Netherlands
Fauzi berada di kamarnya. Tengah berpikir keras memandang tumpukkan yang menempel pada dinding. Tumpukkan kertas-kertas informasi dari orangtua Hanna, Bu Diana.
"Gimana bisa bu Diana nggak ada disana?"
Fauzi menghela nafas. "Nggak ada lagi petunjuk lain selain tadi."
Tok Tok Tok
Seseorang mengetuk pintu kamar Fauzi. Fauzi beranjak membuka gagang pintu kamarnya itu. Setelah melihat orang yang dibalik itu, dia langsung saja masuk.
"Nih aku bawain makan malam," katanya meletakkan bingkisan di atas meja.
Fauzi duduk di tepi kasur dengan tampang yang menyedihkan. Katlyn melihat semua rangkaian pencarian yang menempel didinding. Membuat dirinya membuang nafas.
"Kamu nggak usah khawatir, kita bisa nemuinnya. Dan besok mungkin kita dapet informasi baru dari orang baru."
Katlyn memberikan semangat padanya.
"Aku harap begitu," putusnya.
Katlyn pun membuka bingkisan tersebut dan mengambil makanan yang ada di dalamnya. Kemudian memberikan pada Fauzi, menyuruh untuk segara memakannya.
...☀️...
Malam telah berakhir. Matahari sudah saatnya untuk terbit. Fauzi terbangun dari tidurnya, kemudian mengambil air wudhu untuk sholat subuh. Tak lupa dirinya melakukan kewajiban sebagai seorang muslim. Dalam beribadahnya, ia selalu berdoa untuk kesembuhan kembarannya itu. Juga berdoa agar dapat bertemu dengan bu Diana.
Setelah menunggu waktunya untuk berangkat ke kampus. Ia bersiap-siap merapihkan diri, juga menata rias seperti gaya style dari kembarannya.
Fauzi pun beranjak pergi.
...****************...
Netherlands, Wageningen University
Aji lagi-lagi bersama Tyo, yang tengah membeli makanan untuk sarapan pagi ini.
"Lo kenapa sih ngikutin gue mulu?"
"Me?" tanyanya Tyo menunjuk dirinya. Dia pun tertawa kecil dan seketika tawa itu langsung berhenti dengan wajah datarnya. "Aji Oh My God! You don't consider me a friend anymore?)
(Lo nggak nganggep gue sahabat lagi?)
Aji pun mengehela. "Bukannya gitu. Tapi dari awal masuk lo ngintilin gue mulu. Kalau gue udah lulus dari sini, lo mau sama siapa hah? Temen nggak punya lagi."
Aji menerima bingkisan makanan dari penjual yang ada di dalam truk kecil ini, dan kemudian ia memberikan uang padanya. Mereka pun beranjak pergi.
"You just don't know. I have many friends!" protesnya. "The girls here like me. You know?"
Belagu.
"Hallo.... Tyo."
"Hai... girls..."
Gadis-gadis melewati mereka. Namun, hanya Tyo yang mereka sapa. Apa yang dikatakan Tyo, benar adanya. Dia gemari oleh para gadis-gadis di sini.
"You see. Friendship itu mudah... I have many girls."
"Ouuuhhhh many girls. Terus si bocil di Indonesia mau dikemanain?"
Tyo tersentak. Aji terkekeh meledekinya.
"Hah... Oni. I miss you."
Tyo masih berharap bahwa Oni bisa menerima cintanya. Namun, dikarenakan Oni tidak bisa berhubungan jarak jauh, juga tidak memiliki kepercayaan penuh tentang kesetiaan semenjak ayahnya berselingkuh.
"Lupain itu, kita bahas yang tadi. Lagi pula, disini ada Fauzan. Gue bakalan lulus barengan sama dia kan."
Tyo selalu saja menyebutkan nama yang selalu membuat Aji memuncak pada kemarahan. Saat menyadari Tyo hanya berseri, dan Aji diam memberikan aura mematikan. Tyo pun meminta sepotong roti yang berbentuk panjang ini, melahapnya langsung.
Tiba-tiba seorang gadis merangkul tangan Aji. "Haii Mas Aji."
Namun, Aji mengabaikannya. Seorang gadis blesteran Jawa dan Eropa, ada disini. Aji pun memiliki darah Jawa dari ayahnya. Raden nama utamanya.
"Ngapain disini simbok?" sindir Tyo.
"Aihss simbok, simbok. Aku ini masih muda," kilahnya.
"Yaudeh deh Mbakyu..." Dengan logat jawa, Tyo membalasnya.
Aji melapaskan rangkulan gadis tersebut. Dia bernama Yolanda.
"Kamu kenapa sih dingin banget ke aku? What wrong, Mas Aji?"
"Nggak ada yang salah, but I have a girlfriend."
Kemudia Aji melanjutkan langkahnya. Sedangkan Tyo mentertawakan Yolanda yang diabaikan.
Puas.
...****************...
Indonesia, 1.16 PM
Rumah kediaman keluarga Afra. Afra tengah bersiap untuk pergi.
"Mah. Mah, Afra mau keluar dulu yah. Mau ketemu sama Gina, Oni."
"Iyah, hati-hati."
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Afra setiap harinya jika ada jadwal kelas, selalu bolak-balik ke Depok dan balik ke Bogor. Ia tidak menyewa kamar / kost untuk tinggal di Depok karena masalah keuangan. Dia juga bekerja paruh waktu di sebuah kafe. Meski mendesak, Hanna selalu mengizinkannya tidur di rumahnya. Atau bermalam di rumah teman lain.
Beruntung Afra memiliki mobil yang ditinggalkan almarhum ayahnya. Ini sangat berharga dan berguna.
Afra tiba di suatu tempat, mobil itu berhenti di depan Institut Pertanian Bogor (IPB). Di sini lah Gina dan Oni melanjutkan sekolahnya.
Mereka sudah terlihat tengah menunggu kedatangannya.
Bim! Afra membunyikan klakson.
"Hallo.... Afra... Wih rambut lo agak panjang sekarang. Lo panjangin ya?" Meski itu adalah pertanyaan, tapi suara itu terdengar menyebalkan.
"Buruan masuk."
"Dih! Judesnya nggak ilang."
Gina hanya tersenyum melihat kedua sahabatnya yang tidak pernah akur dan selalu ribut. Namun, ia menjadi hiburan tersendiri baginya.
Setalah Gina dan Oni memasuki mobil. Mobil pun melaju kembali.
Brum....
"Fra, biasanya lo nolak kalau diajak maen," cetus Oni sembari mencermin pada kaca.
"Hari ini dosennya nggak ada, tapi tetep aja ngasih tugas." Afra sedikit menengok ke belakang menunjuk ke arah bagasi.
Ada banyak kertas, karton dan sejenisnya yang berhubungan dengan jurusan. Dan Oni mengambil salah satunya.
"Part time lo gimana?" tanya Gina.
"Libur, Gin," balas Afra begitu senang.
Mobil berhenti karena lampu lalu lintas merah. Oni memandang serius apa yang dipegangnya. Kertas sketsa. "Fra ini lo yang buat?"
Afra menoleh ke belakang, mencoba melihat dengan jelas kertas yang dia maksud. "Iyah gue yang buat. Menurut lo gimana? Bagus nggak?"
"Fra." Gina memberitahu Afra untuk kembali melajukan mobilnya.
"Yah bagus, lah. Keren, keren.... Nanti kalau gue mau bangun rumah, lo gambarin yah. Tapi gratis, heheh," kekeh Oni.
"Maunya," ejek Afra tertawa kecil.
"Sayang Hanna nggak bisa ikut main," sambung Gina.
"Heem bener, ohiyah Fra."
"Apa On?"
"Hanna masih belum tahu juga?"
Afra berdiam sejenak memikirkan hal tersebut. "Masih, Aji juga nggak mau ngungkit masalah itu lagi ke Hanna. Dan kalian tahu kan Hanna sekarang udah benar-benar sembuh, kalau dia tahu sebenarnya, gue dan Aji takutin dia kayak dulu lagi."
"Bener sih," putus Oni.
"Lama kelamaan Hanna juga pasti tahu. Kita harus siap apa yang terjadi nanti," terang Gina.
Mereka sedang membahas tentang Fauzi yang mengira bahwa dia adalah Fauzan, bersekolah di sekolahan yang sama dengan Aji dan Tyo di Belanda. Hanna pun tidak menau tentang hal itu, karena kami menyembunyikannya.
...****************...
Netherlands
Kelas Fauzi sudah berakhir. Fauzi saat ini sedang merapikan buku dan alat tulis lainnya. Lalu, Tyo yang tadinya duduk di belakang tak jauh dari Fauzi mendekat.
"Oy Zan," sapanya. Fauzi tersenyum tipis. Kembali memasukkan buku-bukunya. "Hari ini lo mau kemana?"
"Langsung balik."
Tyo sedikit kecewa mendengar hal itu. "Mending kita nongkrong dulu, lo temenin gue."
Tyo mendorong-dorong Fauzi agar beranjak dari sini. Fauzi pun pasrah. Tyo mengajaknya ke suatu tempat seperti tempat makan. Namun, dengan suasana berbeda tidak seperti di Indonesia. Tyo meminum segelas yang mengandung alkohol.
"Sejak kapan lo minum gituan?"
Tyo mengangkat gelasnya tak terlalu atas. "Don't worry. Alkoholnya dikit."
...(Jangan ditiru)...
Fauzi kemudian terdiam. Dia tidak bisa memaksanya untuk tidak minum seperti itu. Bagaimanapun, dia benar-benar orang asing, orang Eropa.
"Zan!" Fauzi hanya menengok sambil minum tanpa mengandung alkohol. "When can you make peace?"
Tampaknya Tyo mulai mulai sedikit tidak sadar karena mabuk.
Fauzi hanya mengangkat bahunya tidak tahu.
Tyo meletakkan gelasnya lumayan keras.
"Hei, please bring one more glass!" Meminta pelayan untuk membawakan kembali minuman seperti itu.
"I just want to ask you one thing," lanjutnya kepada Fauzi.
"What's that?"
"Are you wrong? Apa lo salah, Zi?"
Fauzi masih terdiam. Dan." Gue... nggak tahu. Antara salah dan benar gue--"
Tyo kembali menggebrak meja dengan gelasnya. Brak! "Shit! I'm just asking whether you're wrong or not?!"
Fauzi terperanjat dengan apa yang dilakukannya. Tyo terlihat serius, meski sedang mabuk. Siang bolong seperti ini, bisa-bisa dia mabuk. Astaga.
"Antwoord mij!"
(Jawab gue!)
Fauzi mengehela nafas panjang. "Nggak. Gue nggak salah."
Sepertinya Tyo sudah tenang setelah mendengar itu. Dia tersenyum. "Hehe I trust you. Pegang ucapan lo, Zi.."
Fauzi sedikit senang, padahal ia berbicara karena pengaruh alkohol, mabuk. Mereka keluar dari tempat ini dengan Fauzi menggendong Tyo yang mabuk. Fauzi terlihat kesulitan.
"Lo bilang alkoholnya dikit,"
sindirnya.
"He-he-hehehe. Eigenlijk word ik gemakkelijk dronken. Gue nggak biasa."
(Sebenarnya, gue mudah mabuk)
Fauzi melepaskan pompangannya sampai Tyo terjatuh. "WOY!! Jij bent gek? Aaaah! Sss..."
(Lo gila apa?!)
Fauzi kembali membantu temannya itu. "Stupid."
"What are you saying?" desis Tyo.
"No," lirih Fauzi.
...****************...
Indonesia, 8:02 PM
Keluarga Hanna tengah makan malam bersama. Mereka semua berkumpul di meja makan.
"Hanna, gimana kuliah kamu?"
"Baik-baik, Yah. Hanna suka."
"Syukur kalau gitu."
"Dek. Kamu udah tahu belum ada perlombaan baru dibuka buat film pendek," papar Kakak ipar, bernama Fatur.
"Belum tuh, Kak," jawab Hanna sembari menyuapkan sesendok makan.
"Kakak punya brosurnya. Siapa tahu kamu sama temen-temen kamu mau ikut."
"Boleh tuh, Kak. Hanna minta ya. Makasih."
Fatur tersenyum angguk.
"Mas dapet dari siapa?" tanya Bella. Kali ini istrinya yang bertanya.
"Teman mas yang kerja di pertelevisian tahu kalau mas punya adik yang kuliah dijurusan itu, jadi dia suka ngasih informasi," tutur Fatur.
Bella pun senang mendengarnya. Senang dengan suasana seperti, harmonis dari sebuah keluarga yang diimpikan saat dulu kala.
...🐨🌹🐻...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
kasih like lagi buat kakak😘
mampir juga yuk ke "Asisten Dadakan"
🙏😊
2020-11-01
1
Lee Jung So
woww
2020-10-04
1
Violette
Numpang Lewat Thor
Mampir yuk ke novelku "Adreena" genre Romantis dan teen.Jangan lupa beri Likes,Komen dan Votenya ya ! Terima Kasih...😀☺
2020-08-28
1