Cetuk, cetuk, cetuk, cetuk.
Suara derap langkah kaki terdengar di tangga. Faya menoleh ke arah atas. Ia bisa melihat sekelebatan bayangan seseorang. Dan,
Bruk!
Orang itu tidak melihat keberadaan Faya yang memang duduk di tengah tangga. Untung saja, baik Faya maupun pegawai wanita itu tidak sampai terjatuh apalagi terluka.
“Maaf.” Hanya itu ucapan pegawai itu. Ia kembali berlari menuruni anak tangga. Bahkan Faya belum sempat menanggapi.
Setelah pegawai itu menghilang dari pandangannya, Faya kembali sibuk dengan kesedihannya. Menatapi lantai tangga yang mengkilat itu. Fikirannya sedang berpetualang. Mengingat dan mencari kira-kira mana lagi perusahaan yang sedang membuka lowongan.
“Astaga. Bikin pusing saja.” Terdengar suara pria yang sedang menggerutu. Suara bariton itu semakin mendekat ke arah Faya.
Kali ini, Faya segera beralih ke samping. Ia berdiri dan hendak melanjutkan langkahnya. Ia tidak ingin di tabrak lagi.
“Tunggu!”
Sepertinya pria itu memanggil Faya. Gadis itu menoleh dan benar, di belakangnya ada seorang pria paruh baya yang mengenakan setelan jas rapi. Pria itu melambaikan tangan memanggil Faya.
“Apa kamu salah satu peserta wawancara?”
Faya mengangguk. “Iya.”
“Oh, baguslah.”
“Tapi saya tidak lulus.”
Pria itu nampak terdiam sebentar. Ia mengerutkan keningnya berfikir.
“Hmm. Kalau begitu. Aku akan memberikanmu pekerjaan.”
Ucapan pria itu membuat Faya terbelalak berbinar. “Beneran, Pak?”
Pria itu kembali menganggukkan kepala.
“Saya akan mengurus semuanya. Sekarang, apa kamu bisa ikut saya? Kamu akan bekerja sekarang juga.”
“Ya? Sekarang, Pak?”
“Jangan banyak berfikir. Ayo ikut saya.”
Pria itu membuka pintu darurat di lantai dua. Faya mengikuti di belakang. Bahkan saat pria itu masuk ke dalam lift, ia tetap mengikuti dalam diam.
Lift berhenti di lantai 11. Pria itu kembali mengajak Faya untuk mengikutinya keluar. Berjalan menuju ke sebuah ruangan bertuliskan ‘Eksekutive Director.’
Di depan ruangan itu, mereka bertemu dengan seorang wanita yang baru saja keluar dari dalam ruangan. Dan Faya mengenali wanita itu.
Dia adalah wanita yang ikut mewawancarai Faya tadi.
“Paman Ariga.” Sapa wanita itu kepada pria yang bersama Faya.
“Apa kamu baru dari dalam?”
“Iya. Aku dengar, sekretarisnya mengundurkan diri lagi?”
“Ya. Ini benar-benar membuatku pusing. Gimana cara menghadapi adikmu itu? Gak ada yang cocok kerja sama dia. Kalau sampai Pak Ren tau, dia pasti akan kena marah lagi.”
“Nanti biar aku yang akan bantu jelasin ke papa. Paman tenang aja. Ini?” Wanita itu menatap Faya. Ia memperhatikan Faya dari atas kepala hingga kaki.
“Oh, ini salah satu pelamar yang gugur. Dan aku akan memberikan posisi sekretaris sama dia.”
Mendengar itu, Faya sontak menatap Ariga tidak percaya.
Benarkah ia akan di pekerjakan sebagai sekretaris? Benarkah? Tiba-tiba saja pandangannya berbinar terang.
“Oh, begitu. Semoga kamu betah ya, ngurusin adikku.” Ujar wanita itu kembali. Ia tersenyum kepada Faya kemudian pergi meninggalkan mereka.
“Dia Direktur Eksekutif di sini. Namanya Favita. Putri sulung Pak Ren dan Ibu Zinnia. Dan kamu, akan menjadi sekretaris untuk Pak Prima. Saya akan memperkenalkan kamu kepada beliau. Setelah itu, nanti saya akan beritahu rincian tugas-tugas kamu.” Jelas Ariga kemudian.
“Baik, Pak. Saya mengerti.”
Ah, Faya sudah tidak sabar dengan pekerjaan barunya. Ternyata takdir belum melupakan dirinya. Dia gagal lulus wawancara dan malah mendapat posisi yang cukup tinggi. Yaitu sebagai sekretaris dari Direktur Eksekutif FD Corp.
Wooohooooo!!!!
Begitulah kira-kira teriakan kegirangan di hati Faya. Memang, rezeki tidak kemana. Ia terus mengulas senyuman di bibirnya. Antusias tak terhingga.
Ariga membuka pintu ruangan. Perasaan Faya semakin berdebar saat ia mengikuti pria itu masuk.
“Pak direktur.” Panggil Ariga kepada seorang pria yang sedang berbaring di atas sofa dengan buku terbuka yang menutupi wajahnya.
Pria itu, mengenakan kaus dan celana pendek. Tidak nampak seperti seorang direktur. Pemandangan itu membuat Faya mengernyit heran.
“Pak Direktur?” Panggilnya sekali lagi.
“Hem?”
“Saya membawa sekretaris baru buat anda.” Ujar Ariga memberitahu. “Perkenalkan dirimu.” Perintahnya kembali kepada Faya.
“Halo, Pak. Saya Fayandayu. Yang akan menjadi sekretaris bapak mulai dari sekarang.” Jelas Faya antusias.
Namun, Prima nampak tidak menggubris. Ia bahkan tidak bergerak dari posisinya tidur.
Faya yang merasa tidak mendapat respon, menatap kepada Ariga yang terdengar menghela nafas melihat kelakuan anak bosnya itu.
“Hei, kamu. Sekretaris baru. Mendekatlah. Aku ingin minta tolong.” Ujar Prima pada akhirnya. Suaranya tenggelam karna terhalang buku yang menutupi wajahnya.
Faya nampak ragu. Ia meminta pendapat kepada Ariga dengan tatapan. Ariga mengangguk dan Faya mulai berjalan mendekati Prima.
“Apa yang bisa saya bantu, Pak?” Tanya Faya.
“Bisa kamu ambil buku ini? Tanganku terlalu malas buat bergerak.” Ujar Prima.
Faya yang mendapat permintaan aneh itu menatapi tangan bos barunya yang terlipat di atas dada. Walaupun merasa aneh dengan perintah itu, namun Faya menurutinya saja.
Dengan hati-hati Faya mengambil buku itu dari wajah bosnya itu.
“Waaaa!!!!” Pekik Prima saat Faya berhasil mengangkat buku dari wajahnya. Ia sedikit mengangkat wajahnya dengan penutup mata bergambar menyeramkan di wajahnya.
“Aaaaaa!!” Faya yang terkejut dengan penampakan wajah bosnya sampai mundur dan kakinya menatap meja. Ia meringis kesakitan.
“Ya ampun.” Faya mengelus dadanya yang berdegup kencang karna terkejut. Nafasnya menjadi tidak beraturan.
Sementara itu, Prima tertawa dengan sangat kerasnya sambil membuka penutup mata itu.
“Hahahahahahahahahahaha!”
Faya hampir saja mendengus dan memaki Prima. Untung saja ia masih teringat kalau pria itu adalah bosnya. Kalau tidak, ia pasti sudah menghujani umpatan kepada pria itu.
Faya menoleh kepada Ariga. Pria paruh baya itu hanya nampak mengeleng-gelengkan kepala sambil terpejam. Seolah sudah faham dengan sikap absurd putra bungsu bosnya itu.
“Kenapa kamu gak ketawa? Gak lucu ya? Ya ampun. Kamu harus lihat ekspresi terkejutmu tadi. Sangat lucu.” Prima masih nampak tergelak. Ia mengusap ujung matanya yang mengeluarkan air.
“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Pamit Ariga yang kemudian keluar meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Faya yang nampaknya keberatan di tinggal sendirian di sana.
“Siapa namamu, tadi?” Tanya Prima. Ia bertanya dengan memunggungi Faya.
“Fayandayu, Pak. Biasa di panggil Faya.” Ucap Faya.
“Baiklah, Fay. Senang bekerja denganmu. Semoga kamu bisa lebih dari sebulan bekerja disini.” Ujar Prima dengan mengembangkan senyuman. Ia mengulurkan tangannya meminta berjabat dengan Faya.
Faya mengangguk dengan tersenyum. “Terimakasih, Pak. Mohon bimbingannya.”
Faya menyambut uluran tangan Prima. Namun, sesuatu membuatnya sontak terperanjat dengan ekspresi jijik. Apalagi saat Prima mempererat salamannya di tangan Prima.
Sesuatu yang terasa basah, kenyal, dan lengket, ia rasakan di telapak tangannya. Sontak ia menatap Prima dengan kening yang berkerut.
Sementara Prima, dia terkikik melihat ekpresi di wajah Faya.
“Kikikikikikikikikik.”
Merasa sudah tidak tahan, Faya menarik tangannya. Dan benar saja. Dia mendapati sebuah permen karet bekas yang sudah menempel di telapak tangannya. Kemudian, ia melemparkan pandangan kesal bercampur aneh kepada Prima yang masih terkekeh sambil berjalan ke arah mejanya.
Ia tidak percaya, kalau ternyata bosnya itu seorang yang aneh.
jangan lupa dukungannya yaaaa....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
RahaYulia
lemparin cicak kemukanya atau ke mulutnya aja sekalian 😤
2023-06-11
0
RahaYulia
ambil bukunya trs tabok deh tuh kepalanya malesnya segitu amat ckckck, boa boa ngiceup g wegah maneh mh Prim😅😅😅
2023-06-11
0
Lea Octa
baru mau bersyukur akhirnya dapat pekerjaan... eh malah dapat bos kelakuannya absurd bin nyeleneh
2023-06-11
0