Viona duduk dengan gelisah di dalam apartemennya. Wanita itu sangat resah sebab sampai sekarang belum mendapatkan hati Alden.
Padahal momen seperti ini adalah kesempatan besar untuk Viona merebut Alden dari Aqila. Terlebih sahabatnya telah pergi dan melepaskan Alden begitu saja.
Viona senyum licik memperhatikan fotonya bersama Aqila dan Alden. Foto saat mereka SMA. Di dalam foto itu senyum Aqila sangat manis dan merekah, senyum yang selalu membuat siapapun jatuh cinta dan itu membuat Viona kesal.
Wanita licik itu melipat bagian foto yang menampilkan wajah Aqila hingga yang terlihat hanya dirinya saja bersama Alden.
"Terimakasih Qila telah memberiku kesempatan untuk merebut Al. Kau memang sahabat yang baik. Pergilah sejauh mungkin dan jangan kembali lagi. Bawa kesalahpahaman itu bersamamu." Viona senyum licik.
Selama ini Viona memang tidak bisa merebut hati Alden, tapi dia berhasil membuat kesalahpaham hingga keduanya berpisah.
Viona beranjak dari duduknya ketika sadar jarum jam telah menunjukkan angka 4 sore. Jam-jam seperti ini Alden telah pulang dari kantor dan akan nongkrong di Cafe favoritnya bersama Aqila dulu.
"Bukan Viona namaku jika tidak bisa mendapatkan Alden," gumam Aqila.
Wanita licik itu segera melajukan mobil miliknya menuju Cafe untuk bertemu dengan Alden. Viona tidak peduli jika harus mendapatkan penolakan terus-menerus.
Langkah Viona berhenti di ambang pintu melihat Alden bicara dengan seorang pria yang Viona kenal.
Ingin mengetahui apa yang mereka bicarakan, Viona memutuskan mendekati meja tanpa sepengetahuan Alden maupun Gilang.
Tangan Viona terkepal hebat mendengar semua pembicaraaan Gilang dan Alden. Baru saja dia bahagia karena kepergian Aqila, kini kabar buruk sudah terdengar di telinganya.
Ingin rasanya Viona membunuh Gilang sekarang juga karena memberitahukan keberadaan Aqila pada Alden.
"Tidak, aku tidak boleh membiarkan Alden bertemu dengan Aqila dan menjelaskan semuanya. Kalau itu terjadi aku akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan Al," gumam Viona.
Wanita itu memilih meninggalkan Cafe tanpa menyapa Alden lebih dulu. Yang ada dipikiran Aqila saat ini, yaitu mengagalkan rencana Alden untuk menemui Aqila.
"Ayolah Vi berpikilah yang jernih," ucapnya pada diri sendiri karena tidak kunjung mendapatkan ide cemerlang untuk mencegah kepergian Alden.
"Membuat masalah pada perusahaan? Tidak-tidak." Viona mengelengkan kepalanya. Membuat masalah pada perusahaan Alden tidak ada gunanya. Alden mempunyai asisten lumayan cekatan untuk menyelesaikan masalah.
Viona mengigit kuku tangannya seraya terus berpikir ide-ide gila. Senyuman licik tercetak jelas di wajah wanita itu ketika menemukan satu ide di kepalanya.
Dia yang semula berdiam diri di dalam mobil, mulai melajukannya menuju rumah Alden.
***
"Terimakasih informasinya Gilang, kau memang teman yang baik," ucap Alden mengakhiri percakapan di antara mereka sebab hari telah gelap.
"Sama-sama, lagipula informasi yang aku berikan tidak lengkap Al. Aku tidak tahu dimana Qila tinggal di Seoul."
"Tidak masalah, tahu bahwa kekasihku ada di kota Seoul sudah cukup untukku." Alden melempar senyum persahabatan pada Gilang sebelum meninggalkan Cafe.
Akhirnya setelah mencari selama berminggu-minggu dia bisa menemukan dimana kekasihnya berada. Ya Aqila masih kekasihnya sebab sampai sekarang Alden belum menyetujui perpisahan mereka.
Hubungan terjalin karena persetujuan dua orang, maka putusnya hubungan harus mendapat persetujuan dua belah pihak pula. Karena Alden tidak setuju, Aqila masih kekasihnya.
"Tunggu aku Qila, aku akan membawamu kembali dan memperbaiki apa yang terjadi dalam hubungan kita."
Untuk pertama kalinya setelah kejadian malam itu, Alden kembali menampakkan senyum manisnya. Senyum yang sering kali membuat wanita jatuh cinta padanya.
Alden segera menghubungi Randy agar mempersiapkan keberangkatannya ke negara Ginseng agar bertemu dengan Aqila dengan cepat.
"Kau sudah membaca pesan? Saya harap kau cekatan, saya ingin berangkat malam ini!" ucap Alden tidak terbantahkan pada Randi di seberang telpon.
"Maaf Tuan, tapi anda tidak bisa pergi malam ini maupun besok. Proyek yang sedang berjalan akan dibahas kembali dan tidak bisa dihadiri oleh siapapun."
Alden menghela nafas panjang mendengar jawaban menyebalkan dari asistenya.
"Besok dan lusa adalah final proyek kita dan penandatangan kontraknya. Jika Tuan ingin pergi, maka pergilah setelah urusan selesai. Kita sudah terlalu banyak mengelurkan dana untuk proyek ini, jika gagal hanya akan membuat perusahaan rugi besar."
"Berhentilah menjelaskan semuanya saya tahu itu!" kesal Alden dan memutuskan sambungan telpon begitu saja.
Alden yang cukup temperamental harus memimpin perusahaan, kalau saja tidak ada Randi di sampingnya, mungkin perusahaan sudah lenyap tiga tahun yang lalu.
"Tiga hari, sabarlah Qila aku akan menjemputmu," gumam Alden.
Pria itu membanting setir kemudi memasuki pagar setelah sampai di depan rumahnya. Alisnya saling bertaut melihat mobil cukup pasaran berada di depan rumah.
Pemilik mobil itu sangat Alden kenali.
"Pergi dari rumahku!" teriak Alden padahal baru melewati pintu utama.
Viona yang sejak tadi berbaring di sofa segera bangun dan menghampiri Alden. Baru beberapa langkah, tubuh wanita itu limbung hingga terjatuh ke lantai marmer.
"Vi!" panggil Alden.
Pria itu berjongkok kemudian mengendong tubuh tidak berdaya Viona menuju kamar tamu.
"Vi, bangunlah jangan pura-pura!" desak Alden berdiri di samping ranjang. Jujur saja hati kecil Alden merasa khawatir melihat kondisi Viona sekarang. Namun, pikiran Alden mengatakan bahwa ini semua hanya akal-akalan Viona agar mendapatkan perhatian darinya.
"Aku bilang bangun!" sentak Alden menarik tangan Vioan cukup kencang, hal itu membuat Viona membuka matanya.
Entah benar-benar sakit atau pura-pura Alden tidak tahu.
"Maaf menyusahkanmu Al, tapi aku tidak punya siapa-siapa dirumah hingga tidak ada yang menjagaku saat sakit," lirih Viona terus terbatuk.
Tubuh yang mulai hangat dan wajah kian memucat semakin membuat Alden di lema untuk saat ini.
"Tinggalah, tapi jangan berani-berani melewati tangga!" ucap Alden hendak keluar dari kamar tapi langkahnya berhenti sebab tarikan Viona.
"Tubuh aku lemas akhir-akhir ini Al. Apa jangan-jangan aku hamil?"
Alden senyum sinis. "Kalaupun hamil itu pasti bukan anakku!" jawab Alden dan benar-benar meninggalkan kamar Viona.
Sementara Viona mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ternyata usahanya ini tidak membuat Alden simpati padanya.
Tidak tahukah Alden bahwa Viona rela berendam air es di bathtub berjam-jam agar sakit dan mendapatkan perhatian pria itu? Nyatanya tidak. Usahanya memang tidak sia-sia karena benar-benar sakit, yang sia-sia sebab tidak mendapatkan perhatian Alden.
"Aku harus tetap dirumah ini dan mencegah Alden pergi. Kalau bisa aku akan mengancam Alden bunuh diri kalau sampai dia nekat." Itulah tekat Viona untuk mencegah Alden pergi. Apalagi Viona tahu bagaimana lembutnya hati Alden.
Pria yang selalu tidak tega jika melihat wanita menderita, itu adalah Alden Leon Wesley.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Gerrydarmayudha Yudha
ga tegaanya menjadikannya terlalu bodoh sbagai lelaki,,ikutan muak viona dan Alden yang payah
2024-11-11
0
Nesya Yanuar
Alden Itu berhati lembut, gak tegaan, Dan jg bodoh. makanya Dia mudah di tipu sm viona.
2024-09-13
0
sherly
terlalu baik kamu Alden .. berhati lembut boleh tp Ama modelan viona kayak ngk pantas deh
2023-06-17
0