Mengejar Cinta Suamiku

Mengejar Cinta Suamiku

Pernikahan mendadak

Habibah POV~

Berawal dari masa lalu yang tidak pernah aku ketahui.

Aku di besarkan di sebuah pesantren milik Bibi Rumini yang sedari kecil sudah ku anggap sebagai Ibu, dan Paman sebagai Ayah bagiku. Kehidupan sederhana yang membuatku nyaman, telebih lagi kakek Raharja yang tinggal di kota selalu datang berkunjung setiap akhir pekan, begitulah setiap waktu hingga aku dewasa.

Sampai akhirnya hari itu tiba.

"Nona habibah, Tuan Raharja meminta anda pulang ke rumahnya, rumah Anda juga. Beliau sedang sakit keras." Seorang laki-laki paruh baya datang menjemput.

"Pergilah, mungkin sudah waktunya." begitu Bibi Rumini memintaku ikut.

Pergi dengan hati yang berat, tiba dengan hati yang sedih.

*Tanpa tahu apapun, bahkan seumur hidup aku tidak pernah datang ke kota besar ini. Ternyata kehidupan Kakek Raharja jauh berbanding terbalik dengan kehidupanku bersama Bibi Rumini, Dia adalah seorang pengusaha ternama yang membuat hidupku berubah.

Tapi tidak lebih baik, melainkan penderitaan dan kesedihan dalam hidupku baru saja di mulai. ~

*

*

*

Habibah, gadis itu berdiri menatap kakek tua yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan wajah pucat terlihat sangat kurus. Tubuh kakek tersebut lemas tak mampu bergerak, hanya masih bisa melihat dan berbicara sedikit, suaranya pelan sekali. "Kakek hanya ingin melihatmu menikah dengan Bram Aditya."

Derai air mata tak henti berjatuhan malah semakin deras ketika mendengar ungkapan kakek tentang permintaan menikah pada seorang laki-laki yang dia sendiri tidak pernah melihatnya. Putra dari salah seorang asisten kakek Raharja.

"Habibah hanya ingin kakek sembuh." jawab Habibah dalam Isak tangisnya.

Senyum tipis terlihat dari wajah tua yang sudah sekarat, tapi berusaha bertahan sekuat tenaga.

"Putraku sudah tiba, Tuan."

Seorang laki-laki paruh baya berperawakan tinggi memberitahukan, beliau adalah ayah dari Bram Aditya, laki-laki yang akan dinikahkan dengan Habibah.

Kakek Raharja hanya memiliki Habibah sebagi pewaris atas perusahaan dan semua aset yang dia miliki, sayangnya harus disembunyikan sang kakek karena Ayah Habibah tinggal di di Singapura bersama istri kedua yang penuh ambisi, tak segan melakukan apa saja untuk menguasai semua hartanya, membuat sang kakek tidak ingin keberadaan habibah di ketahui, takut cucu satu-satunya terancam karena dia adalah pewaris sebenarnya. Belum lagi sebab kematian ibu Habibah belum terkuak hingga saat ini.

"Siapkan semuanya." Perintah pria paruh baya itu kepada bawahannya yang setia berdiri tegak di depan pintu.

Hanya beberapa saat saja, suasana di ruangan itu berubah tegang ketika pria bernama Bram memasuki ruangan.

'Dia tampan.'

Tangan kokoh Bram sudah bertaut dengan tangan tua kakek Raharja. Dengan tubuh lemas kakek tersebut menyandar di tumpukan bantal yang tinggi, mengucap ijab dengan pelan hingga beberapa detik setelahnya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Habibah binti Rudy Utama dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!"

Air mata menetes bersamaan dengan kata SAH, dari beberapa orang yang sengaja dihadirkan di ruangan itu.

"Alhamdulillah, ya Allah." ucapan yang terdengar bahagia diantara nafas yang sambung menyambung. Senyum terbit bak bulan sabit di bibir keriput kakek Raharja, namun kemudian nafas yang tertarik itu tak keluar lagi.

"Kakek." Panggil Habibah dengan nafas yang tercekat pula.

Dan ketika itu pula detik jam berhenti seolah memberi waktu untuk Habibah memanggil dan menjeritkan panggilan kesayangan. Bayangan kebersamaan dengan sang kakek ketika selalu mengunjungi Habibah di rumah pamannya sejak ia masih kecil, setiap akhir pekan selalu datang dengan senyum dan banyak sekali hadiah bahkan untuk seluruh anak pesantren milik pamannya. Tapi sekarang sudah pergi..

"Kakeeek!!"

Kali ini ia berteriak karena laki-laki tua yang menyandar itu tak memberikan respon apa-apa.

"Nona, Tuan Raharja sudah pergi." Begitu dokter dan asisten sang kakek berkata.

Tangisnya menggema memenuhi ruangan bercat putih itu, tubuhnya lemah hingga tersungkur di sisi ranjang yang menjadi saksi bisu bagaimana laki-laki tua itu berjuang melawan sakit dan sesak, hingga akhirnya menikahkan cucu satu-satunya.

Hari-hari berikutnya terasa semakin hampa. Belum lagi Habibah harus bekerja sebagai seorang sekretaris di perusahaan yang seharusnya adalah miliknya.

"Perlahan saja, jangan memaksakan jika sudah lelah maka kau boleh pulang."

Begitu ucapan pria paruh baya itu membimbing menantunya.

"Aku harus bisa Ayah, mana mungkin aku pulang sedangkan Ayah masih sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk."

Suara halus dan perangai yang menenteramkan membuat ayah mertuanya sangat menyukai Habibah.

"Minggu depan Ayah Nona akan datang dari Singapura."

Habibah mengangkat kepalanya dengan banyak berpikir.

"Seperti pesan Tuan Raharja, keberadaan Anda harus dirahasiakan dan Anda akan menjadi sekretaris Tuan Rudy Utama hingga waktunya tiba." jelas Frans kepada Habibah.

"Aku tahu Ayah." Habibah kembali menunduk sedih. "Tapi apa yang membuat kakek tidak memberi tahu Ayah tentang diriku, bukankah saat ini aku sudah cukup dewasa?"

"Karena di sampingnya ada seorang wanita licik, kau tidak akan bisa berbuat apa-apa apalagi melawannya ketika kau sudah menjadi bagian dari keluarga baru ayahmu. Jangan sekali-kali kau mengatakan bahwa dirimu adalah putri dari Rudy Utama sebelum waktunya." jelas Frans ayah mertua Habibah.

Tentu saja Habibah hanya bisa mengikuti apa yang dikatakan Frans, lagi pula dia tak tahu apa-apa tentang perusahaan dan entah apalagi sehingga harus bekerja dan bersandiwara dalam waktu bersamaan.

Rudy Utama menikah lagi dengan seorang wanita muda. Mereka juga memiliki seorang anak perempuan yang juga seumuran Habibah. Tak hanya itu, Berkas penting perusahaan pun di bawa oleh Rudy dan istri keduanya sehingga ketika Raharja meninggal maka mereka akan menguasai semuanya.

"Aku tidak tahu harus berbuat apa?" wajah cantik nan polos itu terlihat bingung.

"Ada Ayah dan beberapa orang yang akan membantumu." jawab Frans meyakinkan Habibah.

Belum ada bahagia yang datang mendekat.

Pahitnya hidup sejak lahir itu belum juga berakhir, malah bertambah lagi saat sudah menikah dengan Bram. Pria yang belum dikenal Habibah sama sekali. Dia tidak peduli dengannya meskipun tak memperlihatkan perangai buruk, namun hubungan yang bahkan belum berkenalan, hanya tahu nama ketika akan mengucapkan ijab kabul hari itu, membuat keduanya selalu berada dalam suasana canggung di setiap harinya. Bahkan malam pengantin baru itu berlalu begitu saja.

Pukul 21:30 Habibah pulang diantarkan ayah mertuanya. Lelah dan mengantuk, begitu yang dirasakan Habibah akhir-akhir ini. Tak ada lagi hidup aman dan sederhana seperti sebelumnya.

"Assalamualaikum." ucapnya lirih, tak berharap ada yang mendengar, karena asisten rumah tangganya sudah tentu ada di belakang. Dan suaminya mungkin ada di kamar, atau juga sedang keluar seperti saat malam sebelumnya, ia pergi dan pulang hingga larut malam.

Habibah memilih tidur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu, membiarkan kerudung yang mengikat erat itu tak longgar sedikitpun dan tertidur sendirian.

Di ajarkan untuk selalu menjadi wanita yang baik dan penurut, hanya menghabiskan waktu untuk belajar dan belajar sehingga tak terlalu kenal bagaimana kehidupan luar yang liar.

Tapi ternyata begitu sulit memahami dan mengerti bagaimana kehidupan Bram suaminya.

Sosok pria yang tertutup, namun terlihat hangat ketika menerima telpon dari teman-temannya.

Malam itu Bram sudah siap dengan pakaian yang rapi.

"Mau kemana Mas?" tanya Habibah di malam akhir pekan, Bram sudah siap pergi, tubuh tegap dan wajah indo yang tampan. Sungguh jika boleh jujur, Habibah menyukainya, menginginkan bersamanya, tentu itu tak aneh karena Bram adalah suaminya.

"Hanya bertemu teman yang baru pulang dari London, maaf aku tidak bisa mengajakmu karena mereka tahunya aku belum menikah."

Tadinya ingin menghabiskan waktu berdua, namun urung dengan kekecewaan. Jangankan berbicara, melirik saja Bram tak mau lama.

Habibah tersenyum sedikit, tak mau membahas perasaannya apalagi sampai berdebat. Mungkin memang mereka butuh waktu untuk dekat.

Lamunan Habibah menghantar kepergian mobil berwarna silver milik Bram yang kian menjauh hilang.

Mendadak malam yang biasa-biasa saja itu, kini menjadi sepi, gelap dan membuat sesak di dada. Tanpa sadar jika seorang Habibah yang polos sudah jatuh cinta.

*

*

*

⭐🌟🌟🌟 Karya baru othor sudah terbit ya, jangan lupa like, vote, dan favoritnya...

Terimakasih....

Terpopuler

Comments

Hana Nisa Nisa

Hana Nisa Nisa

nyimak dulu

2024-03-14

1

Soraya

Soraya

permisi numpang duduk dl ya kak

2023-08-10

1

Lina Zascia Amandia

Lina Zascia Amandia

Covernya bagus yg ini, buat sendiri?

2023-03-19

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!