BAB 4

Beberapa hari kemudian, saat Renata sedang berada di sebuah cafe. Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya membuatnya mengalihkan pandangan dari buku. Sebuah nomor tidak dikenal baru saja mengirim pesan ke ponselnya. Renata mengambil ponselnya dan membuka pesan tersebut.

“lolos?” beo Renata saat membaca kata lolos.

“kenapa bisa lolos?” gumamnya lagi tidak percaya.

Renata langsung menghubungi nomor yang tertera dan ternyata itu benar nomor HRD di perusahaan milik Galih. ia mengonfirmasi kembali tentang lolosnya dia menjadi karyawan di perusahaan tersebut.

“aku saja tidak ingat apa nama perusahaannya, bagaimana bisa lolos begitu saja.” Gumamnya setelah ia memutus sambungan telepon.

“apa mereka asal-asalan dalam merekrut karyawan baru?” ucapnya lagi dengan sedikit keras sehingga orang di sekitarnya bisa mendengar apa yang ia ucapkan.

“tentu saja aku tidak sembarangan dalam merekrut karyawan.” Ucap seorang pria dari arah belakang Renata.

Renata paham siapa suara itu membuatnya enggan untuk menoleh. Bagaimana pria itu bisa tiba-tiba muncul di tempat ini.

“kalau begitu saya permisi.” Ucap seorang pria paruh baya yang berdiri di samping Galih.

“baik pak, semoga kerjasama kita lancar.” Ucap Galih.

Setelah pria paruh baya itu berjalan keluar kafe, Galih langsung duduk di depan Renata tanpa meminta persetujuan dari gadis di depannya.

“kalau tidak asal-asalan, bagaimana mungkin aku bisa lolos wawancara dan langsung masuk kerja besok pagi?” sungutnya.

“karena aku tahu kemampuanmu dalam mengatur perusahan yang kini dipegang oleh kakak kamu. Otak kamu juga lumayan karena bisa memberi ide-ide bagus untuk proyek perusahaan. Bisa dibilang kamu salah satu aset perusahaan Gunawan, tapi mereka malah melemparmu ke perusahaanku, jadi aku harus menerimanya dengan senang hati kan?”

“kakak pasti sudah cerita macam-macam tentangku.” Gumamnya pelan dengan nada sebal.

“intinya besok kamu mulai bekerja sebagai asistenku, Rendi sudah menyetujuinya.”

“Kak Rendi? Ternyata benar kalian diam-diam berkomunikasi di belakangku.”

Galih hanya mengangkat bahunya tidak peduli membuat Renata semakin meradang. Seharusnya dari awal ia tidak menerima tawaran dari sang kakak. Ia bahkan tidak bisa kabur kemanapun walaupun belum melakukan tandatangan kontrak dengan perusahaan itu. Selamat tinggal kebebasan yang selama ini ia impikan dan selamat datang kehidupan kantor yang membosankan.

“oh iya satu lagi, nama perusahaanku Realfood ingat itu karena sekarang kamu asistenku.”

“ya.” Ketus Renata.

“jaga nada bicaramu saat berada di kantor nanti. Tidak masalah kalau hanya kita berdua.” Ucapnya lalu berdiri dan pergi begitu saja.

Di rumah, suara Renata langsung menggelegar memenuhi setiap sudut rumah. Nama Rendi terus ia panggil hingga sang pemilik nama akhirnya muncul dari ruang kerjanya.

“ada apa sih dek?”

“katanya kakak nggak mau ikut campur soal lamaran pekerjaanku di perusahaannya Galih.”

“adek bicara yang sopan, dia seumuran sama kakak masa dipanggil nama saja?”

“terserah Renata dong.”

“iya maaf, kakak nggak mau kamu pergi jauh tanpa pengawasan.”

“kakak jual aku ke dia?” tanya Renata dengan mata berkaca-kaca.

“Rendi apa maksud Renata, kamu jual adik kamu ke siapa? Berani sekali kamu sama anak mamah hah?”

Renata dan Rendi kompak menoleh ke sumber suara yang berasal dari dapur. Siapa lagi kalau bukan Putri, ibu kandung dari dua orang itu. Renata membuat wajahnya menjadi semakin memelas lalu merentangkan tangannya meminta dipeluk oleh sang ibu.

“mamah.” Panggil Renata dengan nada memelas.

“mah, mamah salah paham, aku nggak jual Renata ke siapapun.”

“bohong.” Ucap Renata.

Putri menghampiri Rendi dan memukul punggungnya membuat pria itu meringis kesakitan.

“mah, aku juga anak mamah masa tega dipukul begini sih?”

“siapa suruh kamu macam-macam sama adik kamu.”

“Renata yang terlalu berlebihan, serius deh beneran.”

Putri menghentikan aksinya lalu melirik ke arah Renata yang hanya berdiri diam melihat ke arahnya.

Setelah mendengarkan cerita dari anak bungsunya, Putri hanya bisa menghela nafas. Ia sebenarnya juga setuju dengan apa yang dilakukan oleh Rendi, begitu juga dengan Gunawan. Pria paruh baya itu pasti juga setuju dengan keputusan Rendi.

“ini demi kebaikan kamu juga Renata.”

“kalau ini demi kebaikanku seharusnya kalian nggak main paksa begini, kalau kayak begini mau bahagia dari mana coba.”

“begini saja, kamu kerja di sana tiga bulan dulu, kalau tidak betah nanti Rendi yang bicara langsung sama Galih, gimana?”

Renata menatap ke arah Putri lalu akhirnya menganggukan kepalanya dengan terpaksa. Ia harus berjuang selama tiga bulan dahulu sebelum bisa menikmati kebebasannya. Anggap saja itu adalah harga yang harus ia bayar untuk memperoleh kebebasan. Setelah menyetujui usulan sang ibu, Renata berjalan menuju ke kamarnya. Saat melewati Rendi, Renata sengaja mendekat lalu menginjak kaki sang kakak dengan keras. Kakinya yang masih dibalut sepatu menginjak kaki telanjang Rendi membuat pria itu langsung mengaduh kesakitan. Putri hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua anaknya.

Keesokan harinya, Renata bangun pagi dan bersiap menuju tempat kerjanya yang baru. Walaupun malas, tapi ia sudah diterima bekerja di sana dan akan benar-benar menjadi bagian perusahaan tersebut setelah menandatangani kontrak. Walaupun belum resmi bekerja di sana, tapi Renata merasa itu sudah menjadi tanggung jawabnya dan tidak boleh melalaikan tugasnya apalagi sampai terlambat. Setelah mematut dirinya di depan cermin, ia langsung turun dan berjalan menuju ruang makan untuk menyantap sarapan. Di sana sudah ada sang kakak yang sedang menyantap sarapannya.

Rendi menoleh dan melihat adiknya yang sudah berpakaian rapih.

“tumben pagi.”

“katanya suruh kerja gimana sih?”

“berangkat bareng sama kakak.”

“nggak mau, males.”

“berangkat sama kakak apa sama sopir?”

“kakak.” Jawab Renata dengan sebal.

Ia sejak duduk di bangku sekolah menengah sudah tidak pernah memakai sopir keluarga. Bahkan ia termasuk paling anti mengendarai mobil dengan sopir pribadi karena ejekan dari temannya yang mengatakan kalau dirinya anak mamah dan anaknya sombong. Renata memang sekolah di sekolah negeri biasa, membuat temannya banyak yang iri dengan kemewahan hidup yang dimiliki olehnya.

Sesampainya di kantor, Renata langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam gedung perusahaan. Rendi sengaja tidak turun dari mobil karena nantinya pasti akan menyulitkan sang adik kalau sampai karyawan perusahaan mengenali siapa dia sebenarnya. Renata diantar menuju ke ruang HRD untuk menandatangani kontrak lalu ia diajak berkeliling untuk melihat setiap sudut gedung. Setelah berkeliling, ia diantar menuju ruang CEO yang tidak lain adalah ruangan Galih. Ia mengetuk pintu lalu membukanya perlahan saat ada suaran seorang pria dari dalam memintanya untuk masuk.

“selamat pagi pak.”

“pagi Renata, mulai hari ini kamu asisten saya. Kamu dan David akan berbagi pekerjaan, dia juga yang akan memberikan tugas untukmu.” Ucap Galih sambil menunjuk pria yang kini sedang berdiri di depan mejanya.

Pria bernama David itu membukuk dengan hormat kepada Renata dan dibalas hal yang serupa oleh Renata.

“kamu boleh keluar, saya mau bicara dengan Renata.”

“baik pak.”

Galih memberikan isyarat kepada Renata untuk mendekat ke arahnya. Tanpa ragu, ia melangkahkan kakinya dan berdiri di depan meja Galih.

“lain kali jangan pakai rok pendek di atas lutut, saya butuh seorang asisten bukan pelac*r.”

Renata menatap rok yang dikenakannya dan merasa tidak ada yang salah dengan itu. Bahkan banyak dari karyawan di perusahaan ini yang menggunakan rok yang sama dengan yang digunakannya.

“tapi baju yang saya pakai masih tergolong sopan pak.” Protes Renata.

“besok pakai celana panjang saja.”

“baik.” Jawab Renata dengan lesu.

Ia menundukkan kepalanya dan terus menatap meja di depannya. Tanpa ia sadari, Galih sudah beranjak dari kursinya dan kini sudah berdiri tepat di sampingnya. Renata mendongak dan mendapati pria itu sedang menatap lekat dirinya. Kedua matanya tenggelam ke dalam tatapan Galih. Pria itu dengan perlahan melangkahkan kakinya terus mendekat ke arah Renata sedangkan gadis itu mulai merasa gugup dan memundurkan langkahnya hingga punggungnya membentur rak buku. Renata semakin merapatkan punggungnya ke rak buku saat Galih terus saja mendekat ke arahnya. Satu tangan pria itu terulur memegang rak dan tubuhnya menjadi semakin dekat membuat Renata menundukkan kepala dan menutup rapat kedua matanya. Nafasnya seolah terhenti dan jantungnya berdebar kencang saat aroma parfum pria itu menerobos masuk dan merangsang indra penciumannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!