Prima Hebi Prianggoro.
Itulah nama asli Direktur Eksekutif yang suka sekali mengerjai sekretarisnya itu. Karna saking jahilnya, tidak ada yang betah lebih dari dua bulan bekerja dengannya. Tapi kebanyakan, hanya betah satu bulan saja bekerja. Selebihnya, mereka mengundurkan diri.
Jahilnya Prima terbilang keterlaluan. Pria 28 tahun itu bahkan tega mengganggu sekretarisnya di tengah malam hanya untuk hal-hal yang tidak penting dan bukan perihal pekerjaan.
Hidupnya sangat santai. Saking santainya, ia jarang sekali mengenakan pakaian formal ke kantor. Dia hanya akan mengenakan pakaian jas dan perlengkapannya pada saat waktu-waktu tertentu saja.
Seperti meeting dengan klien penting. Atau menghadiri acara formal yang mengharuskannya mengenakannya. Saat melihatnya sekilas, tidak ada yang menyangka kalau pria yang selalu mengenakan kaus oblong itu adalah pewaris kerajaan FD Corp.
Seperti halnya Faya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau pria yang ia fikir OB yang ia temui tadi pagi itu adalah direktur sekaligus bos barunya.
Tapi, rasa kagum dan heran itu seketika menghilang saat ia menatapi benda lengket yang ada di telapak tangannya. Permen karet bekas yang sungguh nampak menjijikkan. Basah dan, iyuh.
Dengusan kesal hampir saja lolos dari mulut Faya. Untung saja kewarasannya memperingatkan kalau pria yang ada di hadapannya itu adalah bosnya.
Faya segera menarik tisu dari atas meja dan melepas permen karet itu dari tangannya. Kemudian membuangnya ke tempat sampah dekat pintu.
“Karna ini hari pertamamu, dan kayaknya Paman Ariga belum menjelaskan apapun sama kamu, kamu boleh istirahat dulu. Nanti kalau butuh, aku akan panggil kamu.”
“Ya?”
“Jangan pura-pura gak dengar. Ku bilang, kamu boleh keluar.”
Bingung, tapi Faya tetap berjalan keluar dengan mengangguk sopan terlebih dahulu.
Dengusan kekesalan hampir saja lolos dari mulutnya. Bagaimana tidak, ia sama sekali tidak pernah menduga kalau bosnya itu punya sikap konyol yang tidak pernah ia duga.
Lazimnya seorang direktur, apalagi di perusahaan besar sekelas FD Corp, seorang direktur akan bersikap anggun, berpenampilan rapi, berwibawa, dan tentu saja, mempunyai sikap yang bijak dan berkesan. Tapi Prima, jauh dari semua kata-kata itu. Sikapnya sungguh menyebalkan.
Baru setelah keluar dari ruangan Prima dan menutup pintunya rapat, Faya berani menghela nafas.
“Harap di maklumi. Memang begitulah kelakuan Pak Prima.” Suara Ariga yang muncul tiba-tiba membuat Faya terkejut. Ia langsung menoleh kepada pria itu dan mengangguk sopan.
“Jadi, gimana? Apa kamu masih menerima pekerjaan ini? Seperti yang kamu tau, Pak Prima bukan bos yang mudah buat di tangani.” Jelas Ariga lagi.
Faya terdiam sebentar. Entah kenapa dia justru merasa tertantang setelah mendengar itu. Tapi, ia juga ragu. Khawatir jika nanti ia tidak sanggup dan ingin menyerah di tengah jalan.
“Faya, berapa gaji tertinggi yang pernah kamu terima selama bekerja?”
Faya diam. Ia melihat ke atas untuk mencari ingatannya.
“1.500.000, Pak.”
“Emm. Kalau begitu, aku akan menaikkan gajimu lima kali lipat dari nominal itu. Gimana?”
Mendengar angka yang menurut Faya fantastis itu, semangatnya jadi berkumpul di kepalanya. Menghitung jumlah uang yang akan dia dapatkan jika ia menerima pekerjaan ini. Dan, jumlah yang berhasil dia perkirakan berhasil membuat kepalanya mengangguk cepat.
“Baiklah, Pak. Saya siap.” Yakin Faya.
Ini adalah sebuah kabar baik bagi Faya. Tentu saja yang menyangkut finansial, bukan kabar baik tentang Prima. Dengan uang segitu, ia sudah bisa mencari kos atau mengontrak rumah sendiri. Yang jelas, ia ingin cepat pergi dari rumah Iwan dan Kirana yang membuatnya sesak. Mencoba hidup mandiri tanpa harus melakukan perintah Kirana yang kadang menganggapnya seperti pembantu.
Mending pembantu, mendapat gaji. Sedangkan Faya, kerja cuma-cuma hanya karna di perbolehkan makan dan tidur di rumah itu. Bahkan Faya lebih banyak mengeluarkan uang untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
Mendengar jawaban Faya, Ariga otomatis tersenyum senang. Ia sungguh berharap, kalau Faya bisa ‘menjinakkan’ Prima.
“Baiklah kalau begitu. Saya senang mendengarnya. Ayo kita ke ruanganku untuk menandatangani kontraknya.” Ajak Ariga kemudian.
Faya menurut. Ia mengikuti Ariga ke ruangannya.
Ruang kerja pria paruh baya itu lumayan luas. Ia bisa melihat plang nama di atas meja kerja dengan jabatan kepala sekretaris.
Ooh, jadi bapak ini kepala sekretaris?
“Silahkan duduk.” Ariga mempersilahkan. Ia mengambil dokumen dari mejanya dan menghampiri Faya yang duduk di sofa.
“Ini, silahkan di baca dulu dengan seksama. Bilang saja kalau ada yang mau kamu tambahkan.”
Faya menerima dengan hati-hati. Ia membaca dokumen itu dengan sangat teliti.
Disana, terdapat rincian pekerjaan yang harus dia lakukan terkait untuk meringankan pekerjaan Prima. Namun, ada beberapa pasal yang menyinggung tentang urusan pribadi.
“Maaf, Pak. Tentang pasal 31. Apa maksudnya saya harus berhati-hati terhadap air?” Faya mengernyit.
“Pak Prima, punya trauma dengan air. Jadi, berhati-hatilah. Kamu harus memastikan dia gak terlalu dekat dengan kolam atau apapun yang sejenisnya. Karna itu bisa memicu traumanya kambuh.”
Faya mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. “Baik, Pak. Saya akan mengingatnya.”
“Dan kamu, akan mendapat fasilitas 1 unit apartemen dari perusahaan. Apartemenmu berada di dekat apartemen Pak Prima.”
Dan lagi, kabar itu berhasil membuat mata Faya kembali berbinar. Sungguh sebuah pekerjaan yang di impikan banyak orang. Mendapat banyak sekali bonus dan pundi-pundi. Dengan begini, ia tidak usah repot-repot mencari tempat tinggal lagi.
Tapi Faya tidak tau, betapa pekerjaan berat telah menantinya di ujung senyumannya itu.
“Pekerjaan ini berat. Saya harap kamu sanggup. Kalau dalam waktu 3 bulan kamu menunjukkan kemajuan dalam arti kata, kamu gak menyerah, maka perusahaan akan menambah intensif buat kamu.”
Sudah, bayangan akan kesulitan pekerjaan sudah menghilang dari kepala Faya. Ucapan Ariga benar-benar mampu menyihirnya. Kemudahan dan iming-iming itu membeludak di kepalanya.
“Baik, Pak. Saya akan mengingatnya.”
“Bagus kalau begitu. Kalau kamu ada kesulitan, jangan sungkan-sungkan buat kasih tau saya.”
“Baik, Pak.” Faya full senyum. Sungguh, hari yang ia kira hari buruk, ternyata adalah hari terbaik yang pernah ia rasakan.
“Dan ini, tolong hafalkan secepatnya. Ini akan membantu meringankan pekerjaanmu nantinya.” Imbuh Ariga dengan memberikan sebuah map berisi beberapa catatan yang harus di hafalkan oleh Faya.
“Kalau kamu sudah mengerti, silahkan kembali ke meja kerjamu. Sebentar lagi, Pak Prima akan memintamu untuk membelikan sesuatu.” Ujar Ariga yang ssudah faham betul apa yang akan di lalui oleh sekretaris Prima.
“Baik, Pak. Saya mengerti. Kalau begitu, saya permisi dulu.”
Ariga mempersilahkan kepergian Faya dengan anggukan kepala. Dia menaruh harapan besar kepada gadis itu. Semoga gadis itu mampu bertahan lama ada di dekat Prima.
Faya tersenyum keluar dari ruangan Ariga. Ia mendekap map coklat itu dengan erat kemudian ia berjalan kembali ke tempat kerjanya. Duduk manis disana sambil menunggu perintah dari bos barunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
RahaYulia
yg lg ngepelin lantai tadi bukan c😅
2023-06-11
0
Conny Radiansyah
kenapa bisa begitu ya sifat Prima 😲
2023-04-15
0
Bzaa
faya selamat berjuang💪😉
2023-04-03
0