Ceraikan istrimu

"Ambil milikmu, rebut kembali Ayahmu."

Ucapan sang ayah mertua seolah menyentak, seperti musik yang mengejutkan Habibah merasakan jantungnya berdegup keras untuk pertama kali. Menguatkan tapi juga kesakitan hatinya, ingin segera melihat bagaimana wajah laki-laki yang telah menyia-nyiakan ibu dan dirinya.

Habibah menyeka air matanya kembali. "Aku harus kuat." melangkah menuju lobby kantor Utama.

Di sana semua karyawan sudah berbaris rapi tak terkecuali Bram, pria itu berdiri paling depan dengan wajah tampannya menjadi pusat perhatian. Habibah hanya meliriknya sedikit.

"Selamat datang Pak Rudy Utama" Frans menyapa direktur baru itu dengan hormat.

"Terimakasih." jawabnya dengan senyum tipis, sungguh berbeda dengan Raharja yang berwibawa.

"Mulai hari ini aku yang akan memimpin perusahaan ini, mohon kerja samanya." Rudy berbicara dengan banyak staf yang berbaris tak terkecuali Habibah yang berdiri di urutan kedua setelah Frans. Kemudian mengikuti Rudy berjalan menuju ruangannya.

Pria itu duduk di kursi kebesaran ayahnya, menatap sekeliling lalu berhenti di sebuah foto.

"Beliau berpesan untuk menjaga semua yang ia tinggalkan." ucap Frans.

"Aku tahu, dan aku menyesal karena telah meninggalkan Ayahku dalam waktu lama." ucapnya pelan.

Habibah mengangkat kepalanya, menatap wajah Direktur baru itu sejenak, membayangkan bagaimana rasanya berada dalam pelukan sang ayah. Walau mustahil karena kehadirannya saja Rudy tidak tahu.

"Siapa namamu?" tiba-tiba Rudy bertanya, membuat Habibah sedikit kelabakan saat ayahnya memergoki dirinya memandangi wajah tampan sang ayah.

"Oh, aku_"

"Namanya Habibah, Pak." Frans menjelaskan, takut jika Habibah akan lebih gugup setelah itu.

Rudy menatap gadis yang kini menunduk itu, lama-kelamaan tatapannya semakin dalam hingga menautkan alisnya. "Sepertinya kita pernah bertemu?" Rudy menatapnya dengan wajah yang mendadak sendu.

"Tidak Pak, bahkan aku baru saja tiba di kota ini Dua Minggu yang lalu." jelas Habibah tak mau Rudy curiga.

Tentu saja ia merasa pernah bertemu, wajah Habibah mirip seperti ibunya, tapi hidung dan bibirnya seperti Rudy sendiri.

'Tidakkah kau sedang melihat dirimu dan istrimu sendiri Ayah?' gumam hati Habibah.

"Kau pegawai baru?" tanya Rudy lagi semakin ingin tahu.

"Ya, atas rekomendasi Tuan Raharja Pak, Habibah pernah menolong beliau dan merawatnya." jelas Rudy membela menantunya itu, mengeluarkan selembar kertas yang ditanda tangani sang kakek dan memberikannya kepada Rudy agar ia percaya.

"Oh, baiklah." Rudy mengangguk tak membantah jika sudah menyangkut perintah ayahnya. Cukup sekali saja ia membantah demi seorang wanita yang kini menjadi istrinya.

"Kalau begitu silahkan bekerja, hari ini anggaplah kita sedang berkenalan. Tidak perlu terlalu sungkan." Rudy tersenyum santai.

"Terimakasih Pak."

Habibah dan Frans keluar dari ruangan itu.

"Bram, aku ingin belanja di temani olehmu."

Tampak seorang wanita sedang merengek manja kepada Bram yang menoleh kiri kanan serba salah.

"Aku masih bekerja Larisa, bahkan aku baru bekerja beberapa hari." Bram mencoba menolak.

"Ini perusahanku sekarang, kau bisa datang dan pergi kapanpun kau suka, tak akan ada yang berani memarahimu." gadis itu bersi kukuh, tak mau melepaskan lengan Bram.

"Larisa, aku mohon jangan seperti ini. Kita berada di kantor bukan di rumah." Bram berusaha menolak lagi.

"Masuk keruangan mu." suara Frans memerintah Bram putranya. Membuat gadis bernama Larisa itu terkejut dan berbalik menatap Frans juga Habibah.

Bram segera berlalu, sempat menoleh Habibah yang berdiri di samping ayahnya.

"Bram!" Larisa memanggil dan akan menyusul.

"Ayah Anda sedang menunggu Nona." Frans mengehentikan Larisa yang akan melangkah masuk ke ruangan Bram.

"Paman, aku tahu kau tidak menyukai hubunganku dengan Bram, tapi kali ini kau adalah bawahan Ayahku. Aku harap kau tidak menolak keinginanku juga Ayahku jika nanti kami ingin menikah." ucap Larisa dengan berani.

"Masalahnya saat ini Bram sudah menikah." jawab Frans tersenyum.

Gadis itu sungguh terkejut dengan ucapan Frans, matanya melebar sempurna hingga bibir merahnya ikut terbuka. "Me_ menikah?"

"Ya, dan ku harap Anda bersikap lebih sopan terhadap suami orang." Frans meninggalkan Larisa yang masih berdiri terpaku, matanya mulai berembun.

Habibah tak mau ikut menjelaskan, walau bisa saja dia mengaku sekarang bahwa istri Bram Aditya Jenan adalah dirinya.

"Bram!"

Larisa berlari masuk ke dalam ruangan Bram hingga mengundang perhatian semua orang. Tak dapat di bayangkan apa yang akan terjadi.

"Mengapa kau tega padaku Bram?" teriak Larisa pada pria yang berdiri menatap lurus pada wajah kekasihnya yang dipenuhi air mata.

"Katakan padaku, siapa wanita itu? Katakan Bram!" kali ini ia menarik jas Bram hingga bergoyang tubuh pria itu.

"Bram jawab aku!"

Bram masih terpaku, dia sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Percuma merahasiakan pernikahannya, pada akhirnya Frans sendiri yang memberi tahu Larisa. Ya, ayahnya lebih menyukai Habibah, membuat Bram berdecak kesal.

"Bram..." Larisa terus saja menarik dan meminta Bram bicara.

"Aku juga tidak ingin ini terjadi Larisa!" Bram sedikit membentak.

"Kalau tidak mau mengapa sampai terjadi? Kau sudah berjanji akan menikahi ku, kau bilang hanya aku yang akan menjadi istrimu, nyatanya kau malah menikah dengan orang lain!" Larisa masih teramat marah, bahkan sekarang barang-barang di atas meja Bram menjadi sasaran, berhamburan dilantai karena ulah Larisa.

"Larisa tenanglah." Bram tidak tahan melihat tangan Larisa yang semakin melampiaskan amarahnya pada benda apa saja di ruangan itu, Bram meraih tubuh yang terhuyung dan menangis sejadi-jadinya itu, memeluknya agar tidak semakin mengamuk.

"Bagaimana aku bisa tenang Bram, ada wanita lain yang memilikimu." Larisa semakin menangis. "Aku tidak rela, aku tidak mau."

"Tenanglah Larisa, kau tahu aku hanya mencintaimu saja, bukan wanita lain, bukan pula istriku." ucap Bram memeluk Larisa yang tersedu-sedu.

"Kau bohong." tangisnya lagi, memukul-mukul lengan Bram yang memeluk dirinya.

"Tidak, aku tidak mencintainya. Aku hanya menuruti keinginan ayah dan seseorang yang ku rasa Ayah berhutang Budi padanya." jelas Bram lagi, mengelus rambut Larisa, mengecup pucuk kepalanya.

Tangisnya sedikit berhenti. "Kau tidak bohong?" tanya Larisa mendongak wajah Bram.

"Aku tidak bohong." jawab Bram tampak serius.

Larisa memeluk erat Bram, menangis hingga puas di dada bidang suami orang.

"Bram." panggilnya pelan, sedikit masih terdengar isak tangisnya dengan bahunya ikut bergerak.

"Hem." pria itu tak juga melepaskan pelukan terhadap Larisa, dagunya bertumpu pada kepala gadis yang tersedu di dadanya.

"Aku tidak mau kehilanganmu." ucapnya semakin mengeratkan pelukannya, masuk ke dalam pelukan Bram Aditya.

"Aku juga tidak mau berpisah denganmu Larisa."

Larisa melonggarkan pelukannya. "Kalau begitu ceraikan istrimu!"

Di balik pintu itu Habibah menutup mulutnya dengan tangan. Sempat menduga jika wanita itu akan terluka dan menyerah setelah tahu Bram sudah menikah, ternyata dugaannya salah.

Terpopuler

Comments

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

😑😑😑😑

2024-03-14

1

Deliyu

Deliyu

aku pernah melihat hal seperti itu walaupun ceritanya enggak sama sih.

dimana wanita itu kemudian meminta suaminya menceraikan istri sah, terus diturutin pula.

Tapi beberapa tahun kemudian dia menyesal.

tentu sudah terlambat dan si istrinya sudah menikah lagi.

😢

2023-03-07

4

Dayang Rindu

Dayang Rindu

hahaha

2023-03-02

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!