BAB 4
“Om ... maksudku Daddy? Kenapa melamun? Apa ada yang salah? Pria itu bilang, Daddy membutuhkan teman bicara. Aku siap mendengar apapun itu dan memberikan solusi, mungkin.” Ungkap Stephanie mengangkat bahu , sangat berani tanpa rasa sungkan.
Dylan tersenyum, rasa lelah akibat perjalanan panjang dan pertemuan malam ini menguap sudah.
Gadisnya bisa membuat hari semakin berwarna, bola mata biru selalu bergerak melirik sesuatu dalam kamar, mungkin dia mencari sesuatu.
“Apa yang kau cari, aku tidak suka orang asing mencari tahu tentangku. Ingat, aku adalah Tuanmu, jadi hargai privasiku.” Telak Dylan, sengaja ia melakukan hal ini.
“Selain menemani mengobrol apa yang harus aku lakukan? Karena aku tidak bebas, pagi sampai siang bekerja di butik, ya karena magang. Untuk mencari uang jajan.” Stephanie berubah murung mengingat hukuman yang diberikan padanya dan akan berakhir dalam waktu enam bulan lagi.
Sikapnya yang sangat agresif, disukai oleh Dylan. Selain itu terlihat bahwa gadisnya bukan sembarang perempuan, sekalipun sugar baby. Sama sekali tidak terlihat pengalaman pernah melayani banyak pria. Tentu Dylan bangga menjadi pria pertama bisa dekat dengan pujaan hatinya.
“Bagaimana kalau bercinta denganku?” Dylan melirik pada ranjang besar di dalam dan menyunggingkan senyum licik, sebagaimana pria casanova ini memikat wanita untuk bertekuk lutut dan memberi semua termasuk tubuh.
“WHAT? ... tidak mungkin aku melakukan semua itu, bercinta bersama pria lain bukan suamiku, bagaimana kalau aku hamil? Lalu dia kabur? Belum lagi Papa pasti menggantung hidup-hidup, nama keluarga besar tercoreng, dan ya pria ini bukan tipe idaman.” Gerutu Stephanie dalam hati.
Tinggal jauh dari keluarga bukan perkara mudah, apalagi banyak hal menggoda di sekitar. Namun Stephanie memiliki kepercayaan teramat besar, yaitu menjaga diri . Memiliki ibu seorang dokter kandungan pasti dengan mudah mengendus jika terjadi sesuatu padanya, apalagi dalam keluarga besar mereka tidak ada hal-hal nakal seperti itu.
“Kenapa? Kau penasaran betapa kuatnya aku di atas ranjang? Kita bisa mulai sekarang baby.” Dylan melepas jas, kancing kemeja sampai tubuh atletisnya terpampang nyata, berjalan mendekat, menggoda gadisnya yang sangat kaku.
“Hey ... mana boleh. Tidak ... tidak lebih baik aku membatalkan kontak ini, aku menerima semua karena tidak ada perjanjian melayani di atas kasur. Tugasku menemani Daddy bicara, bukan itu.” Tolak Stephanie sengat tegas, bahkan membuang muka saat hembusan napas hangat dan aroma maskulin dirasakan pipi.
“Apa salahnya melayani ku? Aku akan membayar mahal, kau ingin mobil atau penthouse? Tidur denganku sekarang dan malam ini apa keinginanmu akan aku wujudkan.” Seringai Dylan, ia semakin gencar menggoda gadisnya, meraih rambut panjang nan indah itu lalu menghidu aroma buah memanjakan sampai paru-parunya.
Sejenak Dylan melupakan Chloe dan kerumitan hubungan mereka.
“Tentu saja salah. Aku ... aku tidak mau, sekalipun tawarannya jet pribadi.” Wanita bermanik biru menggeleng cepat. Tentu dia hanya membutuhkan uang saat ini akibat jebakan gila rekannya. Mobil sport, penthouse, jet pribadi bisa ia rasakan dengan mudah kalau saja Papa Adam tidak memberi hukuman.
Dylan menarik paksa, sampai raga keduanya menempel dan debar jantung bisa dirasakan masing-masing.
“Apa kau takut, baby? Aku bisa memberi apapun. Jadilah gadisku dan layani aku, berikan tubuhmu, bisa?” bisik Dylan pada telinga Stephanie. Jujur sebagai perempuan dewasa ia merasakan sesuatu yang lain, darahnya berdesir, bahkan hormon feromon sukses menggoda seorang Dylan Manassero.
“Jawab baby, apa yang membuatmu takut? Aku bisa menjadi pria yang setia.” Lanjut Dylan, hembusan napasnya menggoda dan hangat menerpa pipi, telinga dan tengkuk.
“Aku ... aku takut ... hamil, aku tidak bisa melakukan hal lebih. Maaf sebaiknya Om cari wanita lain. Permisi.” Stephanie mendorong tubuh Dylan, memutar tubuh menjauhi pria yang menginginkannya itu.
Tapi sebelum melangkah jauh, Dylan memeluk gadisnya dari belakang. “Katakan padaku Stephanie, kamu masih perawan? Apa saja yang kamu lakukan selama ini?” Dylan sangat penasaran, gadisnya sungguh berbeda. Bahkan Chloe seringkali memaksanya untuk berhubungan.
Stephanie gugup sekaligus terkejut, memang bukan pertama kali dalam pelukan lelaki, tapi pertanyaan ini menurutnya sangat privasi. Tiba-tiba orang asing bertanya hal yang ia jaga.
“Ya ... ya aku belum pernah melakukannya dengan pria manapun.” Jawabnya jujur, berusaha melepas rengkuhan tangan Dylan.
Seketika senyum bangga terbit di bibir Dylan, keraguannya pecah. Dorongan kuat muncul dalam dada, bahwa apapun tantangannya ia harus memiliki gadisnya ini.
“Jangan pergi, baby. Aku tidak akan pernah melakukannya padamu. Tidak sekarang.” kecup Dylan di pipi Stephanie.
Dylan melepas pelukannya sementara Stephanie masih bergeming di tempat, membeku. Otak dan hati mencerna maksud kata-kata pria tampan itu, ‘tidak sekarang’ selalu bergulir di dalam benaknya.
“Apa maksudnya?”
“Kemarilah baby. Aku ingin melepas lelah bersamamu.” Dylan mengulurkan tangan, dan terpaksa wanita berambut dark chocolate ini menyambutnya. Sekali hentak, memeluk dari belakang. Memandangi keindahan New York City dari ketinggian.
Indra penciuman Dylan tiada henti menghidu betapa harum dan rindunya ia akan aroma ini. Kalau saja tidak terhalang sesuatu, dapat dipastikan malam ini gadisnya menjadi miliknya.
Tapi sebelum itu terjadi ada masalah yang harus diatasi, jangan sampai Stephanie terkenal percikan api anatar hubungannya bersama Chloe.
“Om ... Daddy, sepertinya ada telepon. Kenapa tidak diterima?”
Benda pipih di atas meja berdering beberapa kali, namun bagi Dylan kesempatan ini telah lama ia nanti. Dia pun tahu siapa pengganggu itu, hanya ada dua orang yang berani menghubungi malam, Chole atau Tuan Besar Manassero.
Berulang kali berdering membuat Dylan geram. Akhirnya ia terpaksa menerima panggilan video, dan tentu saja ini ulah Chloe.
“Kenapa lama sekali? Aku kangen”
Suara wanita cantik dari dalam ponsel mengalihkan perhatian Stephanie, sungguh tidak menyangka pria pengumbar kata-kata manis masih bertebaran sampai detik ini. Tidak habis pikir, bisa-bisanya mendua, ya meskipun mereka tanpa perasaan dan atas dasar saling menguntungkan.
“Kasihan sekali wanita itu, maafkan aku. Aku tidak bermaksud bersama kekasihmu. Aku janji setelah kontrak habis akan menghilang dari hadapannya.” Batin Stephanie merasa salah.
Tatapan Dylan terarah pada gadisnya yang duduk menjauh, seolah tidak mau mengganggu Dylan dan Chloe.
“Sayang, kenapa diam? Apa acaranya membuatmu lelah? Seandainya aku di sana, pasti kamu tidak murung seperti ini. Aku bingung mau melakukan apa, semuanya tidak ku mengerti, aku membutuhkan mu Dylan. Boleh aku menyusul ke New York?”
“Ah tidak sayang, jangan! Aku tidak bisa menemanimu di sini karena ... kegiatannya sangat padat, sebaiknya kamu tidur. Jangan begadang, tidak baik untuk kesehatanmu Chloe.”
Sayup-sayup Stephanie mendengar suara lembut, penyayang seorang Dylan. Ia berdecak sebal, bukan karena cemburu melainkan membenci pria itu.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Defi
Stephani, udah mengaku aja cemburu 😄
2023-08-03
0