Suara pukulan kian mengema di dalam sebuah mobil mewah. Alden tidak henti-hentinya memukul setir kemudi hanya untuk melampiaskan rasa kesal dan marah dalam dirinya.
Kesal karena telah membuat kesalahan yang membuat dia harus kehilangan Aqilanya. Marah pada diri sendiri karena terlalu bodoh menghadapi Viona.
"Aku tidak ingin putus Aqila! Aku mencintaimu!" teriak Alden sekencang yang dia bisa.
Puas memukul setir kemudi, pria itu melajukan mobilnya menuju perusahaan karena sejak tadi asistennya terus saja menelpon hanya untuk menyuruhnya keperusahaan.
Sebelum turun dari mobil, Alden merapikan jas dan kemeja yang dia miliki agar tidak terlalu kentara bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.
Sesakit apapun yang Alden rasakan, dia tidak boleh putus asa sebab pria itu memiliki tanggung jawab yang besar.
Perusahaan, benda satu-satunya yang ditinggalkan orang tuanya sejak dia berusia 25 tahun.
Alden berjalan dengan angkuhnya memasuki perusahaan, mendaratkan tubuhnya di kursi kebesaran yang dia miliki.
Langsung saja Alden melepas jas juga dasi yang melingkar di lehernya sejak tadi. Pikiran pria itu masih dipenuhi akan kesalahan-kesalahan yang dia lakukan pada kekasihnya.
Hubungan yang telah terjalin selama bertahun-tahun harus hancur dengan kejadian satu malam. Sungguh itu tidak adil bagi Alden sendiri.
"Tuan, para pimpinan ingin bertemu Tuan secara langsung untuk membicarakan proyek kerja sama yang akan kita ...."
"Keluar!" bentak Alden tanpa ingin mendengarkan ucapan asistennya.
"Bacalah berkas yang saya bawa Tuan, setelah itu saya akan keluar." Randy, Asisten Alden tetap pada pendiriannya.
Alden melirik Randy sekilas, kemudian mengambil berkas yang ada di atas meja. Meneliti sebentar hingga tatapannya kembali menukik pada Randy.
"Lalu apa yang mereka katakan?"
"Karena rapat ditunda pagi tadi, Tuan harus datang keperusahaan Tuan Joan."
Alden menghela nafas panjang mendengar penjelasan Randy, tidak lama kemudian dia menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Bagaimanapun Alden tidak mungkin menghancurkan perusahaan hanya karena putus cinta seperti ini, terlebih usianya sudah menginjak 30 tahun, bukan anak-anak lagi yang harus mengedepankan Ego semata.
"Cari tahu dimana keberadaan Qila, jika kau tidak mendapatkannya, cari orang-orang terdekat yang mungkin mengetahui keberadaan dia!" perintah Alden.
"Baik Tuan."
***
Perselisihan dan perdebatan terus terjadi di dalam sebuah ruangan yang telah dihadiri oleh tiga pemimpin perusahaan. Sebagai yang lebih muda dan perusahaanya masih dalam kadar aman, Alden hanya diam saja memperhatikan perdebatan tersebut.
"Kami tidak bisa menerima proyek Tuan Joan begitu saja. Kalaupun saya ingin, perusahaan belum tentu," ucap pimpinan yang akan diajak kerjasama oleh Joan dan Alden.
Perusahaan keduanya saling berkaitan, yaitu Perusahaan entertaimen dan Desainer.
"Sketsa yang diberikan oleh desainer Tuan Joan belum masuk kriteria pemasaran perusahaan kami. Berbeda dengan Tuan Alden yang memang mempunyai koneksi yang kuat dalam dunia Media sosial."
"Kecuali jika dalam waktu satu bulan, Tuan Joan bisa memberikan sketsa lebih menarik lagi, mungkin kami akan mempertimbangkan."
Helaan nafas terdengar dari mulut Joan setelah pimpinan dari luar negeri meninggalkan ruangan.
Alden langsung bangkit dari duduknya hendak menyalami tangan ayah dari wanita yang dia cintai, sayangnya uluran tangan Alden dilewati begitu saja oleh Joan.
Kekompakan yang dulu pernah tercipta benar-benar telah hilang karena kesalahannya sendiri.
***
"Sebenarnya kamu dimana Qila? Apa benar kamu tidak ingin memberiku kesempatan lagi?" lirih Alden mengusap frame foto ukuran 10R yang selalu berada di atas nakas.
Frame itu berisi fotonya bersama Aqila saat liburan dua tahun yang lalu.
"Harusnya kamu mendengarkan semua penjesalan aku malam itu Qila, sungguh tidak ada niatan dalam hatiku untuk mengkhianatimu."
"Aku tidak sebodoh itu hingga harus selingkuh dengan sahabat kekasihku sendiri." Setitik air mata kembali membasahi pipi Alden.
Pria itu sangat mencintai Aqila, melebihi mencintai dirinya sendiri. Dan perpisahan dadakan ini sungguh menyiksa batin dan pikirannya.
Alden melirik ponselnya yang berdering, dia segera menjawab karena itu berasal dari Randy.
"Apa kau sudah menemukan Aqila?" tanya Alden.
"Saya tidak bisa menemukan apapun tentang Nona Qila, Tuan. Semua teman-teman Nona Qila juga menolak untuk bicara," jelas Randy.
"Berikan alamat dan kontaknya, saya akan mencarinya sendiri!" perintah Alden kemudian memutuskan telpon begitu saja.
Sekarang jam 1 dini hari tapi matanya tidak kunjung terpejam. Setiap kali manik hazelnya terpejam, bayangan Aqila menangis dan menatapnya penuh rasa jijik selalu terlintas begitu saja membuat Alden selalu merasa bersalah.
Alden melirik ponselnya yang kembali berdering, kali ini penelpon yang berbeda. Tidak ingin diganggu, dia menolak panggilan dari Viona, hingga bilah status muncul di benda pipih yang dia genggam.
"Setelah meniduriku kau menghilang begitu saja Al? Kau sungguh pria bejat yang pernah aku kenal. Harusnya kau menenangkan diriku karena telah melecahkan bahkan mengambil kehormatanku!"
Itulah isi pesan yang dikirimkan Viona untuk Alden, membuat pria itu semakin frustasi menghadapi dua perempuan dalam hidupnya.
Satu wanita yang berhasil dia nodai, dan satu wanita yang sangat dia cintai. Tragisnya lagi, dua perempuan itu berteman baik.
"Aku ada di depan rumahmu, aku tidak akan pergi sebelum kau menemuiku!"
Alden menghela nafas panjang membaca pesan berikutnya dari Viona. Pria itu berjalan menuju balkon untuk memastikan Viona benar-benar ada di bawah.
Benar saja, ada mobil terparkir di depan rumahnya padahal tengah hujan lebat. Hati Alden yang memang lembut dan tidak tega pada orang lain, memutuskan untuk menemui Viona, setidaknya membujuk wanita itu agar segera pulang karena sudah tengah malam.
Dia membuka pintu lebar-lebar, saat itu juga Viona langsung memeluk tubuh Alden.
"Jangan tinggalkan aku Al," lirih Viona.
Susah payah Alden mendorong tubuh Viona agar tidak memeluknya seperti itu, sebab orang yang berhak memeluknya hanya Aqila saja.
"Maaf karena mengambil kehormatanmu begitu saja, tapi aku tidak mengingat apapun malam itu Vi. Dan tentang meninggalkan, bukankah kita memang tidak ada hubungan apa-apa?"
"Tapi Al, kamu sudah mengambil sesuatu yang berharga dalam hidupku." Air mata Viona terjatuh begitu saja membasahi pipinya. "Aku tahu ini salah, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan selain memintamu untuk bersamaku. Bagaimana jika aku hamil?"
"Tidak, kamu tidak mungkin hamil hanya karena kejadian malam itu Vi, jadi jangan khawatirkan apapun. Aku mencintai Qila, dan tidak akan mengkhianatinya!"
"Aku akan bunuh diri Al!" ancam Viona dengan mata memerah.
"Apa kau tidak waras Vi? Kau ingin merebut kekasih sahabatmu sendiri!" bentak Alden karena tidak suka dengan ancaman Viona.
Sekarang pikirannya tidak jernih karena kepergian Aqila, tapi Viona malah datang dan semakin menambah beban hidupnya.
"Tapi kau telah menodaiku Al, apa kau pantas dianggap pria jika seperti ini?"
"Cukup Viona! Pergi sekarang juga sebelum kesabaranku habis! Hujan sudah reda kau tidak punya alasan lagi untuk tetap tingga!"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Ira
Fortuner bkn mobil mewah.. Mobil mewah sport seperti Ferrari.. Lotus.. Ford.. Mclanren.. Mobil mewah itu diatas 1M
2024-02-01
1
sherly
paling kesel Ama sahabat atau kawan yg suka Ama pacar temannya hadewww..
2023-06-17
0
Arsyad Al Ghifari 🥰
Viona pasti sengaja menjebak Alden ..dan yang menelepon qila bersekongkol
2023-03-07
2