Devi menatap seseorang yang ada di hadapannya kini tanpa berkedip sedikitpun. Bukankah dia dokter yang memarahi kak Raden kemarin?
Devi menajamkan penglihatannya untuk memastikan apakah benar itu dokter yang memarahinya dan memintanya menghafal zat yang terkandung dalam air hujan?
"Sudah hafal zat yang terkandung dalam air hujan belum?"
Benar!!! Dia dokter yang memarahinya kemarin. Lihatlah sekarang dokter menyebalkan itu. Dia tetap duduk dengan tenang sembari menatap Devi meskipun telah melayangkan pertanyaan menyebalkan seperti itu.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Sean terkejut.
"Tidak!" jawab Devi dan Alby bersamaan.
Sean menatap keduanya yang saling bertatapan tersebut dengan heran. Sepertinya mereka sudah kenal dan terlihat dari mata mereka pasti ada sesuatu di dalamnya. Sean berharap semoga sesuatu itu adalah sesuatu yang baik jadi ia tidak akan menyesal meminta Alby untuk mengasuh Devi.
"Dev perkenalkan ini Alby. By ini Devi, adik perempuanku. Alby ini seorang dokter loh Dev, dia-" ucap Sean yang membuat Alby dan Devi berhenti saling menatap.
"Ternyata dokter seperti anda memiliki waktu untuk bersantai di kafe seperti ini ya?" sindir Devi pada Alby.
"Dev!" tegur Sean.
"Kebetulan ini hari liburku," jawab Alby sembari tersenyum mengejek.
Devi memberenggut kesal dengan jawaban Alby. Si dokter satu ini benar-benar menyebalkan.
"Kalau begitu kakak akan langsung pada intinya," ujar Sean pada Devi. "Mulai hari ini kau akan tinggal dengan Alby," ucap Sean yang langsung membuat Devi membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan kakaknya itu.
"Maksud kakak?" tanya Devi.
Drtt... drt.....
Ponsel Sean berdering, Sean pun langsung beranjak dari tempat duduknya dan sedikit menjauh dari Devi agar ia tidak mendengar apa yang ia bicarakan di telepon.
"Kau dijual padaku," ucap Alby pada Devi.
"Pembohong," cibir Devi sembari menjulurkan lidahnya pada Alby.
"Tanya saja pada kakakmu. Dia hanya menjualmu seratus juta padaku," goda Alby lagi.
"Aku semurah itu?" tanya Devi sembari menatap Alby dengan penasaran.
"Tentu saja. Memangnya kau semahal apa? Zat dalam air hujan saja kau tidak tahu," jawab Alby enteng yang malah membuat Devi memberenggut kesal.
"Kau-"
"Berhenti!! Jangan bicara padaku, kau membuatku kesal om!" potong Devi sebelum Alby berbicara lebih lanjut.
"Om?"
"Ya, kenapa? Kau kan seumuran dengan kakakku. Perbedaan usia kami 12 tahun jadi memang sepantasnya aku memanggilmu om bukan?" balas Devi sembari tertawa mengejek pada Alby.
Belum sempat Alby membalas perkataan Devi, Sean datang dan langsung mengambil kunci mobilnya berniat untuk segera pergi karena ada sesuatu yang harus ia urus.
"Kakak mau ke mana?" cegah Devi sembari memegang lengan Sean.
"Kakak harus pergi. Kau jangan nakal selama tinggal dengan Alby dan juga kau jangan merepotkannya. Kopermu sudah ada di dalam mobil Alby, jadi kau tidak perlu khawatir. By aku pergi dulu, kau dapat membawa Devi bersamamu," pesan Sean sembari melepaskan tangan Devi dari lengannya.
"Kak!" panggil Devi.
"Kau tenang saja, Toto sudah sekalian kakak bawakan untukmu," ujar Sean sebelum benar-benar pergi dari hadapan Devi dan Alby.
Devi pun segera berlari mengejar Sean namun mobil Sean sudah melaju kencang meninggalkan Devi yang kini ingin menangis. Kakaknya sungguh meninggalkannya seperti ini?
"Kubilang juga apa. Kakakmu memang menjualmu padaku. Ayo kita pergi sekarang," ujar Alby yang kini berada di belakang Devi.
"Memangnya kenapa kakakku menjualku padamu om?!! Apa kakakku bangkrut sehingga ia menjualku padamu?"
"Mungkin saja begitu," jawab Alby cuek.
"Tapi kenapa hanya seratus juta huaaaa. Apa aku semurah itu?" tanya Devi sembari menangis dengan keras yang membuat orang-orang di sekitar mereka mulai memperhatikan mereka.
"Dev hentikan! Semua orang memperhatikan kita. Ayo kita segera pergi dari sini," ajak Alby sembari menarik tangan Devi agar menuju mobilnya.
"Tidak mau!! Lepaskan aku om!! Aku ingin mengejar kakak!!" tolak Devi sembari meronta-ronta.
Karena tidak punya pilihan lain, Alby pun segera menggendong Devi dan segera memasukkan Devi ke dalam mobilnya.
Devi yang sudah di masukkan ke dalam mobil Alby pun malah semakin menjadi. Ia berusaha keluar dari dalam mobil namun Alby sudah mengunci pintunya sehingga ia tidak dapat keluar.
Alby pun segera meraih kedua tangan Devi dan menguncinya di atas kepalanya.
Devi pun terdiam meskipun ia masih mengeluarkan air mata dan sesekali sesenggukan.
Alby menatap mata sembab Devi dengan sedikit tajam agar Devi tidak memiliki keberanian lagi untuk meronta-ronta minta di lepaskan.
"Dengarkan aku. Aku tahu kau tidak ingin berpisah dengan kakakmu, tapi satu hal yang harus kau terima saat ini. Mulai saat ini kau akan tinggal denganku. Ini bukan karena kakakmu menjualmu padaku seperti perkataanku yang hanya untuk menggodamu, tapi karena kakakmu akan melanjutkan studynya di Singapura. Setelah study kakakmu selesai kau akan tinggal dengannya lagi, jadi kau jangan bertingkah seperti ini dan merepotkanku," jelas Alby dengan satu tangannya yang masih mengunci kedua tangan mungil milik Devi.
"Ke..kenapa kakak tidak mengajakku?" tanya Devi sesenggukan.
"Kau bisa bahasa inggris tidak?" tanya Alby dan Devi menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Baiklah kurasa kau sudah tahu alasan kenapa kakakmu tidak mengajakmu pergi ke Singapura," ucap Alby sembari melepaskan cekalan tangannya.
"Setelah sampai rumah, aku akan menjelaskan lebih lanjut mengenai peraturan selama kau tinggal di rumahku," ujar Alby sembari merogoh sesuatu dari kantong jaketnya.
"Tangan," ujar Alby. Devi pun menyodorkan kedua tangannya pada Alby dengan patuh.
Alby pun menyemprotkan desinfektan pada kedua tangan Devi.
"Selama kau menurutiku maka aku juga akan bersikap mudah padamu," ujar Alby yang diangguki oleh Devi.
*****
Setelah beberapa menit di perjalanan, mereka pun tiba di apartemen milik Alby. Hanya dengan melihatnya sekilas saja Devi sudah tahu jika Alby pasti orang yang gila kebersihan. Yah tidak heran sih, namanya juga seorang dokter. Pasti kebersihan adalah hal yang paling diutamakan.
"Sebelum masuk ke dalam kau harus mengganti sepatumu dengan sandal rumah terlebih dahulu," ujar Alby sembari menyerahkan sebuah sandal rumah berwarna merah muda tersebut pada Devi.
"Aku tahu," jawab Devi.
"Aku tipe orang yang gila kebersihan dan kerapian jadi aku harap kau dapat membantuku menjaga kebersihan dan kerapian tersebut," ujar Alby pada Devi.
Devi hanya diam saja sembari memeluk tas sekolahnya.
Alby pun membawa koper dan barang-barang milik Devi lainnya menuju ke sebuah kamar dengan Devi yang setia mengekor di belakang Alby.
Devi yang melihat boneka kesayangannya telah berada di atas ranjang pun berniat untuk mengambilnya sebelum sebuah tangan mencekal lengannya mencoba untuk menghentikan langkahnya.
"Baru saja aku memintamu untuk menjaga kebersihan untukku tapi kau sudah mau melanggarnya. Kau tidak boleh menyentuh barang apapun sebelum kau membersihkan tubuhmu terlebih dahulu. Sepulang sekolah kau pasti berkeringat dan terkena panas terik matahari kan? Nah itu bisa menjadi sarang kuman dan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Lebih baik kau mandi terlebih dahulu sekarang," tegur Alby yang membuat Devi sedikit kesal.
Dengan kesal, Devi pun segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sedangkan Alby segera pergi keluar dari kamar Devi.
*****
Setelah selesai mandi, Devi pun segera keluar kamar dan mencari keberadaan Alby. Bukankah dokter gila kebersihan itu ingin memberitahunya tentang peraturan tinggal di rumahnya? Astaga tidak di sekolah tidak di rumah semuanya ada peraturannya.
Devi pun menelusuri setiap sudut apartemen milik Alby yang lumayan luas dari pada apartemen milik kakaknya untuk mencari keberadaan Alby namun Devi sama sekali tidak dapat menemukan keberadaannya.
"Om?" panggil Devi namun tidak ada sahutan Alby yang terdengar.
"Om Alby?"
"Om?"
Karena tidak ada jawaban, Devi pun memutuskan untuk mencarinya saja tanpa berteriak-teriak memanggil namanya. Devi sudah cukup lelah jika harus berteriak-teriak memanggil nama Alby.
Setelah lama mencari tapi tidak ketemu, Devi pun melihat Alby yang seperti sedang mengerjakan sesuatu di dalam sebuah ruangan dengan pembatas kaca sebagai pembatas antara ruangan tersebut dengan ruangan lainnya jadi Devi dapat melihatnya dari luar.
Untuk seperkian detik Devi mengagumi betapa tampannya Alby jika ia sedang serius seperti ini. Hidungnya yang mancung serta bibirnya yang merah alami tampak sempuran dari samping. Alby benar-benar sosok sempurna seperti seorang malaikat dengan ketampanan yang luar biasa.
Namun begitu teringat betapa menyebalkannya Alby, Devi pun segera membuang pikirannya jauh-jauh. Mau dilihat dari arah manapun Alby tetap jelek!!! Tidak ada yang tampan melebihi kak Raden titik!!
"Om?" panggil Devi yang membuat Alby menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke arah Devi.
"Makan lah terlebih dahulu. Aku sudah memasakkanmu semur daging kesukaanmu," ujar Alby.
"Aku belum lapar," ujar Devi sembari masuk ke dalam ruangan Alby dan duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Alby.
Alby melirik ke arah jam tangannya sekilas.
"Sudah hampir jam tujuh malam. Orang takut gemuk sepertimu tidak baik makan malam lebih dari jam tujuh. Selain itu dapat mengakibatkan masalah pencernaan dan mengganggu waktu tidur. Lebih baik kau makan sekarang juga dan biarkan aku bekerja," perintah Alby tanpa mengalihkan perhatiannya pada layar laptopnya.
"Aku tidak takut gemuk," koreksi Devi.
"Lalu bagaimana dengan masalah pencernaan, kau tidak takut?" tanya Alby.
"Takut," cicit Devi.
"Yasudah kalau begitu kau pergi makan saja," ujar Alby.
"Tapi om Alby tadi bilang om mau membicarakan tentang peraturan tinggal divsini padaku," ujar Devi.
"Besok saja, aku sedang sibuk," tolak Alby.
"Yasudah, aku pergi tidur saja," ucap Devi sembari beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari ruang kerja Alby.
Alby menatap kepergian Devi sekilas, setelahnya ia menyemprotkan desinfektan ke kursi yang baru saja di duduki oleh Devi.
Pyar!!!!
Alby tersentak kaget begitu mendengar suara benda pecah. Dengan segera ia pun berjalan keluar dari ruang kerjanya dan mendapati Devi sudah tergeletak di lantai.
"Devi!"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments