Dari SEDAYU ~ JOGJAKARTA, YANKTIE mengucapkan selamat membaca cerita sederhana ini.
JANGAN LUPA SUBSCRIBE YAAA
“Coba kamu telepon ayahmu dulu. Kamu langsung Kakak antar ke rumah sakit atau ke rumah opa? Biar enggak bolak balik,” Farid meminta Amora memastikan kemana dia mengantar adiknya itu.
“Kamu ke rumah mommy Kiran dulu aja. Nanti jam kunjung pasien sore baru ke rumah sakit."
"Jangan lupa pakai jacket kalau pulang malam. Ayah enggak mau daddy mu marah kalau kamu sakit karena kena angin malam,” Harry menganjurkan putrinya istirahat dulu.
Harry tahu mbak Kiran juga pasti kangen dengan anak perempuannya itu.
“Iya Yah, sampai ketemu nanti sore ya,” jawab Amora.
\*\*\*
“Assalamu’alaykum Mommyyyyyyyyyyyyy,” pekik Amora. Amora langsung berlari masuk ke rumah mommy Kiran dan tak mempedulikan kopernya di jok belakang.
“Ih Princess, koq main masuk aja sih, bukannya bawa kopernya turun,” sungut Farid melihat adiknya yang langsung lari ingin bertemu mommynya.
Farid menutup pintu mobilnya setelah mengeluarkan koper kecil dari jok belakangnya. Saat bersamaan mobil yang ditumpangi Dava berhenti.
‘*Koper pink itu, bukannya milik Amora ya? Ah pasti banyak koper kecil sejenis itu*.’ Dava seperti dejavu melihat koper yang sejak di bandara tadi di bawa Farid. Karena dia juga dua kali memegang koper seperti itu di pesawat yang baru saja membawanya dari Jogja ke Jakarta.
“Wa’alaykum salam Princess,” Kiran mengembangkan ke dua tangannya dan menerima tubrukan dari putri kecilnya.
“Untung Mommy duduk, kalau berdiri kita bisa jatuh berdua,” keluh Kirana sambil menciumi pipi dan kening Amora dengan gemas.
“Aku kangen Mommy,” Amora memeluk erat tubuh budenya yang sejak kecil dia panggil mommy seperti anak-anak bude Kiran. Sedang anak-anak bude Kiran memanggil Dini dengan sebutan bunda. Karena saat menikah dengan Harry, panggilan Dini dan Harry adalah ayah dan bunda.
“Mommy juga kangeeeeeeeeeeen banget sama kamu,” balas Kiran.
“Kamu enggak kangen Daddy?” suara bariton terdengar lembut di belakang Amora.
“*Daddy, I miss you so much*,” Amora segera berlari memeluk Amir, suami mommy Kiran. Amir satu-satunya menantu eyang yang bukan berasal dari suku Jawa.
Karena Anto daddynya walau asli Kuningan tapi lebih njawani dan pakde Teguh suami bude Sashi, berasal dari Magetan.
Begitulah Amora di keluarga sang mommy. Satu-satunya cucu perempuan eyang kakung dan eyang putrinya. Sepertinya hal itu tak akan berubah selamanya karena ke tiga anak eyang tak akan mungkin hamil lagi.
“Daddy mbolos?” tanya Amora sesudah dia melepas pelukan kangen dari sang daddy.
“Sekarang hari Sabtu, apa kamu lupa?” tanya Amir sambil menyentil lembut ujung hidung Amora.
“Kamu mau mandi dulu apa bersiap makan YA?” tanya Kiran. Dia memanggil YA, dari panggilan Moya.
“Aku mau bongkar bawaanku aja Mom, ada titipan mommy buat semua di sini juga mau merapikan bajuku biar enggak terlalu lecek,” Amora langsung menjawab dan menuju kamar tamu di rumah itu. Dia tadi melihat kakaknya menaruh koper serta dus bawaannya ke dalam kamar tamu.
“Ini dari mommy,” Amora memberikan titipan Dini pada Kiran sesudah dia mengeluarkan titipan Dini untuk tante Vionne.
\*\*\*
“Kamu bersiap sekarang, nanti Mommy dan Daddy yang temani kamu ke rumah sakit. Kami juga belum menjenguk opa,” Kiran memberitahu Amora agar bersiap. Saat ini mereka baru saja selesai salat Ashar.
“Jangan lupa bawa mukena. Di sana ‘kan kamu sendirian yang salat. Maksud Mommy perempuan sendirian, karena ayahmu ‘kan enggak mungkin bawa mukena.”
\*\*\*
“Sore Tante, Om,” Amora mendengar seseorang menyapa mommy dan daddynya yang sudah lebih dulu di depan.
Amora tadi masuk kembali karena titipan untuk tante Vionne masih tertinggal dikamarnya. Dia menggunakan ransel kecil berisi mukena dan sebuah kaos serta tentu pakaian dalam untuk prepare ganti baju bila terpaksa menginap di rumah sakit.
“Moyaaaaaaa, jangan lupa pakai jaket dan bawa pasmina,” sang mommy tentu cerewet mengingatkan Amora.
“Cukup jacket saja Mom,” balas Amora, yang langsung terhenti kalimatnya melihat sosok yang sedang bicara dengan daddynya.
Dava tertegun melihat sosok gadis yang dipanggil Moya oleh tante Kiran. ‘*Ternyata aku enggak salah, koper itu milik Amora*.'
“Hai Amora, enggak disangka ya, kamu keponakan Om Amir,” Dava menegur ramah.
“Kalian saling kenal?” tanya Kiran.
“Kami satu pesawat Mom, dan Moya duduk di sebelah Om Dava,” jawab Amora jujur.
“Tuh Tante, dia panggil Dava dengan sebutan OM, padahal usia Dava dan Aldo hanya selisih dua tahun,” protes Dava.
“Ayok Mom, kita berangkat,” Amora tak mengubris protes Dava dan dia langsung masuk mobil daddynya.
“Ayok Dava, Tante antar Moya ke rumah sakit dulu ya. Dia ke Jakarta karena opanya sedang sakit,” Kiran pamit pada Dava yang juga akan keluar rumah.
‘*Moya, panggilan yang manis untuk gadis manis*,’ sambil melajukan mobilnya Dava memikirkan gadis kecil teman barunya itu.
‘*Tapi aku lebih suka panggil dia AMOR*!’ pikir Dava.
Siapa pun tahu arti kata AMOR adalah CINTA. Dulu Harry memberi nama Amora karena bayi kecilnya memang merupakan tanda cintanya yang teramat besar pada Rahdini. Walau Amora terbentuk dengan cara yang salah.
Namun lamunan Dava tentang Moya terganggu dengan getar telepon, dia segera menggeser tombol terima dan mendengarkan suara di ujung sana tanpa memberi respon.
Setelah rentetan kalimat tanpa jeda, baru Dava menjawab,” Kamu enggak perlu pusing saya ada di mana dan sedang ngapain. Karena kisah kita sudah berakhir sejak tiga bulan lalu.”
“Dan saya juga sudah langsung membatalkan pertunangan kita dengan resmi. Karena saya tahu sopan santun. Saya melamar dengan resmi maka membatalkannya juga dengan resmi."
"Kalau kamu tidak terima dengan pembatalan itu. Semua adalah hakmu. Kamu protes saja pada orang tuamu yang dengan malu menjawab menerima pembatalan pertunangan kita!” lalu Dava langsung memutus sambungan telepon yang barusan diterimanya.
\*\*\*
Harry memeluk buah cintanya dengan Dini erat-erat. Sampai saat ini dia memegang teguh niatnya. Tidak menikah lagi. Karena dia memang hanya pernah jatuh cinta pada Dini. Tak pernah pada perempuan lain.
“Ayah sehat?” tanya Amora pada ayahnya.
“Alhamdulillah,” jawab Harry. Dia tak menyangka putrinya sudah menjelma menjadi perempuan muda. Sudah menjadi seorang mahasiswi. Dia ingat, dia jatuh cinta pada Dini saat Dini dibawah usia Amora kini.
Harry mencintai Dini sejak gadis itu SMA kelas dua. Hanya saat itu dia simpan dalam hati. Steve temannya sejak SMP tahu saat Harry mabuk dan bercerita dia mencintai Dini. Dan dia menikahi Dini saat perempuan itu belum genap 20 tahun, karena ada Amora di perutnya.
Amora yang terpaksa hadir karena Harry memperkosa Dini. Suatu sejarah kelam yang tak bisa dihapus. Namun dia bersyukur Dini dan keluarganya termasuk Anto masih bisa menerima dirinya dengan baik. Jiwa besar keluarga Dini memang patut dia akui.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments