Happy Reading...⚘⚘⚘
Malam semakin larut, Kak Arman pulang pukul 9 malam bersama mama dan papa, terjadi perbincangan dan perdebatan setelah mereka duduk diruang keluarga, untungnya anak-anak sudah pada tidur, sehingga mereka tidak perlu mendengar perdebatan yang cukup serius itu.
"Memangnya Mulyana tidak bisa dihubungi ya ma?" Tanya Hanita.
"Iya, berkali-kali dihubungi tapi nomornya gak aktif, Nadia bilang medsosnya on terus", Ucap mama, wajahnya nampak gelisah dengan tatapan prustasi kearah layar kaca yang masih setia menyala.
"Ih...dasar nyebelin ya tu orang, kenapa juga Kak Dewi bisa tergoda dengan laki-laki seperti itu", Umpat Hanita, dengan muka ditekuk.
"Nadia juga marah-marah sambil nangis tadi diruang tunggu, dia kesal dengan Mulyana, Ternyata Dewi sudah sering sakit-sakitan, tapi suaminya seperti tidak peduli", ucap mama lagi, "bahkan dia tidak pernah sekalipun mengantar Dewi saat akan diperiksa ke klinik, huhhhhh..." Mama menghela nafas panjang, "Kasian anak itu, sejak Dewi menikah lagi, sikapnya langsung berubah".
"Bukannya Mama yang ngizinin Dewi menikah lagi dengan laki-laki itu?" Papa yang baru keluar dari kamar mandi menimpali.
"Lha...? kok nyalahin mama pa?" Mama merasa tak terima, "Itu kan karena Dewi yang merengek-rengek minta restu dari mama, mama hanya gak mau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, itu saja!" Suara mama meninggi, menatap suaminya.
Afifa tersentak saat mendengar mertuanya bicara agak meninggi kepada suaminya, memang baru kali ini dia menyaksikan langsung sikap Mama yang berwajah sejuk itu marah, mungkin karena fikirannya yang sedang kacau.
Afifa hanya terdiam, tak ada keberanian untuk mengeluarkan satu patah katapun, selain karena belum tau masalahnya, dia juga menyadari posisinya yang hanya sebagai menantu saja pada keluarga ini.
Usia Mama memang sudah tidak muda lagi, 61 tahun dan Papa 69 Tahun, tapi mereka masih tetap memikirkan masa depan anak-anaknya, sehingga semua anaknya diberi fasilitas masing-masing satu toko untuk dikelola dan menjadi sumber penghasilan bagi mereka, dan jangan heran jika Mama dan Papa akan ikut campur dalam rumah tangga anak-anaknya jika salah satu dari mereka mendapat kesulitan, itu adalah salah satu cara mereka untuk menunjukan kasih sayangnya.
"Ma...sudah", Hanita mengusap punggung tangan ibunya.
"Abisnya Papa malah nyalahin Mama, Mama juga gak tau kalau ternyata Mulyana itu laki-laki yang tidak bertanggung jawab", Ucap Mama dengan wajah yang masih tampak kesal.
"Sudahlah...semuanya sudah terjadi, sekarang kita fikirkan kesembuhan Dewi saja, lebih baik kita berdo'a", Papa menenangkan, "Mama juga belum sholat isya kan?" tanyanya.
"Astaghfirullohal 'adziiim, kok Mama jadi terbawa emosi", Mama menutup wajahnya dengan kedua tangannya, "maafkan mama ya Pa", Mama menatap Suaminya, pandangannya kembali teduh seperti biasanya, sorot mata sayu sama seperti milik Fauzi.
"Iya, ayo ambil air Wudhu Ma, kita sholat sama-sama", Ajak Papa.
"Iya Pa", Mama bangkit dari duduknya, lalu melangkah kekamar mandi belakang.
"Fifa ambilkan handuknya ya Ma", Ucap Afifa kepada mertuanya, suaranya agak kencang agar mertuanya yang sudah didepan kamar mandi mendengarnya, Afifa segera bangkit mengambil handuk dari lemari.
Mama menoleh, lalu tersenyum dan mengangguk.
Afifa segera memberikan handuk itu pada Mama, lalu kembali duduk bersama Hanita di sofa, Hanita banyak bercerita tentang keluarganya, termasuk keluarga Kak Dewi.
Fauzi memang jarang bercerita tentang keluarganya, Afifa juga tidak suka bertanya terlalu mendetil tentang orang lain jika tidak ada yang memulainya, apalagi dia jarang bertemu dengan kedua kakak iparnya.
Dari perbincangan itu, Afifa jadi lebih mengenal lebih dalam tentang keluarga suaminya, termasuk masa lalu Nadia.
"Jadi... Nadia dulu tidak seperti sekarang Kak?" Tanya Afifa.
"Tidak, dia itu anak yang manis, cerdas dan penurut, selalu juara kelas dan jadi kebanggaan orang tua. Tapi...entah mengapa semenjak ibunya menikah lagi, sikapnya langsung berubah, jadi urakan dan pembangkang, bahkan hampir tidak lulus karena jarang masuk sekolah, Kak Dewi sampai kewalahan, diapun memintaku untuk membawanya ke Semarang", Jelas Hanita.
"Apa Kak Nita berhasil mengubah sikapnya?" tanya Afifa lagi.
"Mungkin iya, karena sikapnya mulai berubah, pakaiannya lebih tertutup dan berhijab, bahkan sempat masuk pada organisasi rohis, waktu itu aku sangat bersyukur dan segera memberitahukan perubahannya pada Kak Dewi, diapun sangat senang, tapi..." Hanita menarik nafas dalam.
"Tapi kenapa?" Afifa tambah penasaran.
Hanita memandang Afifa, "Setelah satu tahun disana, tiba-tiba saja dia ingin kembali ke Jakarta, aku juga tidak tahu alasannya, Nadia tidak mau mengatakannya, dia hanya bilang ingin menemani bundanya".
"Kak Nita tidak mencari tau? kepada teman-temannya mungkin?"
"Iya, aku sempat bertanya pada Auliya temannya, dia bilang, Nadia punya masalah dengan seniornya bernama Ari" jelas Hanita.
"Ari?" tanya Afifa
"Iya, entahlah, Auliya memanggilnya Mas Ari, Mahasiswa semester akhir, aktifis rohis juga, Nadia menaruh hati padanya, tapi tidak pernah ditanggapi, akhirnya dengan kekonyolannya, Nadia berbuat sesuatu yang menimbulkan masalah diantara mereka".
"Oh, apa masalahnya fatal ya?" tanya Afifa lagi.
"Aku juga kurang tau masalah itu, Auliya tidak menjelaskannya". Hanita mengangkat kedua bahunya.
"Lalu setelah kembali ke Jakarta, Nadia kembali ke perilaku semulanya?" Afifa semakin penasaran saat melihat penampilan Nadia yang sekarang.
"Ya...kamu lihat sendiri bagaimana penampilannya sekarang Fa", Hanita menatap Afifa, "meskipun mungkin tidak separah waktu SMU, tapi hijabnya sekarang sudah terlupakan lagi", Hanita kembali menarik nafas panjang.
"Iya, tapi Fifa yakin Kak, Nadia itu anak yang baik, dia hanya butuh perhatian lebih dari ibunya, atau dari orang yang membuatnya merasa nyaman", Jelas Afifa optimis.
"Ya...semoga saja Kak Dewi cepat sembuh, jadi anak itu tidak merasa sendiri".
"Aamiin...".
Keduanya terdiam sejenak, berkelana dengan fikiran masing-masing, suara Televisi masih terdengar samar-samar, pertanda masih menyala meski hanya sekedar mengusir kesunyian malam.
"O ya Fa, Sebenarnya Talita itu anak siapa si?" Hanita mengalihkan pembicaraan, sebenarnya pertanyaan itu sudah sejak siang tadi ingin segera ia tanyakan, saat anak itu tiba-tiba sudah ada dirumah ini dan begitu akrab dengan Afifa dan Fauzi, namun melihat semuanya sibuk mempersiapkan acara, Hanita mengurungkan niatnya, dan kali ini dia merasa cukup banyak waktu untuk bertanya.
"Deg...!" Afifa cukup tersentak dengan pertanyaan kakak iparnya, "Oh...Talita, dia Anak dari teman saya Kak," jelasnya.
"Oya?, memangnya orang tuanya kemana?" tanya Hanita.
"Ibunya ada, tapi Ayahnya sudah meninggal".
"Tapi kok akrab banget ya sama kamu? gimana ceritanya?" tanya Hanita penasaran.
Afifa agak bingung menjelaskannya, tidak mungkin juga dia mengatakan yang sesungguhnya kalau Talita itu anak dari wanita yang pernah hadir pada masa lalu suaminya.
"Dia...dia anak dari teman saya, kebetulan ibunya seorang designer jadi sering pergi keluar kota untuk mengikuti berbagai event, makanya dia sering dititipkan disini, begitu...Kak Nita".
"Hmmmm...hati-hati lho Fa..." Mata Hanita sedikit terbelalak menatap Afifa.
"Maksudnya?" tanya Afifa tak mengerti.
"Ya...zaman sekarang, banyak wanita tak bersuami yang menginginkan suami orang", Ucap Hanita lagi.
"Astaghfirulloh...gak boleh su'udzon lho Kak, Mbak Wulan bukan wanita seperti itu, Fifa percaya kok, baik sama mbak Wulan maupun Kak Aji", Afifa tersenyum.
"Syukurlah kalau begitu, Aku juga percaya kepada adikku", Hanita tersenyum.
Afifa membalas senyum kakak iparnya, lalu dia mengusap wajahnya, "Ya sudah kita istirahat dulu Kak Nita, sudah malam," Afifa bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju kamarnya, Talita sudah tertidur pulas didalamnya.
"Iya" Ucap Hanita, dia segera masuk ke kamar tengah, Mama dan Cici sudah tertidur disana. Papa, Arman dan putranya menggelar karpet diruang keluarga.
*****
Waktu menunjukan pukul 11 malam, tapi mata Afifa sulit terpejam, meski matanya mengantuk, namun fikirannya terus saja melayang, dan merasakan ada sesuatu yang kurang malam ini.
"Ah...Kenapa sulit sekali aku terlelap?" gumamnya, dilihatnya seorang anak yang tertidur disampingnya, biasanya suaminya yang tidur disana sambil memeluknya dengan merentangkan tangan sebagai alas bantal untuk dirinya.
Afifa kembali memejamkan matanya, bantal yang ia kenakan terus saja dibolak-balik berusaha mencari kenyamanan, tapi ternyata dia tidak pula merasakan kenyamanan itu.
Ternyata benar apa kata orang, seempuk dan seindah apapun bantal yang digunakan untuk tidur seorang istri, tidak akan bisa mengalahkan nyamannya tidur diatas lengan suaminya sambil memeluknya, mungkin itu pula yang dirasakan Afifa.
Afifa kembali duduk diatas tempat tidur, pandangannya kembali tertuju ke arah Talita yang menggeliat menampakan wajah manisnya yang menggemaskan, ia tatap wajah anak itu lekat-lekat, dan entah mengapa, wajah itu mengingatkan dia pada wajah seseorang.
Afifa berfikir, "Hah...! Kenapa wajah Talita mirip dengan foto Kak Aji waktu kecil???"
*****************
Bersambung...😊❤⚘⚘⚘
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Author ucapkan terimakasih pada semua pembaca setia SCA, gak nyangka baru sampai tahap ini sudah dapat banyak Vote...
Jangan lupa like dan komentarnya ya, biar Author tambah semangat.
Klik gambar hati untuk jadi novel pavoritmu, agar selalu ada notif saat novel ini Up...
Terimakasih...
I LOVE YOU ALL...❤❤❤😘😘😘⚘⚘⚘
*******
By : @Rahma Khusnul#
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ
lah apakah Talita memang anak Fauzi ya dan Wulan berbohong dengan Afifa kalau dulu pernah keguguran saat kecelakaan naek bus
🤔🤔🤔
2021-09-05
2
Fadila Bakri
semangat kk
2020-11-08
1
Endang Purnama
apa Talita emang anak Aji?
tp knp Wulan bohong?
2020-09-04
1