2. Sinto Gendeng dan Wiro Sableng

"Kakak nggak suka ya?" Mata Villa tampak berbinar-binar, kecewa dengan reaksi yang diberikan sang kakak.

“Oh, enggaaaak. Kakak suka kok!” elak Jenie yang hafal sifat adiknya yang mudah menangis.

Jennie tidak ingin melihat adik kesayangannya ini bersedih. Jennie memasang wajah pura-pura bahagia.

Bagus sii ... tapi koleksi ini udah kebanyakan.

Setelah mendapat reaksi yang diinginkan, Villa pamit dengan alasan ke rumah Juno ingin menyerahkan hadiah juga.

“Tunggu!!!” Jennie menggantung tangan tanda berhenti.

“Ada apa Kak?”

“Ini, kasih ke wiro sableng sinting itu!” Ia menyodorkan sebuah benda yang dibungkus dengan kertas kado.

"Jangan beranjak dari situ sebelum dia menyerahkan kado buat kakak, ya?!” tambahnya.

Villa mengangguk patuh. Setelah adiknya berangkat, dia pun membuka kado yang diberikan oleh teman-temannya.

Akan tetapi, alangkah terkejutnya ia saat melihat isi dari kado tersebut.

Hal yang pertama yang ia dapatkan sungguh di luar dugaan. "Aaaahhh!" teriaknya. Jennie melempar benda yang baru saja ia buka. Ada boxeer milik kaum adam di sana.

Mungkin salah orang nih, yang ngasih kado, ringisnya.

Jennie membuka kado itu satu per satu. Teriakan demi teriakan keluar dari bibirnya. Bisa disimpulkan bahwa semua kado yang ia dapatkan adalah milik Juno.

Beberapa waktu kemudian, benda-benda yang ada di dalam kotak terbungkus kado telah berpindah ke dalam kantong. Jennie berencana untuk menukarnya sendiri ke rumah Juno, nanti.

*

*

*

Di rumah sebelah, Villa telah berada dikamar Juno.

“Bang, ini kado dariku dan dari kakak.” Villa menyerahkan kado darinya dan yang dititip oleh Jennie.

Terlebih dahulu, Juno membuka kado dari Villa, namun ekspresinya biasa-biasa aja.

Namun, ketika membuka kado dari Jennie dia langsung histeris “HOREEE JAM METAL ...” soraknya sumringah.

Melihat hal itu Villa cuman tersenyum simpul. “Kalau begitu, udah dulu ya? Villa pulang dulu.” Villa melambaikan tangannya.

“Tunggu ... tunggu ....” cegat Juno.

“Kenapa Bang?”

“Ini ada kado buat kakak, sampaikan maaf dari Abang karena gak ngasih langsung ke dia.”

“Oh… iya! Lupa!” Villa menepuk jidatnya karna hampir melupakan pesan sang kakak dan segera menarik bungkusan itu dari tangan Juno.

Villa pun keluar dan menutup pintu kamar Juno. Ia langsung pamit pada kedua orang tua Juno kembali ke rumahnya.

Tahu juga ni anak sama selera gue, batinnya. Ia memandang jam metal berlambangkan tengkorak dan menciumnya.

Villa tidak langsung memberikan hadiah tersebut kepada sang kakak. Ia mengira bahwa Jennie sudah tertidur dengan sangat pulas. Hingga ia memilih untuk menyerahkannya esok pagi saja.

Dia tak tahu bahwa Jenie masih menunggu semenjak tadi. Karena tak kunjung datang juga, akhirnya Jennie mulai kesal.

Awas aja anak itu nanti, ntar gue minta lagi hadiahnya baru tau rasa, udah capek-capek nabung selama tiga bulan, malah ini balasan yang dia beri, batinnya.

Karena rasa kesal yang luar biasa, membuat Jenie terus uring-uringan sepanjang malam. Esok paginya, usai sholat Subuh, tanpa babibu Jennie membawa kantong yang berisi barang-barang yang tertukar.

Kebetulan sekali, Juno sudah berada di beranda rumah Jennie. “Nih,  semuanya ketukar," ucap Jennie menatap Juno dengan penuh arti.

“Nih, punya lo.” Juno juga menyerahkan kantong barang yang ada di tangannya. Kepala bagian belakang diusap dan ia terlihat membuang muka. Dalam reaksinga itu, jelas menyiratkan ada sesuatu rahasia wanita yang ia pegang.

“Mereka pasti sengaja,” guman Juno sambil melihat kantong yang isinya milik kaum cowok itu.

“Entah lah," celetuk Jennie bersidekap menunggu sesuatu.

Namun, tanpa pikir panjang Juno balik balik badan hendak pulang.

“Tunggu dulu!” cegat Jenie dengan ketus.

“Apa lagi?” tanya Juno mendelik.

"Lo udah nerima kado dari gue?"

“Udah!”

“Trus?” Jennie menengadahkan tangan tepat di hadapan Juno.

Tanpa pikir panjang Juno mengorek hidungnya memberikan sebongkah upil pada telapak tangan Jennie.

"Anjiiir! Gue gak butuh upil dari lu ini, kampreeet!" teriak Jenie mengelap telapak tangannya pada baju Juno.

“Terus, lu mau apa lagi?” Juno berusaha mengelak dari Jenie.

“Mana buat gue?” bentaknya sambil menghentakan kaki.

“Kan udah gue kasih, begok!”

“Mana? Kapan? Lagian yang ada dalam kantong ini dari temen-temen smua dan itupun semua tertukar," sungut Jenie.

“Ngapain lu bentak-bentak gue? Yang jelas gue udah ngasih lu hadiah, titik!” Juno pun putar badan dan beranjak.

“Tunggu dulu!” Jennie kembali mencegat Juno.

“Apa lagi?” geram Juno.

"Gue kan udah ngasih lo hadiah. Kalo lu gak ada duit bilang aja! Kan lu tahu kalo gue ini orangnya baik hati dan pengertian!”

Kuping Juno langsung menjadi panas. “Apa lu bilang? Pengertian? Apalagi bilang gue gak ada duit? Yang gue tau isi dompet gue lebih banyak dibanding isi dompet lu!” Ia beranjak menjauhi rumah Jennie.

"Dasar Wiro Sableeeeeng syaalaaan!" teriak Jennie.

Namun Juno tak acuh dengan omelan Jennie. Jennie menghentakkan kedua kakinya karena kesal.

Dengan perasaan kesal, Jennie masuk kerumah dan menemukan Villa sambil membawa sesuatu yang di bungkus kertas kado.

“Kakak kemana aja? Aku udah mencari dari tadi ke kamar kakak."

“Emang nya napa?” Jennie menjawab dengan ketus, karena masih merasa kesal dengan Juno.

“Ini ada hadiah dari Bang Juno untuk Kakak!” Menyerahkan kantong tersebut langsung ke tangan Jennie.

Jenie sangat terkejut saat menerimanya. "Kenapa ada sama kamu?” Memandangi kantong itu berulang kali.

Tanpa menunggu jawaban sang adik, Jennie langsung membawa kantong tersebut ke dalam kamarnya.

Dengan tidak sabar, ia membuka hadiah yang diberikan Juno.

"HOREEE ... Inikan benda yang dari dulu gue pengen, walkman!!!! Duh, gimana ya? Gue baru aja cari gara-gara, dengannya nih.” racaunya sembari menggaruk pelipis.

Setelah menaruh walkman pemberian Juno di atas meja belajar, Jennie berlari kecil menuju rumah yang ada di sebelah rumahnya.

“Tante ... Tante ...” Jennie mencari Tante Siska yang belum terlihat sama sekali.

“Iya, ada apa? Kenapa pagi-pagi buta udah di sini?” Tante Siska muncul dari arah dapur.

“Di mana Juno, Tan? Kok gak keliatan?” Lehernya memanjang mematap ke segala arah.

“Mungkin dikamar, tadi Tante dengar dia sedang mandi." Tate Siska melirik Jennie, menyernyit tersenyum simpul.

"Terus kamu kok belum mandi?” Jenie terlihat masih memakai piyama.

“Aku kesini mau ngucapin terimakasih sama Juno, Tan.  Tapi dianya gak kelihatan?"

Kalau begitu, ucap terima kasihnya, nanti di sekolah aja deh.

"Kalau gitu, aku pulang aja ya, Tan?"

"Kalau penting banget, langsung ke kamarnya aja. Mungkin dia udah beres mandi."

"Oh, ke kamarnya aja ya, Tan?" Tante Siska mengangguk dan tersenyum.

"Baik lah, aku ke sana dulu."

Jenni telah berada di depan pintu lamar Juno.

Tok

Tok

Tok

"Jun ... Juno?”

Tapi yang tak ada jawaban.

"Wiro sableng?" Jennie menempelkan daun telinga pada pintu.

Masih tanpa jawaban, membuat Jennie berinisiatif menarik gagang pintu.

“Eh, gak terkunci?” Dengan semangat 45 ia menyelonong masuk dan ...

“Haaaaaaa ....” Jenie berteriak menutup mata.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!