Ting tung!
Alby berjalan membuka pintu. Di sana sudah ada Sean yang tampak sangat khawatir. Bukan karena Alby yang memberitahunya tentang keadaan Devi, namun tadi secara kebetulan Sean pas menelepon Devi dan setelah beberapa detik Devi menjawab teleponnya, Sean mendengar suara benda jatuh dan suara Alby yang tampak memanggil nama Devi berkali-kali seolah telah terjadi sesuatu pada Devi. Tanpa pikir panjang, Sean langsung pergi ke apartemen Alby untuk memastikan kondisi Devi.
"Sean? Kupikir kau sudah berangkat ke Singapura," ujar Alby sembari mempersilahkan Sean masuk.
"Keberangkatanku kan masih besok pagi. Tadi ada sesuatu yang harus aku urus sebelum aku berangkat besok pagi mangkanya aku pergi terlebih dahulu. Di mana Devi? Apa dia baik-baik saja?" tanya Sean khawatir.
"Dia sedang tidur," jawab Alby sembari menunjukkan di mana kamar Devi berada dengan Sean yang mengekor di belakangnya.
Begitu masuk ke dalam kamar, Sean langsung berjalan mendekat dan duduk di samping ranjang Devi. Ia meletakkan telapak tangannya ke dahi Devi dengan pelan.
"Devi demam?" tanya Sean pada Alby.
"Ya. Mungkin karena kemarin ia kehujanan dan tidak segera berganti pakaian. Hari ini pun perutnya sama sekali belum terisi makanan. Aku sudah memasakkannya semur daging kesukaannya seperti yang kau bilang tapi ia tidak mau memakannya dengan alasan tidak lapar. Kau tenang saja, aku sudah memberinya obat penurun panas dan vitamin. Setelah sedikit istirahat aku yakin Devi akan baik-baik saja," jelas Alby.
Sean menganggukkan kepalanya mengerti. Ia pun menatap wajah Devi dengan sedikit senyuman yang terukir di wajahnya.
"Dia memang keras kepala dan sulit diatur, tapi sebenarnya ia adalah gadis penurut. Aku pasti akan merindukannya," ujar Sean sembari membelai rambut Devi dengan lembut.
"Sekarang aku sudah sedikit tenang apalagi kau seorang dokter. Aku harus pulang untuk menyiapkan beberapa barang yang belum aku packing untuk besok. Jika terjadi apa-apa pada Devi tolong hubungi aku," pesan Sean pada Alby.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan Devi. Ia aman bersamaku. Fokuslah pada penyembuhanmu karena harus kau sendirilah yang menceritakan semuanya pada Devi nanti, bukan aku," ujar Alby sembari tersenyum.
"Iya-iya. Aku pasti akan menceritakan sendiri padanya tanpa merepotkanmu," ujar Sean.
*****
Pagi harinya setelah Alby mengantar Sean ke bandara, Alby memutuskan untuk pergi ke apartemennya terlebih dahulu untuk mengecek kondisi Devi. Ia bahkan meminta ijin untuk datang terlambat ke rumah sakit.
Karena takut jika Devi masih tidur dan membangunkannya, Alby pun masuk ke dalam kamar Devi tanpa mengetok pintu terlebih dahulu. Namun begitu ia masuk, kedua mata Alby langsung membulat sempurna begitu melihat pemandangan yang ada di depannya.
Bagaimana tidak, Alby masuk ke dalam kamar Devi pada saat gadis itu berganti pakaian dan hanya memakai bra dan ****** ***** berwarna merah muda miliknya saja.
"Aaaaaaa om!!!!" teriak Devi begitu mata mereka bertemu.
"Maaf," ucap Alby sembari menutup kembali pintu kamar Devi. Alby langsung keluar kamar dengan raut wajah yang masih syok.
"Sial! Harusnya aku mengetok pintu terlebih dahulu," sesal Alby.
"Om?" panggil Devi dari dalam kamar.
"Ehem ya?" jawab Alby.
"Om Alby bisa bantu aku sebentar tidak?" tanya Devi dengan takut-takut.
Alby teringat jika Devi masih memakai infus di tangan kirinya dan gadis itu pasti kesusahan untuk berganti pakaian.
"Aku boleh masuk?" tanya Alby.
"Ta..tapi kau harus menutup matamu om," jawab Devi cepat.
"Iya." Alby pun masuk ke dalam kamar dengan menutup kedua matanya.
Tanpa perlu panduan dari Devi, Alby dapat dengan mudah menemukan dimana gadis itu berada.
"A..aku ingin berganti pakaian tapi susah, selang infusnya menghalangi," cicit Devi sembari menundukkan kepalanya.
"Aku akan membuka mataku tapi kau tenang saja, aku tidak akan melihat ke arahmu," ujar Alby.
"Iya om."
Alby membuka kedua matanya dan mulai membantu melepaskan pakaian Devi yang tersangkut di tiang infus.
"Apa kau masih lemas?" tanya Alby.
"Sudah tidak," jawab Devi.
"Kemarikan dahimu, aku ingin mengecek suhunya," perintah Alby. Devi pun memajukan kepalanya ke samping.
Salah satu tangan Alby pun bergerak ke arah samping untuk mencari di mana dahi Devi berada.
"Aww kau menusuk mataku om!" teriak Devi saat jari Alby tidak sengaja mengenai mata kanannya.
"Ah maaf," ujar Alby serba salah.
"Tidak apa-apa, cuma pedih sedikit kok tidak sampai buta," ujar Devi.
Alby tersenyum tipis mendengar ucapan Devi, ia pun segera menempelkan telapak tangannya pada dahi Devi sebentar.
"Demamnya sudah turun. Setelah ini aku akan melepas infusmu," ujar Alby yang dibalas anggukan oleh Devi.
"Kemarikan pakaian yang ingin kau pakai sekarang," ujar Alby.
Devi pun menyodorkan sebuah kaos putih kepada Alby.
Setelah selesai Devi berpakaian, Alby segera memerintahkan Devi untuk duduk di ranjang agar ia lebih mudah melepas infus yang berada di tangan kiri Devi.
"Om tunggu dulu!" cegah Devi saat Alby hendak melepaskan infusnya.
Alby mengangkat salah satu alisnya seolah bertanya kenapa.
"Sakit tidak?"
"Tidak," jawab Alby acuh sembari hendak melepas infus milik Devi lagi.
"Om!"
Alby menghembuskan nafasnya kasar sembari menatap Devi. Devi benar-benar mengulur waktunya.
"Aku akan melakukannya dengan cepat oke? Ini ambil bonekamu, jika sakit kau gigit dia saja," ujar Alby sembari memberikan boneka milik Devi.
"Tapi Toto akan sakit," cicit Devi.
"Siapa Toto?" tanya Alby bingung.
"Bonekaku. Sudahlah cepat lakukan, aku tidak akan menyakiti bayiku," ucap Devi sembari menyodorkan tangan kirinya. Alby menatap Devi dengan tidak percaya. Ternyata benar apa yang dikatakan Sean padanya, Devi memang masih anak-anak.
Alby pun menganggukkan kepalanya sembari mulai melepas infus Devi.
"Aaaaa!!!"
"Sakit?" tanya Alby dan Devi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Dengarkan aku, mulai sekarang kau harus makan tepat waktu. Tidak boleh jajan sembarangan, tidak boleh main hujan-hujanan dan harus minum vitamin. Oh satu lagi, jam sepuluh malam kau harus sudah tidur," ucap Alby.
"Bagaimana jika belum lapar? Lagi pula yang kemarin itu aku hanya tidak sengaja kehujanan om bukan main hujan-hujanan!" protes Devi.
"Lalu bagaimana jika kau tidak lapar satu hari penuh? Apa kau juga tidak akan makan?" tanya Alby.
Devi terdiam sembari memanyunkan bibirnya.
"Jika kau ingin sakit lagi silahkan tapi jangan merepotkanku," ujar Alby menohok hati Devi.
Drt... drt....
Alby merogoh ponselnya dan segera menjawab panggilan dari rumah sakit.
"Aku akan segera ke sana," ucap Alby sembari melangkahkan kakinya keluar dari kamar Devi.
Namun Alby menghentikan langkahnya saat ia berada di ambang pintu dan ia berbalik badan menatap Devi yang kini memainkan bonekanya.
"Aku sudah membuatkanmu sarapan, terserah kau mau memakannya atau tidak. Aku pergi kerja dulu," pamit Alby.
"Tidak akan!!!!" kesal Devi pada Alby.
Perkataan dokter satu itu benar-benar menusuk hati Devi dan Devi tidak akan sudi memakan masakan Alby.
"Aku tidak akan mau memakan masakanmu dokter menyebalkan!!! Om-om tua menyebalkan!!!!!" teriak Devi.
Drt... drt.....
Ponsel Devi bergetar karena ada panggilan masuk dari Arin. Tanpa menunggu lama lagi, Devi langsung menjawab panggilan tersebut.
"Arin huaaa!!!!! Aku dijual kak Sean ke om-om jahat!!!!" adu Devi bahkan sebelum Arin mengatakan satu patah kata pun.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments