Chapter 4 - Sebuah Syarat

Para warga sudah meninggalkan balai desa. Dan disana hanya ada tersisa Kepala Desa, Rahmat ayah Yoona, Bimo dan juga pasangan suami istri yang baru saja sah menikah beberapa menit lalu.

''Semoga pernikahan kalian langgeng, selamat ya!'' seru Kepala Desa pada kedua mempelai itu.

Yoona meliriknya tajam tanpa ingin menjawabnya, apalagi Arthan yang tidak menoleh sedikitpun kearahnya. Merasa terabaikan, sang kepala desa pun memohon pamit untuk pergi, meninggalkan mereka disana.

''Ayah! ayah keterlaluan!'' pekik Yoona pada ayahnya yang hanya bisa menghela nafasnya dan mengusap kepala anak gadisnya itu.

''Yoona Navia, Ayah melakukan ini karena demi kebaikan mu. Ayah enggak mau lihat kamu diarak keliling kampung. Memangnya kamu mau?'' Yoona menggeleng dengan wajah yang ia tenggelamkan di telapak tangannya sendiri, ia kembali menangis disana.

''Tapi 'kan, Ayah tau kalau Yoona udah punya calon pacar!'' rengek Yoona seperti layaknya anak gadis berusia 17 tahun, padahal usianya kini sudah 22 tahun.

Ya, Yoona adalah anak satu-satunya setelah meninggalnya sang kakak. Dan Rahmat pun sangat memanjakan Yoona. Maka dari itu ia bersikap seperti itu pada ayahnya.

''Iyah Ayah tau, tapi 'kan hanya calon, bukan pacar. Sudah! sekarang kamu adalah seorang istri dari nak Rahmat, bagaimana cara kamu menikah, itu sudah ketentuan sang kuasa. Tapi yang jelas kamu sekarang sudah menjadi istri sah darinya,'' tutur Rahmat. Rahmat melirik kearah Arthan yang masih diam dengan wajah sedatar mungkin.

''Dan kamu! saya titip dia, jangan pernah berpikir untuk menyakitinya!'' ancam Rahmat dengan tegas pada Arthan.

Arthan mengangguk samar seraya menjawab, ''Baik Pak, saya akan memegang janji pernikahan saya!'' jawab tegas Arthan.

''Oke! Yoona akan terima pernikahan ini, dengan syarat!''

Rahmat, Bimo dan Arthan menatap Yoona dengan lekat, menunggu apa yang akan dia lontarkan selanjutnya.

Rahmat menatap Arthan, dan kebetulan Arthan pun sedang melihat kearahnya. Dosen 33 tahun itu memberikan anggukan bertanda kalau dia akan menerima syarat apapun yang akan dikatakan pada Yoona.

''Katakan sayang,'' sahut Rahmat dengan lembut.

''Aku mau pernikahan ini tidak boleh diketahui semua orang, terutama teman-teman kampus ku! dan Pak Dosen juga tidak boleh mengatur ku!''

Rahmat menghela nafasnya kasar, ia sangat tahu sifat anaknya itu, sifat yang keras kepala.

''Bagaimana Nak?'' tanya Rahmat pada Arthan.

''Sebelumnya maafkan saya. Saya terima syarat pertama tapi tidak dengan yang kedua. Saya tidak keberatan kalau kamu mau menyembunyikan status kita, tapi untuk syarat yang kedua, saya pikir itu tidak adil.''

Rahmat menjeda ucapannya sesaat, menghela nafasnya kemudian melanjutkan kembali kalimatnya.

''Bagaimanapun cara kita menikah, kita tetap pasangan suami istri sah secara agama, walaupun tidak sah dimata hukum. Dan untuk diri kamu, sekarang adalah tanggung jawab saya sepenuhnya.''

Rahmat dan Bimo mengangguk-anggukkan kepala, mereka setuju dengan apa yang dikatakan Arthan. Karena memang hidup seorang istri sudah tanggung jawab seorang suami bagaimana pun cara mereka menikah. Jika dengan sengaja ia mengabaikan sang istri, dosa lah yang pastinya ia dapat.

''Yoona, anak Ayah..., yang dikatakan suami mu, itu benar. Semasa gadis mu, kamu adalah tanggung jawab Ayah, tapi setelah kamu menikah, kamu tanggung jawab suamimu.''

''Ck, ok! tapi aku enggak mau tinggal dimertua! karena kata orang mertua itu jahat!''

''Kebetulan Ibu saya sudah meninggal, dan Ayah saya tidak tinggal di Indonesia,'' sahut Arthan begitu jelas.

''Ya sudah! kalian akan kembali ke villa atau langsung ke Jakarta?'' ucap Bimo menyela obrolan pengantin baru itu.

''Ke Villa! karena jika sala satu dari kita ada yang tidak kembali, mereka pasti akan bingung,'' jawab cepat Arthan.

''Benar, kita harus kembali ke villa.''

''Kalau begitu, Ayah pamit pulang ya. Saya titip anak saya.''

Arthan dan Yoona mengangguk-anggukkan kepalanya berbarengan, Rahmat mengusap pucuk kepala Yoona dengan sayang. Sungguh hatinya begitu sedih karena ternyata anak manjanya ini bukan lagi tanggung jawabnya. Arthan meraih tangan Rahmat lalu diciumnya punggung tangan Ayah mertua nya itu.

Rahmat tersenyum hangat, walaupun memang ia baru bertemu dengan Arthan, hati ya sangat yakin kalau Arthan adalah pria yang tepat untuk anak manjanya itu.

Rahmat berlalu dengan mobilnya. Tanpa mereka tahu lelaki berusia setengah abad itu menitihkan air matanya karena sampai saat ini ia tidak menyangka kalau anak gadisnya sudah milik pria lain dengan cara tiba-tiba.

Maka merekapun kembali ke villa dengan berjalan kaki, yang kebetulan hujan pun sudah berhenti. Tidak ada obrolan sepanjang perjalanan, Yoona berjalan didepan sedangkan Arthan dan Bimo berjalan dibelakangnya.

Arthan menatap lurus ke depan, tepatnya pada Yoona yang berjalan sembari terus menendangi bebatuan kerikil. Ia tahu kalau Yoona masih saja menangis karena terlihat dari gerakan pundak dan tangannya yang sesekali menyeka air mata.

''Selamat ya!'' bisik Bimo pada Arthan yang hanya meliriknya.

''Aku tidak menyangka, jodoh mu secepat ini,'' ucapnya lagi dengan menyenggol lengan Arthan.

''Tutup mulut mu!''

''Ck, kau galak sekali. Oh ya kau harus sabar untuk dua hari kedepan, karena malam pertama akan tertunda,'' kelakar Bimo yang kemudian tertawa dengan lepas, sehingga terdengar decakan kesal dari Yoona yang langkahnya semakin dicepatkan.

Beberapa saat kemudian, merekapun sampai di villa yang ternyata listrik disana sudah menyala. Yoona membuka pintu lalu menutupnya dengan sedikit membanting, bahkan panggilan teman-temannya tidak satupun ada yang dijawab Yoona.

Arthan dan Bimo bergabung dengan yang lain. Yang sedang menyusun acara-acara besok pagi.

''Una kenapa ya?'' tanya Amel teman Yoona pada yang lain.

''Iya, kenapa tiba-tiba dia begitu? apa lagi palang merah?'' timpal Wulan, teman Yoona lainnya.

''Eh siku Yoona terluka,'' timpal teman Yoona lainnya.

''Ssttt, tanya Pak Bimo gih,'' bisik Amel pada Wulan, dan tanpa menjawab, Wulan malah berjalan begitu saja menghampiri dua Dosen-nya.

''Pak, Una kenapa?'' tanya Wulan tanpa basa-basi.

''Oh mungkin dia lelah. Biarkan saja dulu,'' sahut Bimo.

Seorang pemuda berparas tampan yang sedang mencatat urutan acara besok, menoleh cepat ketika mendengar nama Yoona disebut. Ia menyimak pembicaraan mereka dengan telinga yang dibuka lebar-lebar.

''Tapi Pak, kenapa siku Yoona berdarah?''

Pertanyaan Wulan membuat pemuda itu seketika menoleh, dan berdiri menghampiri Wulan.

''Berdarah?'' desak Noval, ya pemuda itu bernama Noval.

Tanpa bicara apapun lagi, Noval berlalu pergi setelah menyerahkan papan list pada Wulan, ia berjalan cepat kearah dimana Yoona pergi. Dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.

Melihat itu, Arthan baru saja akan menyusul Noval untuk mencegahnya, tapi dengan cepat Bimo mencegahnya. ''Ingat syarat dia padamu,'' bisik Bimo pada Arthan yang hanya bisa mendengus kesal.

**HAPPY READING...

TBC** >>>

Terpopuler

Comments

Nur Inayah

Nur Inayah

mudah2an ini yg terbaik bagi yoona

2023-04-26

1

Aditya HP/bunda lia

Aditya HP/bunda lia

jangan benci berlebihan Yoon di bikin bucin sama othor tau rasa kamu ... 😂😂

2023-03-11

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!