3. Rahasia Juno

Saat menyadari ada yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya, Juno segera menutup bagian penting pada tubuhnya tadi.

“NGAPAEN LO MASUK KAMAR GUE?” teriak Juno murka.

“Maaf, gue cuman mau berterima kasih. Tadi gue ketok pintu kamarnya, tapi gak ada yang nyahut. Ya, gue buka aja pintunya.” Jenie masih masih dalam posisi membelakangi Juno.

Aiiihh, belum kayak Ade Rai binaragawan itu ya? Kalau kayak gitu, bakalan rela ngintip lama-lama.

“Ngapain juga lo berterima kasih? Lo kan anak yang gak tau berterima kasih.” Juno masih memegangi handuk yang akan melorot.

“Iya ... ini kan gue udah datang buat minta maaf ...." gumannya pelan. Tubuhnya masih membelakangi Juno, sedikit mencoba mencuri pandang.

“Ya udah, lo gue maafin. Tapi lo keluar dulu sanah! Ngapain juga masuk kamar gue masih pakai baju tidur! Nanti orang salah sangka kan berabe? Sekarang, mending lu cabut!" Juno masih memegangi handuknya dengan erat.

“Makasih yah? Elo emang paling ngerti sama keinginan gue."

Juno berusaha menahan senyum di bibirnya. Ia sedang berusaha menyembunyikan ledakan di dalam hatinya.

“Dah, gue mandi dulu. Sampai ketemu di sekolah!” Jenie menutup pintu kamar cowok yang telah terlihat aneh menahan senyum. Setelah memastikan Jenie pergi, Juno menepuk kedua pipi yang terasa panas. Ada kupu-kupu menari di hatinya.

Tengah asik mengendalikan diri, handuk Juno melorot. "Aiissh ...." Juno segera memasangnya kembali, lalu menuju arah lemari tempat seragamnya menggantung.

Jenie yang merasakan waktunya telah sempit, memilih mandi dengan secepat-kilat. Saat menuju ruang makan, seluruh anggota keluarga memandang Jenie dengan heran.

“Jen? Rambutnya masih ada busa tuh?” ucap Ayah yang memperhatikan gadis yang masih kasrak kusruk memasukan peralatan ke dalam tas. Ia terlupa menyisir rambut dan langsung saja menuju ruang makan.

“Beneran, Yah? Duh gimana nih? Jenie kembali masuk kekamar mandi dan membersihkan rambut sekenanya. Setelah itu, ia melanjutkan sarapan dengan tergesa-gesa.

"Uhuk ..." Jenie pun tersedak.

“Jenie, makannya pelan-pelan dong!” nasehat Bunda.

“Tapi Bunda, aku buru-buru nih. Sebentar lagi bel tanda masuk kelas akan berbunyi.” Ia tak henti melihat ke arah jam tangan yang menunjukan waktu pukul 06.50. Sementara ia harus masuk pukul 07.00.

Diluar rumah, terdengar suara klakson mobil yang bertalu-talu tiada henti. Suara itu cukup membuat kuping penghuni rumah sekitarnya menjadi sakit.

"Woooy! Berisik!" hardik tetangga rumah Jenie kepada pengemudi.

“Siapa sih? Gak sopan banget?” gumam Ayah.

“Biar aku yang liat, Yah.” Villa berlari kecil keluar rumah.

“Kak ... Kak ... ternyata itu cowok kakak yang jemput.” Villa kembali dan duduk melanjutkan sarapan.

Mendengar ucapan Villa barusan, sontak membuat Jenie tersedak. Dia menarik gelas dan meminumnya hingga perasaannya menjadi lega.

“Cowok?” tanya Ayah dengan alis terangkat.

“Nggak kok Yah, cuman temen di sekolah. Tak lebih, kok.” Jenie mencium tangan kedua orang tuanya dan berlari kecil menuju orang yang menjemputnya.

“Lo ngapain pake acara menjemput-jemput segala?” sambil mendorong kepala Anton, sang pengemudi. Kening Jenie sedikit mengernyit melihat kendaraan yang dibawa oleh temannya ini.

“Ya, nggak apa ... sekalian lewat." Anton mencoba membuka pintu untuk Jenie yang macet. Mobil ini tergolong mewah pada kisaran tahun 80-an.

“Lewat sini? Sejak kapan lo lewat sini? Sedangkan, arah rumah lo kan dari sana?" Menunjuk arah yang berlawanan.

Sedikit susah payah Anton membuka pintu, bahkan sampai harus ditendang, barulah pintu itu terbuka juga. Jenie langsung masuk kedalam mobil tua tersebut. Anton hanya menjawab pertanyaan Jenie dengan senyuman kikuk.

Deru mesin mobil tua bewarna merah itu, mengeluarkan suara yang cukup kasar. Jenie kembali mengernyitkan dahi. "Aman nggak nih?" tanya Jenie sedikit khawatir.

"Aman, dong!" Anton senyum lebar melaju dengan kecepatan di bawah standar. Pada speedo meter, jarum menunjukan angka 25.

Tanpa ia ketahui, seseorang sedang menunggunya di rumah sebelah. Wajah siswa pria itu terlihat kesal.

“Udah capek-capek nunggu, dia-nya malah pergi duluan aja? Sama bencong itu lagi? Cowok berseragam sekolah itu menyalakan ayam jago yang masih langka dimiliki oleh yang lain.

Diperjalanan Juno bertemu dengan si centil Yovie. “Lo mau ikut ga?” tanya Juno.

Tentu saja si centil Yovie tidak menolak. 'Juno itu udah ganteng, tajir, jadi idola para wanita lagi.'

Yovie naik membusungkan dada merasa bangga. 'Pasti anak-anak bakalan iri sama gue, nih. Khususnya bagi kaum hawa yang mengidolakan Juno,' batinnya.

Jadi, Juno adalah siswa populer di sekolah mereka. Para siswa perempuan sangat suka berada di dekatnya. Juno tergolong siswa yang supel dan tidak hanya itu ia masuk pada daftar golongan siswa cerdas, tajir, dan tidak sombong.

Walau sedikit suka pamer, Juno suka nolongin siapa saja yang kesulitan. Ia tak pernah keberatan bila ada yang meminta mengantar atau menjemput ke rumah teman yang membutuhkannya.

Dia tak pernah memilih berteman dengan siapa saja, hingga semua ingin menjadi orang yang dekat dengannya. Baginya, sih tak masalah, karena ia ingin melakulan uji coba, yakni menguji rasa cemburu Jenie.

Akan tetapi, ternyata usahanya sia-sia belaka. Meskipun Jenie memiliki itelejensi di bawah standar, ternyata ia cukup populer dikalangan siswa laki-laki. Jenie memiliki wajah mungil, senyum manis berlesung di bawah mata, hidungnya kecil mancung, membuat tak sedikit kaum adam di sekolah, tergila-gila padanya.

Meskipun dalam materi sekolah Jenie cukup lemah, tetapi dalam ekstrakurikuler ia sangat jago. Jenie sering memenangkan turnamen bela diri antarsekolah, membuatnya cukup populer dan ditakuti di sekolah.

Semenjak dulu, Juno dan Jenie selalu duduk di kelas yang sama. Namun, nilai rapornya selalu terbentang jarak antara bumi dan langit. Juno selalu mendapat nilai membanggakan, Jenie selalu mendapat nilai membagongkan.

Saat Jenie sampai di sekolah, meskipun hanya lebih cepat tiga menit sebelum bel berbunyi, dengan semangat ia berburu contekan kepada yang lain.

Ia tidak tahu, ada contekan yang selalu nganggur yang siap dipinjam untuknya, tetapi orang itu selalu terabaikan. Ujung-ujungnya, sang sumber memilih diam menyembunyikan PR itu kembali di dalam tas.

Saat jam istirahat, ketika Jenie asik menikmati makanan di kantin, dua temannya membuat keributan kecil. “Lepasin gue, sakiiiit!”

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Berarti Juno emang udah ada rasa sama Jenie,Tapi Jenie nya gak..

2024-09-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!