dan meletakkan kotak bekal berisi makanan yang disiapkan khusus oleh sang ibu.

“lihat yang kakak bawa.”

Renata melirik sekilas lalu kembali menundukkan kepalanya melihat dokumen di depannya.

“ayolah Renata, kakak kan sudah minta maaf dan kamu sudah setuju untuk bekerja di sini selama tiga bulan.”

“aku nggak akan marah kalau kakak menepati ucapan kakak untuk tidak ikut campur.”

“kakak tahu kamu pasti akan melakukan berbagai cara untuk keluar dari rumah. Begitu juga dengan kakak yang akan melakukan apapun agar kamu tetap tinggal di rumah.”

Renata mendengus sebal dan akhirnya mau mengangkat kepalanya untuk melihat wajah sang kakak. Ia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan kakaknya karena biar bagaimanapun juga pria itu sangat menyayangi dirinya sejak kecil. Tapi mereka tetaplah kakak beradik yang setiap harinya selalu diisi dengan keributan.

Setelah melihat Renata menghabiskan makan siangnya, Rendi pun keluar dan berjalan menuju ruangan di samping ruang kerja Renata. Sama seperti Renata saat ia baru masuk tadi, Galih sedang sibuk berkutat dengan tumpukan dokumen di mejanya.

“bos kok sibuk banget sih, punya karyawan banyak loh.” Ucap Rendi saat sudah masuk ke dalam ruang kerja sahabatnya.

“aku malah heran sama kamu, bos tapi bisa keluyuran kemanapun yang kamu suka.”

“punya banyak karyawan itu biar mereka yang kerja.”

“merepotkan.” Ucap Gaih.

Rendi duduk di kursi yang terletak di depan meja kerja Galih dan menatap pria itu dengan serius.

“jangan naksir, aku masih normal.”

“siapa juga yang naksir.” Kilah Rendi.

“kenapa Renata malah jadi asisten kamu?”

“kan kamu sendiri yang bilang, yang penting bisa diterima kerja. Bagian keuangan tidak ada lowongan.” Ucap Galih dengan acuh.

“kamu tidak sedang memainkan trik kepada dia kan?”

“sebenarnya dia cukup menarik.”

Rendi diam mengamati Galih yang terlihat tenang. Kemudian ia menghembuskan nafasnya pelan dan memajukan tubuhnya ke depan.

“jangan mempermainkan Renata kecuali kamu serius dengannya. Jangan sampai kamu mendekatinya hanya untuk memastikan perasaanmu sendiri. Kalau sampai dia terluka gara-gara kamu, persahabatan kita taruhannya.” Ucap Rendi dengan tegas.

Galih beralih menatap ke arah Rendi dan ikut memasang wajah serius.

“aku tidak akan membuatnya menangis.” Ucapnya datar.

Rendi memundurkan tubuhnya lalu melihat ke sekeliling ruangan. Ada sesuatu yang harus ia pastikan karena ruangan di sebelah dulunya adalah ruang pribadi Galih. Rendi menyisir setiap sudut ruangan dan tidak menemukan apa yang ia cari.

“di mana pintunya?” tanya Rendi kepada Galih.

“itu.” Tunjuk Galih ke pintu tempatnya masuk tadi.

“pintu ke ruang sebelah.”

“sudah hilang.”

“benar sudah tidak ada?”

“aku bukan orang mesum Ren, mana mungkin aku tidak menyingkirkan pintu itu saat ada wanita yang menggunakan ruangannya.”

“kamu menganggapnya sebagai wanita?” tanya Rendi lagi membuat Galih merasa jengah dengan tingkat posesif pria itu kepada adiknya.

“memang bukan laki-laki kan?”

Setelah itu, Rendi berpamitan dan keluar dari ruang kerja Galih. Saat melewati ruang kerja Renata, ia menatap pintu yang tertutup rapat itu sebentar lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju lift. Tepat saat ia turun, dua orang sekertaris baru saja menyelesaikan makan siangnya dan akan kembali naik ke lantai atas.

“selamat siang.” Sapa Rendi kepada dua wanita cantik tadi.

“selamat siang pak.” Jawab mereka berdua dengan menunduk hormat.

Semua orang di kantor ini juga tahu kalau Rendi adalah teman dekat bos mereka. Rendi memang sering mengunjungi Galih di kantornya sehingga tidak ada yang curiga kalau ternyata kali ini yang dikunjunginya adalah gadis di samping ruang kerja Galih.

Renata melirik jam tangannya lalu melihat ke luar jendela dan ternyata hari sudah gelap. Ia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku lalu menoleh ke komputer di depannya. Semua berkas hari ini sudah selesai diperiksa dan sudah diserahkan ke Galih. Beberapa Email masuk juga sudah diurusnya membuatnya tidak perlu bekerja lembur lebih lama lagi hari ini. Renata mengambil tasnya yang tergantung di gantungan baju di sudut ruangan kemudian melangkah ke luar. Ia melirik ke ruangan di sampingnya yang ternyata lampunya masih menyala walaupun meja sekertaris di depannya sudah kosong.

Renata masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju basement. Saat pintu lift hampir tertutup sempurna, sebuah tangan menyela menahan pintu tersebut agar tidak tertutup. Renata mendongakkan kepalanya dan melihat Galih berdiri di depannya dengan wajah datarnya yang seperti biasa.

Tidak ada perbincangan apapun di dalam lift. Renata sibuk bermain dengan ponselnya sedangkan Galih diam-diam sibuk melirik ke arah Renata melalui pantulan pintu lift. Ia mengamati sosok yang menjadi permata di keluarga sahabatnya. Saat pintu lift terbuka, Renata segera keluar disusul oleh Galih. Tapi langkah mereka terhenti karena kehadiran seorang perempuan yang menghadang jalan mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!