Ingin menikah lagi

Akan tetapi sebuah kebetulan mempertemukan mereka malam itu pula, Habibah pergi makan malam diluar atas permintaan ayah mertuanya bersama rekan kerja mereka di sebuah cafe.

Meja yang di pesan khusus itu sudah di kelilingi beberapa orang, menunggu kedatangan Habibah yang sedikit terlambat.

Mereka berbincang hangat membahas tentang pekerjaan mereka. Namun kemudian sedikit terganggu dengan canda tawa terdengar riuh dari orang yang duduk di meja berseberangan, beberapa orang pria dan seorang wanita yang tampil cantik dan glamor, memakai gaun berwarna hitam terbuka dengan rambut hitam tertata rapi.

Dan yang menyita perhatian Habibah adalah pria yang duduk menempel dengan wanita tersebut.

"Mas Bram!"

Ternyata Bram memiliki wanita selain Habibah.

Bram tampak bahagia, tertawa lepas sesekali wanita itu menyandar dan tangan hangat Bram memeluknya mesra.

Cemburu, marah dan benci. Namun sepertinya itu sia-sia, Bram tidak mencintainya. Tak pantas rasanya seorang wanita memperlihatkan cinta dan cemburu lebih dulu, terlebih lagi suaminya memiliki wanita lain yang dicintai.

Tapi semakin tak tahan rasanya membiarkan suaminya terlalu lama duduk mesra di seberang sana. Habibah beranjak dari duduknya menghampiri meja tersebut.

"Mas Bram."

Habibah menatap tajam pada Bram yang tampak terkejut, terlihat kekecewaan di wajahnya walau tersenyum sedikit berusaha menguatkan hati yang sudah terhenyak begitu landas.

"Habibah!"

Bram berdiri segera melepaskan tangannya dari bahu gadis disampingnya, tenggorokannya mendadak kering dengan kehadiran wanita berhijab yang merupakan istrinya.

Habibah menatap wanita di samping suaminya yang juga berdiri.

"Siapa dia Bram?" tanya gadis itu menatap tak suka pada Habibah.

Tanpa menjawab Bram meraih bahu Habibah dan mengajaknya segera keluar, tentu saja dia takut jika Habibah mengungkapkan bahwa ia adalah istrinya.

"Bram!" Wanita yang baru saja lepas dari pelukan Bram itu berteriak tak terima ditinggalkan begitu saja.

"Bram!"

Namun tak di dengar. Langkah yang cepat itu tak kalah cepat dengan detak jantung keduanya yang seolah sedang berlari.

"Masuklah." perintah Bram tak terlalu memperhatikan wajah istrinya yang sedang menahan tangis.

"Jangan sampai menangis." begitu Habibah menahannya sekuat hati.

Sepanjang jalan pulang keduanya hanya membisu hingga beberapa saat kemudian tiba di rumah mewah Habibah.

Habibah keluar dari mobil suaminya dengan langkah pelan, ya langkahnya selalu pelan seperti tutur katanya, tapi tidak untuk kali ini.

"Habibah."

Suara bariton Bram membuat Habibah berhenti di depan pintu kamarnya.

Seolah bingung dengan apa yang akan di sampaikan, ucapan pria itu terjeda.

Habibah berbalik menghadap suaminya, tentu ia tahu Bram sedang bingung harus berbicara apa.

"Mas Bram."

Panggilnya, membuat laki-laki itu menatap wajahnya, panggilan Habibah sedikit membebaskan ia dari kecanggungan.

"Tolong hargai pernikahan kita, jangan membuat malu diri sendiri dengan hubungan yang jelas membuatmu rugi."

Pelan namun terasa menganggu seorang Bram Aditya.

"Haram bagimu menyentuh wanita yang bukan siapa-siapa." lanjut Habibah.

"Dia kekasihku sejak lama Habibah, jauh sebelum ayahku menjodohkan aku denganmu."

"Tapi saat ini posisinya sudah berbeda, dia hanya orang asing diantara pernikahan kita."

"Perjodohan Habibah! Aku hanya menuruti keinginan Ayahku, jelas jika aku tidak mencintaimu." ucap Bram penuh penekanan.

"Apapun itu Mas Bram, Sebagai wanita yang sudah menjadi istrimu aku tak akan membiarkan suamiku menyentuh wanita lain yang bukan siapa-siapa bagimu."

"Tapi untuk menyentuhmu aku tidak bisa." Bram membuang pandangannya.

"Ada banyak hak seorang istri Mas. Kau mempertahankan gadis itu hanya karena dia kekasihmu sejak masih menempuh pendidikan di London, maka kau tak perlu belajar sejauh itu untuk mengetahui hak seorang istri."

"Habibah_"

"Aku pun tidak mencintaimu!" bohong Habibah berusaha menekan perasannya."Tapi aku akan mencintai apa yang menjadi milikku, bukan hal yang aku sukai tapi tak baik bagiku, bukan milikku. Apakah kau tidak bisa melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan padamu?"

Tak menyangka seorang Habibah yang polos bisa menceramahi seorang Bram Aditya yang selalu ingin benar, cenderung keras kepala.

"Dia haram untuk kau peluk seperti itu."

"Kalau begitu aku akan menikahinya."

"Aku tidak setuju!" ucapnya begitu tegas. Bibir tipisnya tertarik sedikit, menampilkan senyum penuh kekuatan seorang wanita.

Bram terpaku melihat Habibah yang meninggalkannya masuk ke dalam kamar.

Tentu saja Bram tahu jika Habibah menyukai dirinya, dia bukan laki-laki yang tak peka, tapi tak menyangka pula Habibah bisa sekuat itu saat berhadapan dengan Bram, apalagi ketika Bram mencoba menekan Habibah dengan permintaan menikah lagi.

*

*

*

Kantor Media utama tampak ramai di pagi itu, banyaknya karyawan kantor mulai sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tak terkecuali Habibah sudah datang tanpa dihantarkan suaminya, padahal ia juga mulai bekerja di kantor tersebut sesuai permintaan ayahnya, Bram harus bekerja di kantor yang sama dengan Habibah.

Habibah berjalan menuju ruangan asisten sekaligus ayah mertuanya.

"Kau pikir ayah tidak tahu jika semalam kau masih berhubungan dengan wanita itu?" suara Frans terdengar marah di dalam ruangannya.

"Aku tidak bisa mengabaikannya Ayah, dia kekasihku sejak awal dan aku mencintainya, bukan Habibah." jawab Bram tak mau menerima begitu saja kemarahan Frans Ayahnya.

"Tapi sekarang Habibah istrimu." ucap Frans lagi pada putranya.

"Aku tahu Ayah, tapi Larisa kekasihku. Mengapa ayah lebih memilih Habibah daripada Larisa. Jika Ayah memilih Habibah karena dia bekerja, tentu kau juga tahu jika Larisa adalah pewaris dari perusahaan ini."

"Tidak Bram! Jauhi Larisa sebelum kau menyesal. Ayah tahu jika hanya Habibah yang pantas untuk dicintai, bukan dia!"

"Apa yang membuat Habibah istimewa?" tanya Bram lagi masih tidak terima.

"Harusnya seorang suami lebih tahu daripada aku. Sebaiknya kau pikirkan baik-baik sebelum kehilangan berlian hanya karena emas palsu yang lebih berkilau." Frans mengingatkan.

Bram mendengus kesal, keluar dengan langkah terburu-buru menuju ruangannya. Marah dan kesal membuatnya tak memperhatikan Habibah yang mengecilkan tubuh langsingnya di balik ruangan itu.

Belum habis semalam ia menangisi kenyataan jika Bram lebih menginginkan wanita itu daripada dirinya yang sudah sah sebagai istri, sekarang malah semakin diperjelas dengan pertengkaran Bram dengan ayah mertuanya. Rasanya tak mungkin cintanya akan terbalas.

Lalu wanita itu, jika dia di sebut pemilik perusahaan ini artinya dia adalah?

Habibah semakin terhenyak dengan banyaknya masa lalu yang terkuak dengan sendirinya.

Jika dulu ibu Larisa sudah merebut ayahnya, lalu sekarang? Putrinya juga akan merebut Bram dari dirinya.

"Habibah."

Frans memergoki menantunya masih berdiri terpaku, dapat dipastikan jika Habibah mendengar perdebatan ia dan Bram. Frans hanya bisa menatap Habibah dengan iba.

Menunduk menatap dirinya sendiri.

'Ternyata kehidupanku yang sebenarnya sangat menyedihkan, menyakitkan dan penuh kecurangan. Rasanya aku ingin mundur...'

Terdengar suara langkah kaki mendekati mereka.

"Pak, Frans, Tuan Rudy Utama sudah tiba." sekretaris Frans datang memberitahukan.

"Baiklah." Frans kembali menatap Habibah menantunya, menarik nafas berat.

"Bersiaplah Nak, perang yang sesungguhnya akan di mulai."

Rasanya, hari-hari akan semakin berat untuk di jalani Habibah, walaupun sejak beberapa hari terakhir ia berharap untuk segera bertemu dengan ayahnya. Tapi kedatangan ayahnya malah membawa seorang wanita pula untuk merebut Bram suaminya.

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

knp sih sllu perempuan yang dibikin jatuh cinta duluan, smga karakter habibah ga lmh dn lby cm krna cinta

2023-08-10

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!