Satu minggu berlalu dan Renata hanya berdiam diri di dalam kamar. Ia akan keluar untuk makan saja, selain itu akan mengurung diri di dalam kamar. Raut kesedihan masih terpancar di wajahnya. Rendi dan kedua orang tuanya tidak tega melihat kondisi Renata saat ini memutuskan untuk membuat Renata sibuk. Tapi mereka masih dilema karena tidak ingin anak perempuan satu-satunya di keluarga mereka harus hidup jauh dari mereka tanpa ada orang yang mengawasi.
Begitu juga dengan Rendi yang tidak ingin adiknya kembali merasakan hidup susah. Walaupun itulah kehidupan yang diinginkan sang adik, tapi tetap saja ia tidak tega membiarkan sang adik banting tulang sementara dirinya menikmati kemewahan bersama kedua orang tuanya. Setelah bekerja, ia hanya ingin membahagiakan orang tua dan adik semata wayangnya, tapi Tuhan berkehendak lain karena memberikan adik seperti Renata untuknya.
Lalu ia teringat dengan sahabatnya, Galih Aditiya Saputra. Pria itu terbilang lebih sukses daripada dirinya karena di usia yang sama, dia sudah berhasil membangun perusahaannya sendiri sedangkan dirinya hanya meneruskan kesuksesan perusahaan yang dibangun oleh kakeknya. Ia mengenal Galih luar dalam, karena itu dia adalah pilihan sempurna untuk menjaga adiknya. Hitung-hitung untuk membayar hutang atas apa yang dilakukan oleh Arkan kepada Renata.
“Renata, mau kerja nggak?” Tanya Rendi kepada sang adik.
Saat ini mereka berdua tengah berada di dalam kamar Renata dan Rendi berdiri di tepi ranjang sedangkan gadis itu meringkuk memunggungi sang kakak.
“males.” Jawabnya menyahuti ucapan sang kakak.
“kamu boleh kerja di mana saja, asalkan di perusahaan kakak atau di perusahaan Galih.”
“katanya boleh di mana saja.”
“iya boleh di mana saja, maksudnya di bagian manapun yang kamu mau.”
“ck.” Renata berdecak pelan lalu bangkit dari tidurnya.
“Galih kakaknya Arkan kan?” tanya Renata kepada sang kakak.
“iya, kalau kamu tidak nyaman kerja di sana, kamu bisa kerja di perusahaan kakak.”
“aku mau di perusahaan kak Galih saja, bagian keuangan.”
“oke siap, kakak akan bicara langsung sama Galih.”
“Renata maunya mandiri.”
“hah?”
“aku mau daftar sendiri tanpa bantuan kakak, kalau gagal kakak nggak bisa menahan aku lagi di dalam rumah ini.”
Rendi diam memikirkan negosiasi yang diajukan oleh sang adik. Bekerja di manapun itu lebih baik selama tidak bersedih terus di dalam kamar. Selain itu, ia masih bisa melakukan sesuatu di belakang layar agar adiknya bisa masuk ke perusahaan sahabatnya.
“baiklah kakak setuju.”
Setelah itu, Renata menyiapkan surat lamaran kerja lengkap dengan CV. ia segera mengirim berkas lamarannya ke alamat email perusahaan milik Galih. Ini adalah kesempatan dirinya bisa bebas lagi dan ia tidak akan menyia-nyiakannya begitu saja. Perusahaan sebesar itu tidak mungkin langsung menerima lamaran kerja yang diajukan, apalagi ini tanpa koneksi sama sekali. Dan kalaupun lolos, Renata bisa melakukan seburuk yang ia bisa agar gagal masuk ke perusahaan dan bisa pergi ke manapun yang ia inginkan. Kakak beradik itu sama-sama memiliki siasat di dalam kepala mereka masing-masing.
Renata tahu kalau saat ini tidak ada lowongan bagian keuangan di perusahaan milik Galih. Seharusnya memakan waktu cukup lama sampai ada lowongan baru. Tapi tidak ia sangka karena tepat keesokan harinya, ada email balasan dari perusahaan besar tersebut. Renata akan melakukan wawancara lusa di kantor pusat pada pukul sembilan pagi.
“cepat sekali.” Gumam Renata saat membaca email balasan yang diterimanya.
Renata langsung bergegas keluar dari kamarnya dan menggedor kamar Rendi yang berada tepat di samping kamarnya.
“ada apa sih? Pagi-pagi bikin ribut.” Tanya Rendi saat membuka pintu.
Terlihat jelas kalau pria itu baru saja terbangun dari tidurnya karena ulah Renata.
“kakak nelfon teman kakak?”
“siapa? Teman kakak banyak.”
“Galih.”
“nggak, kan kamu sendiri yang bilang kalau tidak mau kakak bantu.”
“tapi masa langsung dapat panggilan wawancara sih?”
“ya berarti rezeki kamu dek.”
Renata menatap tajam kakaknya memastikan sang kakak tidak sedang membohongi dirinya. Setelah itu ia kembali lagi ke dalam kamarnya. Sedangkan Rendi hanya terkikik geli karena ia dalang dibalik semuanya. Selama dua hari menjelang wawancara, Renata hanya tidur di kasur empuknya. Ia berfikir tidak perlu mempersiapkan apapun karena dirinya memang tidak ingin bekerja di perusahaan. Renata hanya ingin menjalani hidupnya dengan bekerja paruh waktu lalu menghabiskan uangnya dengan bepergian ke berbagai tempat. Ia tidak ingin terikat dengan satu tempat karena menurutnya itu memuakkan. Meskipun ia tidak bekerja sekalipun, Renata mampu pergi kemanapun yang ia suka karena memiliki uang hasil membantu kakaknya mengelola perusahaan.
Hari dimana dirinya harus melakukan wawancara kerja di perusahaan milik sahabat sang kakak akhirnya tiba. Renata sengaja bangun pukul delapan dan bersiap-siap dengan lambat. Ia berangkat dari rumah pukul sembilan pagi dan menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit menggunakan mobil pribadi miliknya. Ia yakin dirinya sudah terlambat tiga puluh menit dan tidak mungkin diterima di perusahaan sebesar ini. Tapi kenyataannya berbeda dengan yang seharusnya.
“silahkan duduk di sini untuk menunggu, karena wawancara akan dimulai pukul sepuluh.”
Sekitar Renata terasa berputar, gadis itu merasa sesak dengan kenyataan pahit yang didapatnya.
“pukul sepuluh? Bukan pukul sembilan?”
“iya, wawancara diundur karena pak Galih ada pertemuan penting.”
“Galih yang akan mewawancaraiku secara langsung?” tanya Renata yang semakin bingung.
“benar, kalau begitu saya permisi.” Sang petugas resepsionis menundukkan kepalanya dengan hormat lalu berbalik dan kembali ke tempatnya.
Tubuh Renata tiba-tiba merasa lemas dan ia terduduk dengan tatapan kosong di kursi tunggu. Rencananya berantakan, tapi semangatnya kembali lagi saat sadar kalau dirinya masih memiliki peluang untuk gagal. Tidak ada perusahaan yang mau menerima karyawan yang terlihat arogan dan semena-mena. Selama wawancara, sikapnya juga pasti akan menjadi salah satu penilaian mereka.
Sesuai ucapan petugas resepsionis, tepat pukul sepuluh, beberapa orang datang dan masuk ke dalam ruangan yang ada di depan Renata. Dan di belakang mereka ada Galih yang berjalan dengan mantap menuju ruangan yang akan digunakan untuk wawancara. Renata meneguk ludahnya dan meyakinkan dirinya bahwa ia bisa melakukan rencananya. Saat ia dipersilahkan masuk, Renata berjalan dengan angkuh dan masuk ke dalam ruangan.
Tidak ada ramah tamah layaknya orang yang akan diwawancarai, Renata menunjukkan sikap arogan dan duduk dengan menyilangkan kaki serta tangannya.
Berbagai pertanyaan mulai diajukan kepada Renata dan gadis itu hanya menjawab seadanya. Bahkan saat Galih memberinya pertanyaan, ia menjawabnya dengan cuek dan tidak menatap ke arah pria itu sama sekali. Di dalam hatinya bersorak gembira karena yakin tidak akan diterima di perusahaan ini. Tapi tanpa ia sadari, Galih tersenyum tipis melihat tingkah Renata. Ia sibuk mengamati sosok gadis di depannya yang terlihat begitu menarik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments